tag:blogger.com,1999:blog-40725779107837933172024-03-15T18:11:49.714-07:00Nana's ReadingsDi blog ini anda akan menemukan resensi buku maupun cerpen dan puisi yang telah saya baca.Nana Podunggehttp://www.blogger.com/profile/14235543550591163972noreply@blogger.comBlogger52125tag:blogger.com,1999:blog-4072577910783793317.post-7420581654373991602023-07-18T02:51:00.004-07:002023-09-05T05:36:08.018-07:00R A S I N A<p> </p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgiqsklaY7ef1CwKhvOd7xIulQ0LKVr8k1HqRFWxKGTe5HERmomAXjPweRF9CqujqDAWGHcqAA-t8LyZDIcSBS-rk47vGESSSFSfk7TOGff5rBEmyBn0eV2Q9IUswSThjB20fBpRIRRW-InI0UmlW2v7SC_6LKLs2ODNwRL5EJIv9DxyTdMDknZb5o6cn4/s4000/20230718_164153.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="4000" data-original-width="3000" height="640" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgiqsklaY7ef1CwKhvOd7xIulQ0LKVr8k1HqRFWxKGTe5HERmomAXjPweRF9CqujqDAWGHcqAA-t8LyZDIcSBS-rk47vGESSSFSfk7TOGff5rBEmyBn0eV2Q9IUswSThjB20fBpRIRRW-InI0UmlW2v7SC_6LKLs2ODNwRL5EJIv9DxyTdMDknZb5o6cn4/w480-h640/20230718_164153.jpg" width="480" /></a></div><br /><p></p><p>
</p>
<p style="font-family: "Comic Sans MS"; font-size: 18.0pt; margin: 0in;"><span style="font-weight: bold;">IKSAKA BANU</span></p>
<p style="font-family: "Comic Sans MS"; font-size: 11.0pt; margin: 0in;"> </p>
<p style="font-family: "Comic Sans MS"; font-size: 11.0pt; margin: 0in;">Bagi mereka
yang belum familiar dengan nama pengarang satu ini, Iksaka Banu memiliki
spesialisasi pengarang cerita dengan latar belakang sejarah. Pertama, saya
berkenalan dengan kumpulan cerpennya yang berjudul "SEMUA UNTUK
HINDIA", yang diterbitkan pada tahun 2014. Buku kumpulan cerpennya yang
kedua berjudul "TEH DAN PENGKHIANAT" terbit pada tahun 2019. </p>
<p style="font-family: "Comic Sans MS"; font-size: 11.0pt; margin: 0in;"> </p>
<p style="font-family: "Comic Sans MS"; font-size: 11.0pt; margin: 0in;">Pada tahun
2020, Iksaka Banu bersama Kurnia Effendi berkolaborasi menghasilkan novel yang
berjudul "PANGERAN DARI TIMUR" yang mengisahkan tentang pelukis Raden
Saleh. Di tahun 2023 ini Iksaka menerbitkan novel "RASINA", yang
tetap berlatar belakang sejarah, pada masa kolonial Belanda. </p>
<p style="font-family: "Comic Sans MS"; font-size: 11.0pt; margin: 0in;"> </p>
<p style="font-family: "Comic Sans MS"; font-size: 14.0pt; margin: 0in;"><span style="font-weight: bold;">RASINA</span></p>
<p style="font-family: "Comic Sans MS"; font-size: 11.0pt; margin: 0in;"> </p>
<p style="font-family: "Comic Sans MS"; font-size: 11.0pt; margin: 0in;">Tulisan di
bawah ini saya sarikan dari mengikuti zoominar yang diselenggarakan oleh
Fakultas Ilmu Budaya UGM beberapa bulan lalu, yang mengupas tentang RASINA.</p>
<p style="font-family: Calibri; font-size: 11.0pt; margin: 0in;"> </p>
<p style="font-family: "Comic Sans MS"; font-size: 11.0pt; margin: 0in;">Tanya: </p>
<p style="font-family: "Comic Sans MS"; font-size: 11.0pt; margin: 0in;"> </p>
<ol style="direction: ltr; font-family: "Comic Sans MS"; font-size: 11.0pt; font-style: normal; font-weight: normal; margin-bottom: 0in; margin-left: .375in; margin-top: 0in; unicode-bidi: embed;" type="1"><li style="margin-bottom: 0; margin-top: 0; vertical-align: middle;" value="1"><span style="font-family: "Comic Sans MS"; font-family: "Comic Sans MS"; font-size: 11.0pt; font-size: 11.0pt; font-style: normal; font-weight: normal;">Mengapa
Iksana Banu menggunakan tokoh berkulit putih sebagai tokoh utama dalam
novel RASINA? Dan bukan 'Rasina' itu sendiri? Dan sang tokoh ini memiliki
kepedulian yang cukup terhadap orang-orang pribumi. Apakah Iksaka ingin
lebih melegitimasi posisi orang kulit putih yang lebih 'tinggi' ketimbang
orang-orang kulit berwarna?</span></li><li style="margin-bottom: 0; margin-top: 0; vertical-align: middle;"><span style="font-family: "Comic Sans MS"; font-size: 11.0pt;">Ada kemiripan dengan
kisah di buku Multatuli, seseorang yang berkulit putih namun sangat peduli
pada bangsa yang dijajah oleh negaranya.</span></li></ol>
<p style="font-family: "Comic Sans MS"; font-size: 11.0pt; margin: 0in;"> </p>
<p style="font-family: "Comic Sans MS"; font-size: 11.0pt; margin: 0in;">Iksaka
menjelaskan bahwa novel RASINA merupakan 'kepanjangan' dari cerpennya yang
berjudul "Kalabaka", salah satu cerpen yang ada dalam buku kumpulan
cerpen yang berjudul "THE DAN PENGKHIANAT". Kalabaka adalah salah
satu tokoh yang hidup di Banda di awal abad ke-17. Kalabaka menjadi 'jembatan'
komunikasi antara VOC dan penduduk asli Banda saat VOC akan melakukan
'perdagangan' pala, mengikuti apa yang telah dilakukan oleh Portugis dan
Inggris.</p>
<p style="font-family: "Comic Sans MS"; font-size: 11.0pt; margin: 0in;"> </p>
<p style="font-family: "Comic Sans MS"; font-size: 11.0pt; margin: 0in;">Pandemi
sedang melanda dunia waktu Iksaka Banu melakukan riset untuk menulis RASINA.
Semula dia akan berangkat ke pulau Banda sendiri untuk melakukan riset yang
lebih mendalam, namun pandemi menghalanginya. Maka, dia hanya bisa melakukan
riset secara online, dari jurnal-jurnal ilmiah, disertasi (tentang kondisi
Banda di abad 17 itu) dll. </p>
<p style="font-family: "Comic Sans MS"; font-size: 11.0pt; margin: 0in;"> </p>
<p style="font-family: "Comic Sans MS"; font-size: 11.0pt; margin: 0in;">Mengapa
menggunakan POV orang pertama? </p>
<p style="font-family: "Comic Sans MS"; font-size: 11.0pt; margin: 0in;"> </p>
<p style="font-family: "Comic Sans MS"; font-size: 11.0pt; margin: 0in;">Karena kalau
menggunakan POV orang ketiga, si pengarang layaknya Tuhan mengetahui segala
yang terjadi. padahal dengan resources yang baginya kurang memadai, Banu jelas
tidak berani menggunakan POV orang ketiga ini. maka dia menggunakan POV
pertama, yang sekaligus juga memiliki kelebihan: pembaca merasa turut merasakan
emosi sang tokoh utama, sang 'aku'. </p>
<p style="font-family: "Comic Sans MS"; font-size: 11.0pt; margin: 0in;"> </p>
<p style="font-family: "Comic Sans MS"; font-size: 11.0pt; margin: 0in;">Ada dua plot
dalam RASINA, yang pertama terjadi di awal abad 17, setting di Banda. tokoh
utama -- sang aku -- adalah Hendriek Cornelis Adam. Plot kedua terjadi
menjelang akhir abad 18 (ada jeda sekitar 150 tahun), setting di Batavia. tokoh
utamanya Joost Borstveld. </p>
<p style="font-family: "Comic Sans MS"; font-size: 11.0pt; margin: 0in;"> </p>
<p style="font-family: "Comic Sans MS"; font-size: 11.0pt; margin: 0in;">Untuk
menyoroti apa yang terjadi di Banda di awal abad 17: tentang perbudakan dan
pembasmian penduduk Banda oleh Belanda, Iksaka menciptakan tokoh Hendriek
sebagai juru tulis, yang menulis apa saja yang terjadi. Di plot kedua, Joost
membaca buku harian Hendriek, yang merupakan kakek Jan Aldemaar Staalhart,
atasan Joost. </p>
<p style="font-family: "Comic Sans MS"; font-size: 11.0pt; margin: 0in;"> </p>
<p style="font-family: "Comic Sans MS"; font-size: 11.0pt; margin: 0in;">RASINA,
judul novel ini, adalah seorang budak yang hidup di menjelang akhir abad 18.
