Searching

Selasa, 13 Januari 2009

Cinta 24 Jam versus Lelaki Terindah


CINTA 24 JAM
adalah novel kedua karangan Andrei Aksana yang kubaca, setelah LELAKI TERINDAH. Kesan yang kudapatkan dari kedua novel tersebut, ternyata, sangat bertentangan: aku sangat menyukai LELAKI TERINDAH, sedangkan untuk CINTA 24 JAM, sebaliknya. Bagaimana hal ini bisa terjadi?

Aku termasuk orang yang berpikir bahwa waktu memiliki peran yang sangat penting dalam hidup kita. Saat kita melakukan suatu kegiatan sangat menentukan apa yang akan ditimbulkan setelah itu. Dan aku yakin hal ini pun berpengaruh dalam kesan yang kudapatkan dari membaca kedua novel hasil karya cucu pujangga Sanoesi Pane dan Armijn Pane ini.


LELAKI TERINDAH kubaca di awal tahun 2005, saat aku sedang head-over-heels-in-love dengan seseorang yang menurut pendapat pribadiku sangat mewakili gambaran seorang Rafky, sang tokoh utama, sang Lelaki Terindah itu. Di setiap detil gambaran betapa indahnya seorang Rafky, melalui kalimat-kalimat puitis Andrei, yang tergambar dalam benakku adalah that guy that had made me head-over-heels-in-love (ehem...) It was not surprising, then, if I nicknamed him as my LT. LOL. Tidak mengherankan pula betapa aku menyukai novel ini, apalagi puisi-puisi romantis untuk sang lelaki terindah tersebar di segala penjuru. (Though feminist, I dub myself as someone strongly romantic.) It seemed like those romantic words came out of my feeling to my most gorgeous guy.

Awal tahun 2005 juga merupakan saat yang tepat bagiku untuk membaca LELAKI TERINDAH yang memiliki topik cinta antar lelaki, pasangan homoseksual, karena sebagai seorang feminis (yang sedang ‘membekali’ diri tentang segala hal yang berhubungan dengan perjuangan kaum yang termarjinalkan) aku pun setuju bahwa kaum homo juga merupakan bagian dari kaum yang sangat dipinggirkan. Orang tidak pernah bisa mau memahami bahwa cinta yang tumbuh antar lelaki, maupun antar perempuan, bisa jadi sama indah dan sucinya dengan cinta yang tumbuh antar pasangan heteroseksual. Andrei menulis kisah cinta antara Rafky dan valent pada saat yang tepat untuk menunjukkan kepada khalayak bahwa sudah selayaknyalah kita tidak menutup mata dari hadirnya cinta para homo.

Di akhir kisah, memang tokoh valent dimatikan oleh Andrei, seolah-olah untuk menyelesaikan ‘masalah yang tabu’ ini dengan mudah. Bagi para penikmat karya sastra, kita bisa dengan mudah mendapatkan contoh karangan yang berakhir dengan kematian, terutama kalau topik yang diangkat berupa sesuatu yang masih dianggap tabu, pada waktu karya tersebut ditulis. Sang pengarang tidak mau mengambil resiko dicaci-maki oleh masyarakat, sehingga membunuh salah satu karakter dalam ceritanya adalah satu jalan keluar yang paling gampang. Kita bisa menyimpulkan, seberani apapun Andrei mengangkat topik yang masih tabu ini (nampaknya sampai sekarang pun masih saja dianggap tabu), dia pun tunduk pada ‘pakem’, membunuh salah satu tokoh homo dalam LELAKI TERINDAH, yakni valent, agar akhirnya cinta ‘terlarang’ ini pun kandas di tengah jalan.

Aku membeli novel CINTA 24 JAM karena hasil provokasi seorang online buddy yang katanya novel ini pun bertabur puisi romantis. Kebetulan juga karena GM memberikan tawaran yang menggiurkan, diskon 30%. Juga merupakan satu kebetulan akhir-akhir ini aku sedang suka menulis puisi. Asaku adalah: who knows some poems in it will inspire me to write some poems to post in my blog.