Adalah tidak mungkin menceritakan segala tentang perbudakan dan pembasmian
penduduk Banda ini dari kacamata seorang budak seperti Rasina. itulah sebabnya,
Iksaka menggunakan dua plot yang berkelindan satu sama lain. Iksaka tidak
bisa menggunakan Kalabaka sebagai tokoh utama karena dalam kenyataannya dia
mati saat pembasmian penduduk Banda. Jika di awal abad 17, Iksaka menyoroti
tingkah laku para pejabat VOC zaman itu, yang sewenang-wenang terhadap penduduk
asli Banda, di plot yang kedua, Iksaka lebih menyoroti tindak korupsi yang
dilakukan para pejabat VOC, yang di kemudian hari menyebabkan jatuhnya VOC.</p>
<p style="font-family: Calibri; font-size: 11.0pt; margin: 0in;"> </p>
<p style="font-family: Calibri; font-size: 11.0pt; margin: 0in;"> </p>
<p> N.B.:</p><p>Iksaka mengaku belum membaca buku Multatuli :) <br /></p>Nana Podunggehttp://www.blogger.com/profile/14235543550591163972noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4072577910783793317.post-31653384998657706652022-04-22T06:15:00.003-07:002022-04-22T06:15:33.024-07:00T R I F L E S<p> </p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgqH7xxX7frVBvB8twsATV-lNW1obWbbQFpXMGFQhdKe0RZSkg-E5toNt5IWFOyB9SVyv5tVmuVcb6CiaVqpvqbPH6PH4gBc5AQA3sCAJduYvKVGqHeb-f4We07_y4IPdQbTunWe_gytEZGxuRBuhjL6XEiRV9kr6R5CLkOx_TEDT6O6bTSUE-WRl9-/s364/trifles.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="231" data-original-width="364" height="254" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgqH7xxX7frVBvB8twsATV-lNW1obWbbQFpXMGFQhdKe0RZSkg-E5toNt5IWFOyB9SVyv5tVmuVcb6CiaVqpvqbPH6PH4gBc5AQA3sCAJduYvKVGqHeb-f4We07_y4IPdQbTunWe_gytEZGxuRBuhjL6XEiRV9kr6R5CLkOx_TEDT6O6bTSUE-WRl9-/w400-h254/trifles.jpg" width="400" /></a></div><br /><p></p><p>
</p><p style="font-family: "Comic Sans MS"; font-size: 11.0pt; margin: 0in;">'TRIFLES' is
always in the curriculum of DRAMA ANALYSIS CLASS that I handle in the even
semester. </p>
<p style="font-family: "Comic Sans MS"; font-size: 11.0pt; margin: 0in;"> </p>
<p style="font-family: "Comic Sans MS"; font-size: 11.0pt; margin: 0in;"><span style="font-weight: bold;">PLOT</span></p>
<p style="font-family: "Comic Sans MS"; font-size: 11.0pt; margin: 0in;"> </p>
<p style="font-family: "Comic Sans MS"; font-size: 11.0pt; margin: 0in;">This one-act
drama written by Susan Glaspell tells us about a murder of a husband, John
Wright. His wife, Mrs. Wright -- her maiden name was Minnie Foster -- was the
suspect since she was the last person seen when a neighbor -- Mr. Hale -- found
Mr. Wright dead in his house. The following day after the finding, Mr. Hale
came back to the house together with the Sheriff and County Attorney to gather
evidence -- either to make themselves convinced that Mrs. Wright was the
murderer or on the way around: they might find fingerprints of the 'real
murderer'. These three men were accompanied by Mrs. Hale -- the wife of the
neighbor -- and Mrs. Peter -- the wife of the Sheriff. The two women were about
to collect some personal belongings of Mrs. Wright who apparently was already
in custody; these personal belongings were, among other things. clothes, some
stuff to quilt, etc.</p>
<p style="font-family: "Comic Sans MS"; font-size: 11.0pt; margin: 0in;"> </p>
<p style="font-family: "Comic Sans MS"; font-size: 11.0pt; margin: 0in;">Glaspell
intentionally showed the contradictory traits between men and women: the
three men paid more attention to anything 'big' or 'serious' to collect
evidence, because the crime done was also a serious one: murder. On the
contrary, the two women took a very close look at some 'trivial things (alias
'trifles') such as, preserves, bread set, a large sewing basket and a piece
cloth Mrs. Wright was quilting. In the end, it turned out that the women even
found the evidence that strongly showed Mrs. Wright was the murderer from those
trifles, while the men did not find any. However, to show 'loyalty to the same
gender' -- as accused by the County Attorney when Mrs. Hale defended Mrs.
Wright when the County Attorney said bad things about how messy the kitchen of
Mr. Wright's house was -- the two women kept the evidence for themselves.
</p>
<p style="font-family: "Comic Sans MS"; font-size: 11.0pt; margin: 0in;"> </p>
<p style="font-family: "Comic Sans MS"; font-size: 11.0pt; margin: 0in;"><span style="font-weight: bold;">DESPERATE HOUSEWIFE </span>-- an analysis</p>
<p style="font-family: "Comic Sans MS"; font-size: 11.0pt; margin: 0in;"> </p>
<p style="font-family: "Comic Sans MS"; font-size: 11.0pt; margin: 0in;">From the
conversation between Mrs. Hale and Mrs. Peters, one can conclude that John
Wright had a contradictory trait from his wife, Minnie Foster. Before marrying
John, Minnie was a very cheerful girl, singing in a choir, wearing pretty
dresses as well as colorful ribbons on her hair. Meanwhile, John belonged to a
very quiet man. He refused the offer of Mr. Hale to 'go on a party telephone'
by saying that 'folks talked too much'. Apparently he didn't like noise at all.
</p>
<p style="font-family: "Comic Sans MS"; font-size: 11.0pt; margin: 0in;"> </p>
<p style="font-family: "Comic Sans MS"; font-size: 11.0pt; margin: 0in;">Because of
that, it can be concluded that during their marriage -- for about thirty years
-- Minnie was forced to be someone else who was not herself in the past. She
could not sing, she could not enjoy having a company -- let us say when a
neighbor dropped by at her house. Mrs. Hale herself as a neighbor said that she
did not really like visiting the Wrights' house since John did not like it. </p>
<p style="font-family: "Comic Sans MS"; font-size: 11.0pt; margin: 0in;"> </p>
<p style="font-family: "Comic Sans MS"; font-size: 11.0pt; margin: 0in;">When the two
women found a dead canary hidden inside a box in the sewing basket, they
directly drew a conclusion what made Minnie killed her husband. John killed
Minnie's only entertainment. (Mrs. Hale said that only a year ago Minnie bought
the canary, 29 years after the wedding, after 29 years living in a quietness
and being repressive.) It can be interpreted that John killed Minnie's soul. No
longer could Minnie control her emotion, she killed her husband. </p>
<p style="font-family: "Comic Sans MS"; font-size: 11.0pt; margin: 0in;"> </p>
<p style="font-family: "Comic Sans MS"; font-size: 11.0pt; margin: 0in;"><span style="font-weight: bold;">HISTORICAL BACKGROUND</span></p>
<p style="font-family: "Comic Sans MS"; font-size: 11.0pt; margin: 0in;"> </p>
<p style="font-family: "Comic Sans MS"; font-size: 11.0pt; margin: 0in;">The choice
of 'kitchen' as the main setting by Glaspell refers to the setting considered
as the only women's sphere in that era. 'Trifles' was written in 1916, the
decade considered to be important before American women got their right to vote
in 1920 after struggling to get it since the first summit in 1848. Despite the
fact that women had spent some decades for that demand, the government did not
really pay attention to it. </p>
<p style="font-family: "Comic Sans MS"; font-size: 11.0pt; margin: 0in;"> </p>
<p style="font-family: "Comic Sans MS"; font-size: 11.0pt; margin: 0in;">Through this
play, Glaspell wanted to criticize the government that it was high time for
them to give right to women to be involved in 'men's spheres'. Although 'only'
gathering evidence through trivial things -- homemaking stuff -- in the
so-called unimportant setting, the two women found evidence as well as the
motif why Minnie Foster killed the husband. </p>
<p style="font-family: "Comic Sans MS"; font-size: 11.0pt; margin: 0in;"> </p>
<p style="font-family: "Comic Sans MS"; font-size: 11.0pt; margin: 0in;">A woman
indeed will be able to do anything that people might think impossible when she
is cornered, when she is forced.</p>
<p style="font-family: "Comic Sans MS"; font-size: 11.0pt; margin: 0in;"> </p>
<p style="font-family: "Comic Sans MS"; font-size: 11.0pt; margin: 0in;">PT56 21.24
220411</p>
Nana Podunggehttp://www.blogger.com/profile/14235543550591163972noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4072577910783793317.post-13417299449799300962014-09-23T18:44:00.007-07:002014-09-23T18:44:56.014-07:00Violent Humans in THE LOTTERYBased on THE LOTTERY, a short story by Shirley Jackson<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Tempus Sans ITC";">HUMANS ARE
INHERENTLY VIOLENT?<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Tempus Sans ITC";">Babies are born,
innocent; “like a white paper” people say. Then it depends on people around
those babies: whether they will teach the babies about love to others
regardless different races, skin color, etc; or they will generate hatred to
others only due to the fact that others are different from them. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Tempus Sans ITC";"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Tempus Sans ITC";">However many
people are of opinion that in fact when humans were born, violent ‘talent’ was
innate in them. Therefore, even though those babies are raised by loving and
compassionate people, and they are taught about love, it is still possible that
they will be cruel.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Tempus Sans ITC";"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Tempus Sans ITC";">The story of THE
LOTTERY described the violent nature of people very well. The villagers did not
think of their peers compassionately; “We only do our rituals that our
ancestors have practiced,” Old Man Warner – who has participated in such ritual
for 77 times – said. Those people seemed like they have lost their kindness. After
someone “won” the lottery, without thinking more, the villagers directly threw
stones to the winner. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Tempus Sans ITC";"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Tempus Sans ITC";">CAN WE EXPECT
PEOPLE TO BECOME NONVIOLENT?<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Tempus Sans ITC";"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Tempus Sans ITC";">When it is
related to “rituals” a group of people have done for long, (where in practicing
the ritual those people do something cruel to others), critical thinking is
needed. People are supposed to use their common sense to question the practice
of the violent ritual. To be able to think critically, one needs guts to
deconstruct the status quo.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Tempus Sans ITC";"><br /></span></div>
<br />
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Tempus Sans ITC";">In THE LOTTERY,
Tesse Hutchinson was one woman who had guts to question the ritual. Unfortunately,
she was the one who “won” the lottery.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Tempus Sans ITC";"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
GG 08.40 24/09/2014</div>
Nana Podunggehttp://www.blogger.com/profile/14235543550591163972noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4072577910783793317.post-51340505620199212402012-07-07T00:44:00.003-07:002012-07-07T00:44:35.995-07:00Lelaki Tercipta untuk Meninggalkan Perempuan?<br />
<div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;">
<b><span style="color: red; font-family: "Segoe Print"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">LELAKI TERCIPTA UNTUK MENINGGALKAN PEREMPUAN?<o:p></o:p></span></b></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;">
<b><span style="color: red; font-family: "Segoe Print"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></b></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<br /></div>
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjsBLCqOSqG3qYcPaz8j70znz-1jBqpZ9uJEPJn4ic8frNA50PrlBsXypRa03CmEgeJlTwet4HI-jnfTM8vEMhvZPX_6Z5KiA1rlaFFQ0rFvyjMM2WWdXRGhHBHb1M3hSfp90IpoMpyFiw/s1600/toni-morrison-sula.jpeg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="400" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjsBLCqOSqG3qYcPaz8j70znz-1jBqpZ9uJEPJn4ic8frNA50PrlBsXypRa03CmEgeJlTwet4HI-jnfTM8vEMhvZPX_6Z5KiA1rlaFFQ0rFvyjMM2WWdXRGhHBHb1M3hSfp90IpoMpyFiw/s400/toni-morrison-sula.jpeg" width="255" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Sula novel by Toni Morrison</td></tr>
</tbody></table>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Segoe Print";">“Men were created
only to leave their women.” Kata Sula pada Nel, sahabatnya sejak kecil dalam
novel yang berjudul SULA karangan Toni Morrison. Sula menggunakan ‘excuse’ ini
sebagai alasan ketika Nel bertanya kepada Sula mengapa Sula dengan tega tidur
bersama Jude, suaminya Nel. So, tidak peduli dengan siapa pun Jude
berselingkuh, akhirnya Jude toh tetap akan meninggalkan Nel.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Segoe Print";"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Segoe Print";">Mungkin cara
berpikir Oka Rusmini tidak jauh berbeda dari Toni Morrison lewat penokohan Sula
dalam novelnya ketika dia menulis cerpen (yang panjang) yang berjudul “Tiga
Perempuan”. (Cerpen pertama dalam buku KumCer “Akar Pule”) Pudak – atau sering
disebut ‘jegeg’ maupun ‘tugeg’ si anak pertama – adalah tokoh sentral, si “aku”
dalam cerpen ini. Pudak memiliki seorang adik perempuan bernama Melati. Ketika
mereka masih termata muda, Pudak berusia 8 tahun sedangkan Melati 4 tahun, ayah
mereka – yang disebut ‘Aji’ – meninggalkan istri yang ibu Pudak dan Melati demi
perempuan lain. Karena tidak tahan diperlakukan demikian, ibu mereka pun menyerahkan
Pudak dan Melati kepada nenek dari ayah mereka, yang disebut Tuniang, agar dia
bisa bebas menikah dengan lelaki lain. Istri kedua Aji, memberi seorang anak
perempuan lagi yang namanya tidak disebut oleh Oka.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Segoe Print";"><br /></span></div>
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjm2ByUF7mTs_s1aHhD3y9-cL2goSYse0SiKZNKTnuzrkDpcGVXmoglkfIfqlGmBJHfQtawSrpC4q4xf-jbD-7Eg1REK7N-_NwTJZMvUhzXVKlr3RQR7TKvwikImM-AJAyZv-WuhyphenhyphenxtY0k/s1600/Akar+Pule.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><img border="0" height="400" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjm2ByUF7mTs_s1aHhD3y9-cL2goSYse0SiKZNKTnuzrkDpcGVXmoglkfIfqlGmBJHfQtawSrpC4q4xf-jbD-7Eg1REK7N-_NwTJZMvUhzXVKlr3RQR7TKvwikImM-AJAyZv-WuhyphenhyphenxtY0k/s400/Akar+Pule.jpg" width="276" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Kumpulan Cerpen karya Oka Rusmini</td></tr>
</tbody></table>
<div class="MsoNormal">
</div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Segoe Print";">Tanpa alasan yang
jelas Pudak bercerita bahwa suami yang telah dia pilih untuk dia nikahi selama
puluhan tahun memiliki kekasih maya, (Pudak pernah menolak perjodohan yang
diatur oleh neneknya dengan lelaki yang beragama dan kasta sama) dimana mereka
berdua selalu berhubungan di malam hari, mulai pukul sepuluh malam ketika Pudak
baru saja tertidur dengan kedua anaknya, Jasmine dan Plato, hingga pukul empat
pagi. Bahkan mereka berdua menyebut diri sebagai “sejoli malam”. Meski telah
jelas-jelas menemukan bukti perselingkuhannya – lewat email, sms, maupun YM –
sang suami selalu menolak mengakuinya. Terus bersikukuh bahwa hubungan yang
mereka miliki adalah hubungan bisnis semata. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Segoe Print";"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Segoe Print";">Meski digambarkan
Pudak terus menerus mengeluh, Oka tidak membuatnya sebagai seorang tokoh
perempuan yang gagah berani, misalnya dengan berani memutuskan bercerai. Apakah
karena dia telah dibuang oleh keluarganya karena menikahi lelaki yang berbeda
agama hingga berarti dia juga telah kehilangan posisi terhormatnya sebagai
perempuan yang berasal dari kasta tertinggi? Hanya satu kali dikisahkan Pudak
akan bunuh diri dengan mnjatuhkan mobil yang dia naiki bersama kedua anaknya ke
jurang. Usaha bunuh diri ini digagalkan oleh seorang perempuan yang menatap
matanya dengan tajam dan menyuruhnya untuk menatap wajah kedua anaknya yang
duduk di bangku belakang mobil.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Segoe Print";"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Segoe Print";">Melati – sang adik –
menikahi lelaki dari agama dan kasta yang sama. Dan ternyata hal ini tidak
berarti bahwa dia memiliki perkawinan yang lebih bahagia dari pada kakaknya.