Setelah membeli novel tersebut, aku tidak langsung membacanya karena aku sedang membaca MISSING MOM written by Joyce Carol Oates. Novel berikut yang menungguku untuk membaca adalah MARYAMAH KARPOV. Adalah satu kebetulan pula aku membaca novel CINTA 24 JAM setelah aku menyelesaikan membaca MK. Tidak ada alasan ilmiah tertentu mengapa aku memilih membaca novel karya Andrei Aksana ini, selain mungkin aku berpikir, “I want to write some poems...” padahal pada saat yang sama, aku memiliki beberapa pilihan novel lain.

Puisi yang dipilih untuk ditampilkan di cover belakang sama sekali tidak membuatku terperangkap pesona. (Bandingkan dengan puisi di cover belakang LT yang langsung membuatku serasa ditarik oleh magnet sekuat terjangan badai topan untuk membelinya.) Puisi di halaman dalam, setelah membuka cover depan, well, not bad, untuk melumerkan hati seseorang yang telah mencuri hati. Sayangnya, I am not head-over-heels-in-love with anyone at the moment. Here is the poem:


Setelah beribu malam pudar meninggalkan sunyi

Setelah beribu mimpi pergi menyisakan nyeri

 

Malam itu

Kumengerti yang kucari

Kumengerti yang kunanti

 

Satu

Seorang

 

Dirimu ..

Klepek-klepek. LOL. Gombal habisss. LOL.

Tatkala membaca lembar demi lembar, langsung kusadari betapa dangkal kisah yang ditulis oleh Andrei. Betapa dangkal pula Andrei mengeksplorasi mengapa hal-hal tertentu terjadi. Penyebab utama tentu karena aku baru saja menyelesaikan membaca novel dengan karakter tokoh yang kuat: Ikal, bersanding dengan tokoh-tokoh lain, seperti Lintang dan Mahar. Cerita MK yang meramu antara dunia keilmiahan dan dunia kemistisan, alur yang memikat, dan tema yang njlimet rapi, serta kedalaman eksplorasi suatu permasalahan, meninggalkan kesan yang kuat dalam benakku. Sebelum itu, aku membaca MISSING MOM dengan alur maju mundur, karakter tokoh Nikki Eaton, seorang perempuan cerdas namun sangat labil dalam emosi, dengan tema kematian sang ibu, masalah batin yang harus dihadapi oleh Nikki, dll sama menariknya dengan MK. (Aku justru heran sebenarya, karena MK bisa membuatku tetap menjaga mood tertarik untuk terus membacanya, padahal Andrea Hirata adalah seorang penulis pemula, dibandingkan dengan Joyce Carol Oates yang telah menulis sejak Andrea belum lahir. Two thumbs up buat Andrea.)

Dalam novel CINTA 24 JAM, kita hanya disodori apa yang biasa kita lihat dalam acara infotainment (and I am absolutely not a fan of it). Perempuan hanya dilihat dari luar, kulit. Kalau memang dikisahkan sang tokoh perempuan Giana adalah tokoh yang cerdas, tak satupun kalimat dalam novel ini yang membuktikan bahwa Giana adalah seseorang yang cerdas. Dia hanyalah makhluk yang beruntung dilahirkan dengan sosok tubuh yang sempurna, memenuhi kriteria kecantikan yang digambarkan iklan-iklan di media massa. Kalau Giana adalah seseorang yang memiliki pendirian yang teguh, pula seorang pekerja keras untuk bisa mengangkat derajat diri dari kemiskinan menjadi aktris papan teratas, tidak satu kalimat pun mendukungnya. Andrei tidak melengkapinya dengan pemaparan karakter sosok Giana secara mendalam.