Oka tidak menjelaskan apa sebabnya sehingga Melati memutuskan bercerai. (Dalam
hal ini Melati terlihat lebih ‘berani’ memutuskan sesuatu demi kelangsungan
hidupnya sendiri.)<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Segoe Print";"><br /></span></div>
<blockquote class="tr_bq">
<span style="font-family: "Segoe Print";">“AJI memang bukan
bapak yang baik. Mungkin kalian tahu dan paham itu,” ... “Aji tidak akan pernah
melarang kalian pulang. Pulanglah kalian, kapan pun kalian mau. (Halaman 15) </span></blockquote>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Segoe Print";"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Segoe Print";">Mungkin menyadari
bahwa ketidakbahagiaan anak-anaknya juga berasal dari apa yang dia lakukan di
masa lalu, maka sang ayah pun menawarkan ‘sanctuary’ untuk anak-anaknya. Jika
bagi keluarga ‘terhormat’ (dalam hal agama dan kasta) lain menerima kembali
anak perempuan yang telah menikah merupakan aib, (anak perempuan yang telah
menikah dalam budaya Bali dianggap telah menjadi milik keluarga laki-laki/sang
suami), si tokoh AJI disini memilih sifat yang bertolak belakang. Demi untuk
menebus dosa masa lalu?<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Segoe Print";"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Segoe Print";">Si anak perempuan
ketiga – adik tiri Pudak dan Melati – dikisahkan bunuh diri setelah membunuh
anaknya yang berusia satu tahun. Dia tidak mampu menahan duka hatinya setelah
menangkap basah suaminya berselingkuh sepanjang lima tahun usia pernikahannya. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Segoe Print";"><br /></span></div>
<blockquote class="tr_bq">
<span style="font-family: "Segoe Print";">“Kalau kalian punya
problem, datanglah padaku. Rumah besar dan tabunganku masih bisa menghidupi
seratus cucuku.” Kata sang Aji dingin, seusai upacara pemakaman anak perempuan
bungsunya. (halaman 44)</span></blockquote>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Segoe Print";"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Segoe Print";">Dalam cerpen yang
lumayan panjang ini, tidak hanya tiga perempuan ini saja yang memiliki kisah
ditinggalkan oleh lelakinya. Masih ada beberapa tokoh perempuan lain yang
dikisahkan memiliki nasib yang sama, tak pandang apakah dia seorang perempuan
yang cantik jelita, kaya, berpendidikan tinggi, maupun perempuan yang buruk
rupa, miskin, dan tidak berpendidikan. Pada dasarnya mereka akan memiliki kisah
yang sama – ditinggalkan oleh lelaki yang pernah berjanji bahwa mereka akan
menjadi satu-satunya perempuan yang mereka puja.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Segoe Print";"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Segoe Print";">Jika kita membaca karya-karya
Oka Rusmini, kita akan mendapati beberapa tema utama yang hampir setipe dengan
cerpennya yang berjudul “Tiga Perempuan” ini. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="mso-list: l0 level1 lfo1; text-indent: -18.0pt;">
<!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "Segoe Print"; mso-bidi-font-family: "Segoe Print"; mso-fareast-font-family: "Segoe Print";">1.<span style="font-family: 'Times New Roman'; font-size: 7pt;"> </span></span><!--[endif]--><span style="font-family: "Segoe Print";">Dikhianati oleh lelaki<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="mso-list: l0 level1 lfo1; text-indent: -18.0pt;">
<!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "Segoe Print"; mso-bidi-font-family: "Segoe Print"; mso-fareast-font-family: "Segoe Print";">2.<span style="font-family: 'Times New Roman'; font-size: 7pt;"> </span></span><!--[endif]--><span style="font-family: "Segoe Print";">Dibuang oleh keluarga karena (seorang
perempuan) menikahi laki-laki yang beragama lain atau berasal dari kasta yang
lebih rendah<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="mso-list: l0 level1 lfo1; text-indent: -18.0pt;">
<!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "Segoe Print"; mso-bidi-font-family: "Segoe Print"; mso-fareast-font-family: "Segoe Print";">3.<span style="font-family: 'Times New Roman'; font-size: 7pt;"> </span></span><!--[endif]--><span style="font-family: "Segoe Print";">Kultur Bali yang sangat patriarki – misal seorang
perempuan otomatis menjadi milik keluarga suami yang menikahinya, dan jika sampai
terjadi perceraian, anak-anak secara hukum adat menjadi milik keluarga ayah<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Segoe Print";"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Segoe Print";">Latar belakang Oka Rusmini
yang perempuan Bali, berasal dari kasta Brahmana, kemudian menikah dengan
laki-laki non Bali tentu sangat mempengaruhi karya-karyanya. Dikarenakan tema
yang sering ‘gloomy’ maka kata-kata yang dipilih pun bernuansa murung, sedih, dan
luka. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Segoe Print";">Kembali ke awal
tulisan, apakah memang laki-laki tercipta untuk meninggalkan perempuannya (baca
</span><span style="font-family: Wingdings; mso-ascii-font-family: "Segoe Print"; mso-char-type: symbol; mso-hansi-font-family: "Segoe Print"; mso-symbol-font-family: Wingdings;">è</span><span style="font-family: "Segoe Print";"> istri) untuk perempuan lain (atau laki-laki
lain?)<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Segoe Print";"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Segoe Print";">PT28 14.14 070712<o:p></o:p></span></div>Nana Podunggehttp://www.blogger.com/profile/14235543550591163972noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-4072577910783793317.post-15845768141638154642012-06-25T20:20:00.002-07:002023-12-11T02:32:26.342-08:00Perempuan Buruh = Budak?<div class="mbl notesBlogText clearfix">
<div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjRhJUJfHt1aYUXUcLSTR4w0kOA1JjqfsWv_ea2S7SA-oXo049MJHBT1xpBxcIs4zZBtYiid1hEq9t_S4Jp2m0ktY62iPgV0dGKWwrnuOMFbBuMF36OUI6ftm4yE4xUSXxtu6J2weV0Vt1KkqtrLtlXsjBCUOkFsmeLs-Fnz6I0xhCcc7gpOYEPSogHDeA/s475/perempuan%20kopi1.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="475" data-original-width="291" height="400" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjRhJUJfHt1aYUXUcLSTR4w0kOA1JjqfsWv_ea2S7SA-oXo049MJHBT1xpBxcIs4zZBtYiid1hEq9t_S4Jp2m0ktY62iPgV0dGKWwrnuOMFbBuMF36OUI6ftm4yE4xUSXxtu6J2weV0Vt1KkqtrLtlXsjBCUOkFsmeLs-Fnz6I0xhCcc7gpOYEPSogHDeA/w245-h400/perempuan%20kopi1.jpg" width="245" /></a></div><br /> </div><div>Ini respons yang
langsung melintas dalam benakku seusai membaca cerpen "Kebun Teh", salah
satu cerpen yang terhimpun dalam KumCer <b>Perempuan Kopi</b>.<br />
<br />
Salah
satu (atau dua ya?) pembaca yang menghadiri acara bincang-bincang buku <b>Perempuan Kopi</b> pada hari Jumat 22 Juni 2012 telah sempat menyinggung
topik cerpen yang satu ini: bahwa perempuan yang hidup di perkebunan dan
bekerja menjadi buruh -- atau apa pun posisinya -- tak pernah secara
utuh memiliki tubuhnya, dan juga hidupnya. Bahkan, seorang perempuan
bisa jadi juga bukan milik suami yang secara legal menikahinya.<br />
<br />
Hal
ini mengingatkanku ketika membaca novel <b>Uncle Tom's Cabin</b> karya
Harriet Beecher Stowe, yang konon merupakan salah satu trigger pecahnya
perang saudara di Amerika Serikat pada tahu 1860 - 1865. Para budak itu
sama sekali tak punya hak untuk memiliki hidupnya, hidup mereka adalah
milik tuan tanah yang juga memiliki mereka. Terserah para tuan tanah
akan melakukan apa pun terhadap hidup para budak itu; misal dijadikan
sapi perah untuk terus bekerja dari pagi hingga petang, dijadikan mesin
penghasil bayi (agar lebih banyak bayi yang dilahirkan dimana nantinya
akan tumbuh menjadi budak yang dimiliki), atau hanya 'sekedar' menjadi
budak seks sang tuan tanah.<br />
<br />
Meski sangat menentang praktik
perbudakan -- dalam bentuk apa pun juga -- aku berpikir yang dilakukan
oleh para tuan tanah di Amerika Serikat bagian Selatan waktu itu masih
bisa 'dikunyah' akal.<br />
<br />
Namun jika ternyata praktik yang
tidak jauh beda itu juga dilakukan di perkebunan-perkebunan di
Indonesia, dimana para pekerja disana mendapat upah -- yang meski
mungkin tidak layak -- akan tetapi predikat mereka bukanlah 'budak',
mereka adalah pekerja.<br />
<br />
Dewi Nova (DN) menyatakan bahwa
ketigabelas cerpen yang dia tulis berdasarkan realitas hidup yang dia
amati dalam kehidupannya sehari-hari. Secara lugas DN mengatakan bahwa
topik cerpen dalam "Kebun Teh" pun dia ambil dari kenyataan yang pernah
dia lihat sendiri.<br />
<br />
Seorang peserta bincang-bincang buku
"Perempuan Kopi" mengatakan di Kalimantan (atau Sumatra ya?) dia pernah
mendapati praktik serupa. Namun lebih 'setara'. Ada suami istri yang
posisinya paling tinggi di sebuah perkebunan. Jika sang istri sedang
pergi jauh dalam waktu lumayan lama, sang suami meminta anak buahnya
untuk bergilir mengirim istri-istri mereka untuk 'menemani'nya. Juga
sebaliknya, jika sang suami pergi jauh dalam waktu lama, sang istri akan
meminta anak buah suaminya -- yang laki-laki karena kebetulan sang
istri ini hetero -- untuk 'menemaninya'.<br />
<br />
Ada satu kalimat yang sangat aku sukai dari cerpen "Kebun Teh".<br />
<br />
<blockquote>
Teringat
pesan bapak, jangan pernah melukai tubuh perempuan yang melahirkan
anak-anakmu, aku tak pernah membicarakan hal itu dengan istriku, apalagi
melukai tubuhnya. (halm. 40)</blockquote>
<br />
PT28 15.31 230612<br />
<br />
Beberapa komen yang muncul di<a href="http://afemaleguest.multiply.com/journal/item/835/Perempuan-Buruh-Budak"> lapak sebelah</a>, yang akan digusur tanggal 1 Desember 2012 nanti. :'(<br />
<br />
<br />
<table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" style="width: 100%px;"><tbody>
<tr valign="top"><td class="userboxlogo" width="55"><a href="http://orangjava.multiply.com/"><img alt="orangjava" border="0" height="50" src="http://multiply.com/mu/orangjava/logo/" width="50" /></a></td><td><div class="replybody">
<div class="actioncontainer">
<div class="actionlinks">
<a class="mine" href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4072577910783793317">delete</a>
<a class="reply_link" href="http://afemaleguest.multiply.com/item/reply/afemaleguest:journal:835+0?xurl=http%3A%2F%2Fafemaleguest.multiply.com%2Fjournal%2Fitem%2F835%2FPerempuan-Buruh-Budak" id="reply_link_afemaleguest:journal:835+0">reply</a></div>
<div class="replyboxstamp">
<a href="http://orangjava.multiply.com/">orangjava</a> wrote on Jun 27</div>
</div>
<div class="replybodytext">
<div class="replybodytext" id="reply_body_afemaleguest:journal:835+0">
Pekerja Wanita Indonesia di Arab dijadikan BUDAK....</div>
</div>
</div>
</td></tr>
</tbody></table>
<div class="reply replyboxodd replybox replyboxmine" id="reply_afemaleguest:journal:835+1" style="margin-left: 20px;">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4072577910783793317" id="anchor1" name="reply1"></a><div class="dummy">
<table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" style="width: 100%px;"><tbody>
<tr valign="top"><td class="userboxlogo" width="55"><a href="http://afemaleguest.multiply.com/"><img alt="afemaleguest" border="0" height="50" src="http://multiply.com/mu/afemaleguest/logo/3" width="50" /></a></td><td><div class="replybody">
<div class="actioncontainer">
<div class="actionlinks">
<a class="mine" href="http://afemaleguest.multiply.com/item/edit/afemaleguest:journal:835+1?xurl=http%3A%2F%2Fafemaleguest.multiply.com%2Fjournal%2Fitem%2F835%2FPerempuan-Buruh-Budak">edit</a>
<a class="mine" href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4072577910783793317">delete</a>
<a class="reply_link" href="http://afemaleguest.multiply.com/item/reply/afemaleguest:journal:835+1?xurl=http%3A%2F%2Fafemaleguest.multiply.com%2Fjournal%2Fitem%2F835%2FPerempuan-Buruh-Budak" id="reply_link_afemaleguest:journal:835+1">reply</a></div>
<div class="replyboxstamp">
<a href="http://afemaleguest.multiply.com/">afemaleguest</a> wrote on Jun 27</div>
</div>
<div class="replybodytext">
<div class="quotet">
<div class="quotea">
<a href="http://orangjava.multiply.com/">orangjava</a> said</div>
<img align="left" src="http://images.multiply.com/common/misc/quote-start.gif" /><i>Pekerja Wanita Indonesia di Arab dijadikan BUDAK....</i> <img src="http://images.multiply.com/common/misc/quote-end.gif" /></div>
<div class="replybodytext" id="reply_body_afemaleguest:journal:835+1">
betul itu Pak Dhe :(</div>
</div>
</div>
</td></tr>
</tbody></table>
</div>
</div>
<div class="reply replybox" id="reply_afemaleguest:journal:835+2" style="margin-left: 40px;">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4072577910783793317" id="anchor2" name="reply2"></a><div class="dummy">
<table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" style="width: 100%px;"><tbody>
<tr valign="top"><td class="userboxlogo" width="55"><a href="http://orangjava.multiply.com/"><img alt="orangjava" border="0" height="50" src="http://multiply.com/mu/orangjava/logo/" width="50" /></a></td><td><div class="replybody">
<div class="actioncontainer">
<div class="actionlinks">
<a class="mine" href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4072577910783793317">delete</a>
<a class="reply_link" href="http://afemaleguest.multiply.com/item/reply/afemaleguest:journal:835+2?xurl=http%3A%2F%2Fafemaleguest.multiply.com%2Fjournal%2Fitem%2F835%2FPerempuan-Buruh-Budak" id="reply_link_afemaleguest:journal:835+2">reply</a></div>
<div class="replyboxstamp">
<a href="http://orangjava.multiply.com/">orangjava</a> wrote on Jun 27</div>
</div>
<div class="replybodytext">
<div class="quotet">
<div class="quotea">
<a href="http://afemaleguest.multiply.com/">afemaleguest</a> said</div>
<img align="left" src="http://images.multiply.com/common/misc/quote-start.gif" /><i>betul itu Pak Dhe :(</i> <img src="http://images.multiply.com/common/misc/quote-end.gif" /></div>
<div class="replybodytext" id="reply_body_afemaleguest:journal:835+2">
Memang
malah ada 2TKI yang dibawa Kedubes ARAB SAUDI, gak boleh keluar mereka
kabur, minta bantuan ke POLISI, anehnya masih saja Pemerintah RI
mengirim tenaga² ke ARAB, aku ora mudenk.......</div>
</div>
</div>
</td></tr>
</tbody></table>
</div>
</div>
<div class="reply replyboxodd replybox replyboxmine" id="reply_afemaleguest:journal:835+4" style="margin-left: 60px;">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4072577910783793317" id="anchor4" name="reply4"></a><div class="dummy">
<table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" style="width: 100%px;"><tbody>
<tr valign="top"><td class="userboxlogo" width="55"><a href="http://afemaleguest.multiply.com/"><img alt="afemaleguest" border="0" height="50" src="http://multiply.com/mu/afemaleguest/logo/3" width="50" /></a></td><td><div class="replybody">
<div class="actioncontainer">
<div class="actionlinks">
<a class="mine" href="http://afemaleguest.multiply.com/item/edit/afemaleguest:journal:835+4?xurl=http%3A%2F%2Fafemaleguest.multiply.com%2Fjournal%2Fitem%2F835%2FPerempuan-Buruh-Budak">edit</a>
<a class="mine" href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4072577910783793317">delete</a>
<a class="reply_link" href="http://afemaleguest.multiply.com/item/reply/afemaleguest:journal:835+4?xurl=http%3A%2F%2Fafemaleguest.multiply.com%2Fjournal%2Fitem%2F835%2FPerempuan-Buruh-Budak" id="reply_link_afemaleguest:journal:835+4">reply</a></div>
<div class="replyboxstamp">
<a href="http://afemaleguest.multiply.com/">afemaleguest</a> wrote on Jun 27</div>
</div>
<div class="replybodytext">
<div class="quotet">
<div class="quotea">
<a href="http://orangjava.multiply.com/">orangjava</a> said</div>
<img align="left" src="http://images.multiply.com/common/misc/quote-start.gif" /><i>Memang
malah ada 2TKI yang dibawa Kedubes ARAB SAUDI, gak boleh keluar mereka
kabur, minta bantuan ke POLISI, anehnya masih saja Pemerintah RI
mengirim tenaga² ke ARAB, aku ora mudenk.......</i> <img src="http://images.multiply.com/common/misc/quote-end.gif" /></div>
<div class="replybodytext" id="reply_body_afemaleguest:journal:835+4">
karena pemerintah sendiri ga mampu menyediakan lapangan kerja buat mereka :-(</div>
</div>
</div>
</td></tr>
</tbody></table>
</div>
</div>
<div class="reply replybox" id="reply_afemaleguest:journal:835+3">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4072577910783793317" id="anchor3" name="reply3"></a><div class="dummy">
<table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" style="width: 100%px;"><tbody>