Menurut pendapatku, novel ini tidak jauh beda dengan cerita-cerita di koran ‘kuning’, yang hanya menjual sensualitas. Yang membedakan adalah: pertama, tentu saja taburan puisi romantis. Kedua, kalimat-kalimat puitis. (maklum, yang menulis adalah cucu pujangga besar Sanoesi Pane dan Armijn Pane) Ketiga, alur yang memang dengan sengaja dibuat maju mundur. Dalam hal alur ini lumayan memikat lah. Namun secara keseluruhan, aku tidak merekomendasikan novel ini kepada mereka yang biasa membaca novel dengan tema yang ‘dalam’ serta eksplorasi karakter tokoh yang kuat dan konflik yang memikat (contoh: BILANGAN FU, tetralogi LASKAR PELANGI, SUPERNOVA series, dll). Akan tetapi, kalau hanya untuk sekedar mengisi waktu kosong menunggu pesanan datang di sebuah kafe, atau antrian di bank yang panjang, ya bolehlah. Atau bagi mereka yang sedang jatuh cinta, ya boleh juga.

Perhaps I will write another article to ‘peel’ this novel further, to show how I hate the way Andrei portrayed the characters of Giana and Drigo, how he was just a wise guy. LOL. He should have been able to make it more worth reading, I assume. Instead, he was just busy trying enchanting his fans by creating the song and being physically narcissistic (look at the back inside cover).

Bagi pecinta Andrei Aksana, sorry ya? Ini kritik membangun loh.