<tr valign="top"><td class="userboxlogo" width="55"><a href="http://orangjava.multiply.com/"><img alt="orangjava" border="0" height="50" src="http://multiply.com/mu/orangjava/logo/" width="50" /></a></td><td><div class="replybody">
<div class="actioncontainer">
<div class="actionlinks">
<a class="mine" href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4072577910783793317">delete</a>
<a class="reply_link" href="http://afemaleguest.multiply.com/item/reply/afemaleguest:journal:835+3?xurl=http%3A%2F%2Fafemaleguest.multiply.com%2Fjournal%2Fitem%2F835%2FPerempuan-Buruh-Budak" id="reply_link_afemaleguest:journal:835+3">reply</a></div>
<div class="replyboxstamp">
<a href="http://orangjava.multiply.com/">orangjava</a> wrote on Jun 27, edited on Jun 27</div>
</div>
<div class="replybodytext">
<div class="replybodytext" id="reply_body_afemaleguest:journal:835+3">
<a href="http://www.kemlu.go.id/berlin/Pages/News.aspx?IDP=5639&l=id" rel="nofollow">http://www.kemlu.go.id/berlin/Pages/News.aspx?IDP=5639&l=id</a><br /><br /><a href="http://news.detik.com/read/2011/07/09/184212/1678025/10/ada-tki-disiksa-keluarga-diplomat-arab-saudi-di-berlin?n991103605" rel="nofollow">http://news.detik.com/read/2011/07/09/184212/1678025/10/ada-tki-disiksa-keluarga-diplomat-arab-saudi-di-berlin?n991103605</a></div>
</div>
</div>
</td></tr>
</tbody></table>
</div>
</div>
<div class="reply replyboxodd replybox replyboxmine" id="reply_afemaleguest:journal:835+5" style="margin-left: 20px;">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4072577910783793317" id="anchor5" name="reply5"></a><div class="dummy">
<table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" style="width: 100%px;"><tbody>
<tr valign="top"><td class="userboxlogo" width="55"><a href="http://afemaleguest.multiply.com/"><img alt="afemaleguest" border="0" height="50" src="http://multiply.com/mu/afemaleguest/logo/3" width="50" /></a></td><td><div class="replybody">
<div class="actioncontainer">
<div class="actionlinks">
<a class="mine" href="http://afemaleguest.multiply.com/item/edit/afemaleguest:journal:835+5?xurl=http%3A%2F%2Fafemaleguest.multiply.com%2Fjournal%2Fitem%2F835%2FPerempuan-Buruh-Budak">edit</a>
<a class="mine" href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4072577910783793317">delete</a>
<a class="reply_link" href="http://afemaleguest.multiply.com/item/reply/afemaleguest:journal:835+5?xurl=http%3A%2F%2Fafemaleguest.multiply.com%2Fjournal%2Fitem%2F835%2FPerempuan-Buruh-Budak" id="reply_link_afemaleguest:journal:835+5">reply</a></div>
<div class="replyboxstamp">
<a href="http://afemaleguest.multiply.com/">afemaleguest</a> wrote on Jun 27</div>
</div>
<div class="replybodytext">
<div class="replybodytext" id="reply_body_afemaleguest:journal:835+5">
meluncuuurrr</div>
</div>
</div>
</td></tr>
</tbody></table>
</div>
</div>
<div class="reply replybox" id="reply_afemaleguest:journal:835+6">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4072577910783793317" id="anchor6" name="reply6"></a><div class="dummy">
<table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" style="width: 100%px;"><tbody>
<tr valign="top"><td class="userboxlogo" width="55"><a href="http://orangjava.multiply.com/"><img alt="orangjava" border="0" height="50" src="http://multiply.com/mu/orangjava/logo/" width="50" /></a></td><td><div class="replybody">
<div class="actioncontainer">
<div class="actionlinks">
<a class="mine" href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4072577910783793317">delete</a>
<a class="reply_link" href="http://afemaleguest.multiply.com/item/reply/afemaleguest:journal:835+6?xurl=http%3A%2F%2Fafemaleguest.multiply.com%2Fjournal%2Fitem%2F835%2FPerempuan-Buruh-Budak" id="reply_link_afemaleguest:journal:835+6">reply</a></div>
<div class="replyboxstamp">
<a href="http://orangjava.multiply.com/">orangjava</a> wrote on Jun 27</div>
</div>
<div class="replybodytext">
<div class="replybodytext" id="reply_body_afemaleguest:journal:835+6">
Dulu sampe persoalan ini gede..<a href="http://www.spiegel.de/spiegel/print/d-79175749.html.....coba" rel="nofollow">http://www.spiegel.de/spiegel/print/d-79175749.html.....coba</a> pake Tante GOOGLE...</div>
</div>
</div>
</td></tr>
</tbody></table>
</div>
</div>
<div class="reply replyboxodd replybox" id="reply_afemaleguest:journal:835+7">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4072577910783793317" id="anchor7" name="reply7"></a><div class="dummy">
<table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" style="width: 100%px;"><tbody>
<tr valign="top"><td class="userboxlogo" width="55"><a href="http://rengganiez.multiply.com/"><img alt="rengganiez" border="0" height="50" src="http://multiply.com/mu/rengganiez/logo/" width="50" /></a></td><td><div class="replybody">
<div class="actioncontainer">
<div class="actionlinks">
<a class="mine" href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4072577910783793317">delete</a>
<a class="reply_link" href="http://afemaleguest.multiply.com/item/reply/afemaleguest:journal:835+7?xurl=http%3A%2F%2Fafemaleguest.multiply.com%2Fjournal%2Fitem%2F835%2FPerempuan-Buruh-Budak" id="reply_link_afemaleguest:journal:835+7">reply</a></div>
<div class="replyboxstamp">
<a href="http://rengganiez.multiply.com/">rengganiez</a> wrote on Jun 27</div>
</div>
<div class="replybodytext">
<div class="quotet">
<div class="quotea">
<a href="http://afemaleguest.multiply.com/">afemaleguest</a> said</div>
<img align="left" src="http://images.multiply.com/common/misc/quote-start.gif" /><i>dijadikan mesin penghasil bayi (agar lebih banyak bayi yang dilahirkan dimana nantinya akan tumbuh menjadi budak yang dimiliki)</i> <img src="http://images.multiply.com/common/misc/quote-end.gif" /></div>
<div class="replybodytext" id="reply_body_afemaleguest:journal:835+7">
di Indonesia juga ada :-(</div>
</div>
</div>
</td></tr>
</tbody></table>
</div>
</div>
<div class="reply replybox replyboxmine" id="reply_afemaleguest:journal:835+8" style="margin-left: 20px;">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4072577910783793317" id="anchor8" name="reply8"></a><div class="dummy">
<table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" style="width: 100%px;"><tbody>
<tr valign="top"><td class="userboxlogo" width="55"><a href="http://afemaleguest.multiply.com/"><img alt="afemaleguest" border="0" height="50" src="http://multiply.com/mu/afemaleguest/logo/3" width="50" /></a></td><td><div class="replybody">
<div class="actioncontainer">
<div class="actionlinks">
<a class="mine" href="http://afemaleguest.multiply.com/item/edit/afemaleguest:journal:835+8?xurl=http%3A%2F%2Fafemaleguest.multiply.com%2Fjournal%2Fitem%2F835%2FPerempuan-Buruh-Budak">edit</a>
<a class="mine" href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4072577910783793317">delete</a>
<a class="reply_link" href="http://afemaleguest.multiply.com/item/reply/afemaleguest:journal:835+8?xurl=http%3A%2F%2Fafemaleguest.multiply.com%2Fjournal%2Fitem%2F835%2FPerempuan-Buruh-Budak" id="reply_link_afemaleguest:journal:835+8">reply</a></div>
<div class="replyboxstamp">
<a href="http://afemaleguest.multiply.com/">afemaleguest</a> wrote on Jun 27</div>
</div>
<div class="replybodytext">
<div class="replybodytext" id="reply_body_afemaleguest:journal:835+8">
sedihnyaaa :-(</div>
</div>
</div>
</td></tr>
</tbody></table>
</div>
</div>
<div class="reply replyboxodd replybox" id="reply_afemaleguest:journal:835+9">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4072577910783793317" id="anchor9" name="reply9"></a><div class="dummy">
<table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" style="width: 100%px;"><tbody>
<tr valign="top"><td class="userboxlogo" width="55"><a href="http://martoart.multiply.com/"><img alt="martoart" border="0" height="50" src="http://multiply.com/mu/martoart/logo/" width="50" /></a></td><td><div class="replybody">
<div class="actioncontainer">
<div class="actionlinks">
<a class="mine" href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4072577910783793317">delete</a>
<a class="reply_link" href="http://afemaleguest.multiply.com/item/reply/afemaleguest:journal:835+9?xurl=http%3A%2F%2Fafemaleguest.multiply.com%2Fjournal%2Fitem%2F835%2FPerempuan-Buruh-Budak" id="reply_link_afemaleguest:journal:835+9">reply</a></div>
<div class="replyboxstamp">