LLT 16.42 130109

Jumat, 09 Januari 2009

llmiah versus Mistis

Bahwa seorang Andrea Hirata adalah seseorang yang menjunjung tinggi sains merupakan sesuatu yang sangat jelas terlihat dalam keempat novelnya yang tergabung dalam tetralogi LASKAR PELANGI. Alasannya tentu sangat jelas: latar belakang pendidikan yang dia terima di Universitas Sorbonne Prancis, dimana dia bergaul dengan para ilmuwan tingkat tinggi dunia. Dalam tulisan ini, aku akan lebih fokus ke MARYAMAH KARPOV, novel keempat, karena buku inilah buku yang terakhir kubaca. (You can conclude that I am just lazy to browse the other three novels to prove my statement, to prepare this post of mine. LOL.)
Seorang anak pantai desa yang terpencil, yang mendapatkan pendidikan master dalam bidang ekonomi di sebuah universitas paling bergengsi di Eropa, bermimpi untuk membuat perahu dengan tangannya sendiri! Mimpi Ikal ini bisa menjadi nyata karena dorongan dan dukungan kuat dari sang super genius, sahabatnya di kala duduk di bangku SD dan SMP. Lintang—sang Isac Newton-nya Ikal—menjadikan impian itu menjadi nyata dengan perhitungan matematika yang njlimet. Ikal—yang mengaku selalu berada di bawah bayang-bayang kegeniusan Lintang di bangku sekolah—menggabungkannya dengan kerja keras yang tanpa ampun, dengan iming-iming akan menemukan BINTANG KEJORA dalam kehidupan cintanya, A LING.
Pertanyaan selanjutnya adalah: cukupkah ilmu membuat kita mampu memahami segala misteri dalam hidup ini?
Jawabannya ada pada mozaik 60 yang berjudul NAI. Mahar—sahabat Ikal yang lain—berada pada kutub yang berseberangan dengan Lintang yang memandang segala hal dari segi ilmiah. Kebalikannya, Mahar mengimani hal-hal mistis yang tidak akan pernah masuk akal para ilmuwan di Universitas bergengsi manapun di dunia ini. Hal-hal mistis yang bagi orang-orang yang beriman kepada Tuhan akan menceburkan seseorang menjadi musyrik, ahli neraka yang berada paling di keraknya. Dalam NAI, Mahar mementalkan keimanan Ikal kepada segala yang berbau ilmiah, sehinga terpaksa mempercayai hal-hal mistis yang tidak masuk akal. Ada hal-hal dalam kehidupan ini yang tidak bisa dijelaskan hanya dari sisi ilmu. Kebalikannya, ada hal-hal yang dengan mudah terpecahkan jika kita menyandarkan kepercayaan diri kepada ilmu.
Ketika membaca perpaduan dua hal ini—yang ilmiah dan masuk akal, konon ciri khas kehidupan orang-orang modern; berbanding lurus dengan yang mistis, konon ciri khas kehidupan orang-orang zaman dahulu kala—mengingatkanku pada BILANGAN FU, novel ketiga karya Ayu Utami. Ayu Utami menjelaskannya dengan sangat sederhana: POINT OF VIEW, alias cara pandang yang berbeda. Orang-orang modern memandang kemistisan—misal: seseorang bisa memelet orang yang mencuri hatinya hanya dengan menjampi-jampi air ludah yang dikeluarkan oleh orang tersebut; atau bahwa Nyi Roro Kidul tetap hidup dan berkuasa di pantai Selatan dan selalu mempersuami semua raja-raja di Keraton Kasultanan Ngayogyakarta, ataupun Keraton di Kasunanan Mangkunegaran—dengan keukeuh menggunakan kacamata orang modern yang bersandar pada keilmiahan.
Cara mudahnya bagaimana kita bisa menghasilkan ‘pemandangan’ yang berbeda tatkala kita memandang satu permasalahan yang sama tatkala kita memandang dari sisi yang berbeda: lihatlah Tugumuda—the landmark of Semarang—dari arah Wisma Perdamaian, dan dari lantai atas Lawangsewu. Atau contoh lain: dalam salah satu adegan dalam film DEAD POETS SOCIETY, John Keating, sang guru Bahasa dan Sastra Inggris yang baru, meminta siswanya untuk naik meja dan berdiri di atasnya, memandang suasana kelas dari arah yang berbeda. “You’ll find a very different view, that is very interesting.”
Kalau kita mengaplikasikannya dalam kehidupan kita sehari-hari, betapa pentingnya memahami segala sesuatu dari kacamata yang berbeda, untuk menuju kehidupan yang lebih damai di antara kita semua, makhluk penghuni planet Bumi ini. Yang selalu menggunakan kacamata kuda yang bernama “patriarki”, pandanglah—misal, permasalahan poligami—dari kacamata feminis. Contoh lain: para religious snob—from any celestial religion—memandang bahwa Tuhan itu mencintai semua umat-Nya tidak pandang bulu, gunakanlah kacamata para kaum sekuler. Para kaum heteroseksual yang merasa diri ‘normal’, cobalah menggunakan kacamata kaum homoseksual. Dalam hal ini, para religious snob pun bisa mengaplikasikannya, sehingga tidak selalu menyerang kaum homoseksual dari satu kacamata saja, dari satu interpretasi ayat kitab Suci saja.
Jika para pengunjung dan pembaca blogku ‘membalikkannya’ dengan mengatakan, “Na, cobalah kamu pahami kasus poligami bukan dari interpretasi Alquran yang feminis, namun dari interpretasi yang patriarkal...” oh well, aku telah hidup menggunakan kacamata TUNGGAL interpretasi Alquran yang patriarki selama 35 tahun takala aku mendapatkan pencerahan dari ideologi feminisme, so, I do understand it very well.
Kembali ke cara pandang yang ilmiah dan mistis (baik dalam MARYAMAH KARPOV maupun BILANGAN FU), well, hidup ini memang sangatlah kaya dan kompleks. Mari kita menikmatinya dengan cara saling toleran satu sama lain, untuk menciptakan kehidupan yang lebih indah dan damao.
LL Tbl 11.34 100109

Selasa, 06 Januari 2009

TOP TEN BLOGGER 2008

http://fatihsyuhud.com/2008/12/31/top-ten-blogger-indonesia-2008/

Top Ten Blogger Indonesia 2008

Posted on December 31, 2008
Filed Under Blogger Indonesia, Indonesia, blogging

The essence of blogging, as I put it as a jargon in my Bahasa Indonesia blog, is to culturalize the tradition of writing and reading. Many Indonesians, like those who are from developing or underdeveloped nation, don’t have the habit of writing and reading. They talk a lot. Write and read less. And that’s why, some foreign academicians who come to Indonesia were a bit shocked to find out the lack of reading and writing habit among Indonesians even within the so-called middle class family. The lack of reading naturally would end up in the lack of blog content “charisma”.

There are a few exception, however. Those who can adopt a new positive tradition of modernity–in reading a lot. As a result they write many good articles, creating nice and unique posts and even making an enlightening comments in other blogs.

That’s one reason among others why I’d like to dedicate this year’s Top Ten Blogger Indonesia 2008 specifically to those who consistently make a good content, and no less important, write relatively regularly. A content which is unique and enlightening. By so doing I hope what they have done will be emulated by others especially those bloggers who come later. It’s also my own way to appreciate and encourage those who passionately write good blog articles without worrying or thinking about traffics. A good content blog may not make a big traffic, and thus, a big impact in a short term, but certainly they will in a long shot.

Blogs has grown rapidly in Indonesia. Ten or even hundreds of blogs are born everyday. They start blogging for various reasons. Either way they are an asset to make the tradition of writing and reading blossom in the unlikely place like Indonesia in which the middle class hobby and dream is nothing but to have a nice house, fancy cars and the collection of Chinese old ceramic instead of books.

Last but not the least, there are so many good blogs with good content. It’s a pity that I can pick only ten. It should not be understood, therefore, that the others ten are less good. The links in the bloggers’ name will direct you to the Blogger Indonesia of the Week review of a particular blogger from which you will find the blogger’s URL.

***

The Top Ten Blogger Indonesia 2008

1. Nana Podungge

2. Tasa Nugraza Barley

3. Rima Fauzi

4. Primadonna Angela

5. Agni Amorita

6. Anita Carmencita

7. Mulya Amri

8. Deden Rukmana

9. Sherwin Tobing

10. Dedi W. Sanusi

Happy New Year 2009 Everyone! Nothing like feeling anew and start afresh all the time! :)


SURPRISE ...

How long have I been idle to write in my 'intellectual' blog located at http://afeministblog.blogspot.com ?
Several months have passed since I started working as a school teacher that is really time-consuming (as well as energy-consuming!)
I have been complaining to myself due to this. So many complaints (seeing the injustice that happens to the marginalized ...) have been crowding my mind.
But I can only complain because I am just a very bad time manager: I cannot manage my time well: teaching, teaching, and teaching, then reading, biking, swimming, and writing, not to mention my chores as Angie's mother (just imagine the abundant things a single parent must do).
And last two-week-end-of-year holiday, I COULD only write two articles ("Feminism" and "True woman = modern feminists?") I still cannot spare time to write my 'abundant ideas' triggered by watching INTO THE WILD, and about Irshad Manji, the Muslim feminist lesbian.
That's why what a surprise to find an email in my mailbox from someone I don't know personally, to congratulate me. What congratulation is for? Curious, I opened it. And ... A Fatih Syuhud, the 'king blogger' in Indonesia who 'found' my blog in 2006 and featured me in his blog, has selected the TOP TEN BLOGGER 2008. And ... my blog is in among those TOP TEN BLOGGER 2008.
W-O-W ...
Here is the link. Click it ...

http://fatihsyuhud.com/2008/12/31/top-ten-blogger-indonesia-2008/

I am obviously indebted to many bloggers--that I don't remember or even don't know--who have given the link to my blog in their blogs. The link apparently lead the visitors in their blog to visit my blog.
I am also indebted to those people who have visited my blog, for sure.

I AM STILL DUMB-FOUNDED HERE.

C-Net 21.09 060109