<a href="http://martoart.multiply.com/">martoart</a> wrote on Jun 27</div>
</div>
<div class="replybodytext">
<div class="replybodytext" id="reply_body_afemaleguest:journal:835+9">
setidaknya
di dunia jaman sekarang secara resmi sudah dinyatakan terlarang. hukum
yg beradab pada moral kemanusiaan suah diterapkan, meski ada praktek yg
melanggarnya.<br /><br />yg sedih adalah di dunia jaman sekarang masih ada
yg secara resmi menerapkan hukum tidak beradab. tki yg dikirim, secara
hukum negeri penerima bukan lagi dihitung pekerja, tapi dibeli sebagai
budak.</div>
</div>
</div>
</td></tr>
</tbody></table>
</div>
</div>
<div class="reply replybox" id="reply_afemaleguest:journal:835+10" style="margin-left: 20px;">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4072577910783793317" id="anchor10" name="reply10"></a><div class="dummy">
<table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" style="width: 100%px;"><tbody>
<tr valign="top"><td class="userboxlogo" width="55"><a href="http://orangjava.multiply.com/"><img alt="orangjava" border="0" height="50" src="http://multiply.com/mu/orangjava/logo/" width="50" /></a></td><td><div class="replybody">
<div class="actioncontainer">
<div class="actionlinks">
<a class="mine" href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4072577910783793317">delete</a>
<a class="reply_link" href="http://afemaleguest.multiply.com/item/reply/afemaleguest:journal:835+10?xurl=http%3A%2F%2Fafemaleguest.multiply.com%2Fjournal%2Fitem%2F835%2FPerempuan-Buruh-Budak" id="reply_link_afemaleguest:journal:835+10">reply</a></div>
<div class="replyboxstamp">
<a href="http://orangjava.multiply.com/">orangjava</a> wrote on Jun 27</div>
</div>
<div class="replybodytext">
<div class="quotet">
<div class="quotea">
<a href="http://martoart.multiply.com/">martoart</a> said</div>
<img align="left" src="http://images.multiply.com/common/misc/quote-start.gif" /><i>setidaknya
di dunia jaman sekarang secara resmi sudah dinyatakan terlarang. hukum
yg beradab pada moral kemanusiaan suah diterapkan, meski ada praktek yg
melanggarnya.<br /><br />yg sedih adalah di dunia jaman sekarang masih ada
yg secara resmi menerapkan hukum tidak beradab. tki yg dikirim, secara
hukum negeri penerima bukan lagi dihitung pekerja, tapi dibeli sebagai
budak.</i> <img src="http://images.multiply.com/common/misc/quote-end.gif" /></div>
<div class="replybodytext" id="reply_body_afemaleguest:journal:835+10">
Malah BUDAKnya sampe dibawa ke Berlin segala...untung bisa kabur...</div>
</div>
</div>
</td></tr>
</tbody></table>
</div>
</div>
<div class="reply replyboxodd replybox replyboxmine" id="reply_afemaleguest:journal:835+15" style="margin-left: 20px;">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4072577910783793317" id="anchor15" name="reply15"></a><div class="dummy">
<table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" style="width: 100%px;"><tbody>
<tr valign="top"><td class="userboxlogo" width="55"><a href="http://afemaleguest.multiply.com/"><img alt="afemaleguest" border="0" height="50" src="http://multiply.com/mu/afemaleguest/logo/3" width="50" /></a></td><td><div class="replybody">
<div class="actioncontainer">
<div class="actionlinks">
<a class="mine" href="http://afemaleguest.multiply.com/item/edit/afemaleguest:journal:835+15?xurl=http%3A%2F%2Fafemaleguest.multiply.com%2Fjournal%2Fitem%2F835%2FPerempuan-Buruh-Budak">edit</a>
<a class="mine" href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4072577910783793317">delete</a>
<a class="reply_link" href="http://afemaleguest.multiply.com/item/reply/afemaleguest:journal:835+15?xurl=http%3A%2F%2Fafemaleguest.multiply.com%2Fjournal%2Fitem%2F835%2FPerempuan-Buruh-Budak" id="reply_link_afemaleguest:journal:835+15">reply</a></div>
<div class="replyboxstamp">
<a href="http://afemaleguest.multiply.com/">afemaleguest</a> wrote on Jun 28</div>
</div>
<div class="replybodytext">
<div class="replybodytext" id="reply_body_afemaleguest:journal:835+15">
how I hate that foolish so-called 'religious' chauvinist country! :-(((</div>
</div>
</div>
</td></tr>
</tbody></table>
</div>
</div>
<div class="reply replybox" id="reply_afemaleguest:journal:835+11">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4072577910783793317" id="anchor11" name="reply11"></a><div class="dummy">
<table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" style="width: 100%px;"><tbody>
<tr valign="top"><td class="userboxlogo" width="55"><a href="http://agamfat.multiply.com/"><img alt="agamfat" border="0" height="50" src="http://multiply.com/mu/agamfat/logo/" width="50" /></a></td><td><div class="replybody">
<div class="actioncontainer">
<div class="actionlinks">
<a class="mine" href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4072577910783793317">delete</a>
<a class="reply_link" href="http://afemaleguest.multiply.com/item/reply/afemaleguest:journal:835+11?xurl=http%3A%2F%2Fafemaleguest.multiply.com%2Fjournal%2Fitem%2F835%2FPerempuan-Buruh-Budak" id="reply_link_afemaleguest:journal:835+11">reply</a></div>
<div class="replyboxstamp">
<a href="http://agamfat.multiply.com/">agamfat</a> wrote on Jun 27</div>
</div>
<div class="replybodytext">
<div class="replybodytext" id="reply_body_afemaleguest:journal:835+11">
Di Saudi praktek ginian melenggang bebas, dg segala ayat dan pembela</div>
</div>
</div>
</td></tr>
</tbody></table>
</div>
</div>
<div class="reply replyboxodd replybox replyboxmine" id="reply_afemaleguest:journal:835+14" style="margin-left: 20px;">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4072577910783793317" id="anchor14" name="reply14"></a><div class="dummy">
<table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" style="width: 100%px;"><tbody>
<tr valign="top"><td class="userboxlogo" width="55"><a href="http://afemaleguest.multiply.com/"><img alt="afemaleguest" border="0" height="50" src="http://multiply.com/mu/afemaleguest/logo/3" width="50" /></a></td><td><div class="replybody">
<div class="actioncontainer">
<div class="actionlinks">
<a class="mine" href="http://afemaleguest.multiply.com/item/edit/afemaleguest:journal:835+14?xurl=http%3A%2F%2Fafemaleguest.multiply.com%2Fjournal%2Fitem%2F835%2FPerempuan-Buruh-Budak">edit</a>
<a class="mine" href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4072577910783793317">delete</a>
<a class="reply_link" href="http://afemaleguest.multiply.com/item/reply/afemaleguest:journal:835+14?xurl=http%3A%2F%2Fafemaleguest.multiply.com%2Fjournal%2Fitem%2F835%2FPerempuan-Buruh-Budak" id="reply_link_afemaleguest:journal:835+14">reply</a></div>
<div class="replyboxstamp">
<a href="http://afemaleguest.multiply.com/">afemaleguest</a> wrote on Jun 28</div>
</div>
<div class="replybodytext">
<div class="replybodytext" id="reply_body_afemaleguest:journal:835+14">
how I hate that country! :-(</div>
</div>
</div>
</td></tr>
</tbody></table>
</div>
</div>
<div class="reply replybox" id="reply_afemaleguest:journal:835+12">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4072577910783793317" id="anchor12" name="reply12"></a><div class="dummy">
<table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" style="width: 100%px;"><tbody>
<tr valign="top"><td class="userboxlogo" width="55"><a href="http://rembulanku.multiply.com/"><img alt="rembulanku" border="0" height="50" src="http://multiply.com/mu/rembulanku/logo/" width="50" /></a></td><td><div class="replybody">
<div class="actioncontainer">
<div class="actionlinks">
<a class="mine" href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4072577910783793317">delete</a>
<a class="reply_link" href="http://afemaleguest.multiply.com/item/reply/afemaleguest:journal:835+12?xurl=http%3A%2F%2Fafemaleguest.multiply.com%2Fjournal%2Fitem%2F835%2FPerempuan-Buruh-Budak" id="reply_link_afemaleguest:journal:835+12">reply</a></div>
<div class="replyboxstamp">
<a href="http://rembulanku.multiply.com/">rembulanku</a> wrote on Jun 28</div>
</div>
<div class="replybodytext">
<div class="replybodytext" id="reply_body_afemaleguest:journal:835+12">
ck ck ck nasibnya perempuan kok ya masih menyedihkan</div>
</div>
</div>
</td></tr>
</tbody></table>
</div>
</div>
<div class="reply replyboxodd replybox replyboxmine" id="reply_afemaleguest:journal:835+17" style="margin-left: 20px;">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4072577910783793317" id="anchor17" name="reply17"></a><div class="dummy">
<table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" style="width: 100%px;"><tbody>
<tr valign="top"><td class="userboxlogo" width="55"><a href="http://afemaleguest.multiply.com/"><img alt="afemaleguest" border="0" height="50" src="http://multiply.com/mu/afemaleguest/logo/3" width="50" /></a></td><td><div class="replybody">
<div class="actioncontainer">
<div class="actionlinks">
<a class="mine" href="http://afemaleguest.multiply.com/item/edit/afemaleguest:journal:835+17?xurl=http%3A%2F%2Fafemaleguest.multiply.com%2Fjournal%2Fitem%2F835%2FPerempuan-Buruh-Budak">edit</a>
<a class="mine" href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4072577910783793317">delete</a>
<a class="reply_link" href="http://afemaleguest.multiply.com/item/reply/afemaleguest:journal:835+17?xurl=http%3A%2F%2Fafemaleguest.multiply.com%2Fjournal%2Fitem%2F835%2FPerempuan-Buruh-Budak" id="reply_link_afemaleguest:journal:835+17">reply</a></div>
<div class="replyboxstamp">
<a href="http://afemaleguest.multiply.com/">afemaleguest</a> wrote on Jun 28</div>
</div>
<div class="replybodytext">
<div class="replybodytext" id="reply_body_afemaleguest:journal:835+17">
begitulah La :-(</div>
</div>
</div>
</td></tr>
</tbody></table>
</div>
</div>
<div class="reply replybox" id="reply_afemaleguest:journal:835+13">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4072577910783793317" id="anchor13" name="reply13"></a><div class="dummy">
<table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" style="width: 100%px;"><tbody>
<tr valign="top"><td class="userboxlogo" width="55"><a href="http://nanaskuningkeci.multiply.com/"><img alt="nanaskuningkeci" border="0" height="50" src="http://multiply.com/mu/nanaskuningkeci/logo/" width="50" /></a></td><td><div class="replybody">
<div class="actioncontainer">
<div class="actionlinks">
<a class="mine" href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4072577910783793317">delete</a>
<a class="reply_link" href="http://afemaleguest.multiply.com/item/reply/afemaleguest:journal:835+13?xurl=http%3A%2F%2Fafemaleguest.multiply.com%2Fjournal%2Fitem%2F835%2FPerempuan-Buruh-Budak" id="reply_link_afemaleguest:journal:835+13">reply</a></div>
<div class="replyboxstamp">
<a href="http://nanaskuningkeci.multiply.com/">nanaskuningkeci</a> wrote on Jun 28</div>
</div>
<div class="replybodytext">
<div class="replybodytext" id="reply_body_afemaleguest:journal:835+13">
jd teringat film Abraham Lincoln : Vampire Hunter mengenai perang amerika itu jadinya</div>
</div>
</div>
</td></tr>
</tbody></table>
</div>
</div>
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4072577910783793317" id="anchor18" name="reply18"></a><table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" style="width: 100%px;"><tbody>
<tr valign="top"><td class="userboxlogo" width="55"><a href="http://afemaleguest.multiply.com/"><img alt="afemaleguest" border="0" height="50" src="http://multiply.com/mu/afemaleguest/logo/3" width="50" /></a></td><td><div class="replybody">
<div class="actioncontainer">
<div class="actionlinks">
<a class="mine" href="http://afemaleguest.multiply.com/item/edit/afemaleguest:journal:835+18?xurl=http%3A%2F%2Fafemaleguest.multiply.com%2Fjournal%2Fitem%2F835%2FPerempuan-Buruh-Budak">edit</a>
<a class="mine" href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4072577910783793317">delete</a>
<a class="reply_link" href="http://afemaleguest.multiply.com/item/reply/afemaleguest:journal:835+18?xurl=http%3A%2F%2Fafemaleguest.multiply.com%2Fjournal%2Fitem%2F835%2FPerempuan-Buruh-Budak" id="reply_link_afemaleguest:journal:835+18">reply</a></div>
<div class="replyboxstamp">
<a href="http://afemaleguest.multiply.com/">afemaleguest</a> wrote on Jun 28</div>
</div>
<div class="replybodytext">
<div class="replybodytext" id="reply_body_afemaleguest:journal:835+18">
ahaaa<br />aku belum nonton :-)</div>
</div>
</div>
</td></tr>
</tbody></table>
</div>
</div>
Nana Podunggehttp://www.blogger.com/profile/14235543550591163972noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4072577910783793317.post-44843862427914318842012-06-21T23:45:00.000-07:002023-12-02T02:23:29.426-08:00Bincang-bincang buku Perempuan Kopi<div class="mbl notesBlogText clearfix">
<div>
<div style="text-align: center;">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj9gvgFpwYqWQbWTJ5s9d2tmnD66RsrCWLImnW3CFspEFyslVtE5JSQmZ_cd3Sh1NWCY5oJg9kXwraPrlBoPIBHKGxgvufgpuQF9hy1vabuJABxMP0vyjex8LNeY0ry33qY8nBk_1LrGOoKTdTGZ4U_cZEwn4BA8S9HoLiQY8NxYGDV76WTv6dsOgaa0w4/s680/perempuan%20kopi.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="680" data-original-width="416" height="640" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj9gvgFpwYqWQbWTJ5s9d2tmnD66RsrCWLImnW3CFspEFyslVtE5JSQmZ_cd3Sh1NWCY5oJg9kXwraPrlBoPIBHKGxgvufgpuQF9hy1vabuJABxMP0vyjex8LNeY0ry33qY8nBk_1LrGOoKTdTGZ4U_cZEwn4BA8S9HoLiQY8NxYGDV76WTv6dsOgaa0w4/w392-h640/perempuan%20kopi.jpg" width="392" /></a></div><br /><span><img alt="" class="photo_img img" src="http://a2.sphotos.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-ash3/598759_10151864663850381_309373310_n.jpg" /><span class="caption"></span></span></div>
<br />
Talking
about Book Discussion program, aku sangat jarang memiliki kesempatan
untuk ikut hadir. Ada beberapa excuses yang bisa kukemukakan sebagai
seseorang yang mengaku sebagai bookworm, book lover, atau pun book
collector. :-D<br />
<ol>
<li>Waktu penyelengaraan yang sering tidak 'tepat'
dengan waktu luang yang kumiliki. Sebagai seorang pekerja keras, aku
kerja dua kali sehari, pagi jam 07.00 - 15.00; sore jam 17.00 - 21.00. </li>
<li>Jika
kebetulan waktu penyelenggaraan pas dengan waktu luang, tempat
penyelenggaraan yang tidak friendly bagi seorang bike-to-worker
sepertiku. </li>
<li>Jika waktu dan tempat penyelenggaraan 'oke', mood-ku
sedang kabur. wkwkwkwkwk ... (yang ini sangat jarang, suwer!) Atau
mungkin anak semata wayangku sedang butuh perhatian ekstra sehingga
tidak bisa kutinggalkan. (Sometimes one function to have kids is to have
a very good scapegoat for something. LOL.)</li>
</ol>
Jumat 22 Juni
2012 kebetulan merupakan hari libur bagiku dan tidak ada kegiatan apa
pun yang ada di agendaku, maka kusempatkan menghadiri acara
"Bincang-Bincang Buku "<b>Perempuan Kopi</b>" besutan seorang
pengarang perempuan yang intens sekali perhatiannya kepada isu
perempuan, Dewi Nova. Plus, tempat penyelenggaraan yang tidak jauh dari
tempat tinggalku, dan aku lumayan familiar dengan gedung itu,
Kompas/Warta Jateng, yang berlokasi di Jalan Menteri Supeno. Tahun 2010
lalu, Komunitas b2w Semarang mengadakan kerjasama dengan Kompas dalam
rangka menyelenggarakan talk show 'jalur sepeda'. :)<br />
<br />
DEWI
NOVA. Honestly, nama pengarang satu ini adalah nama yang baru di
telingaku. :) Aku 'mengenal' nama itu pun karena seorang sahabat
terkasih -- Asih Ernawati -- menyebut namanya beberapa bulan lalu
sebagai seorang penulis yang sangat concerned terhadap isu perempuan.
Aku belum pernah tahu buku apa yang pernah dia tulis sampai beberapa
bulan lalu DN mempromosikan buku "Kami Tidak Bisu" yang ditulis oleh
Kamilia Manaf sedangkan DN adalah editornya.<br />
<br />
Judul buku "<b>Perempuan Kopi</b>"
telah kuketahui beberapa minggu lalu dari wall DN maupun wall orang
lain yang mempromosikannya. Aku memang kepengen beli, namun menunggu
kesempatan aku 'bernafas lega' dari kegiatan sehari-hari untuk kemudian
meluncur ke toko buku. Maka, ketika aku membaca flyer di efbe yang
mempromosikan acara bincang-bincang buku yang diselenggarakan di kantor
Kompas/Warta Jateng, aku langsung berniat datang.<br />
<br />
Berhubung
aku belum punya bukunya dan belum membaca satu pun cerpen yang ada di
dalamnya, aku hanya menjadi pendengar yang baik saja selama
bincang-bincang yang dimoderatori oleh Kang Putu. :) Namun seperti yang
bisa diperkirakan dari 'background' yang diberikan oleh Asih bahwa DN
adalah seseorang yang sangat care pada isu perempuan, cerpen-cerpen yang
ada di dalamnya berkisah tentang perempuan-perempuan.<br />
<br />
Mengapa
'perempuan'? DN adalah seorang perempuan yang juga selalu penuh
semangat menyuarakan segala sesuatu yang berkenaan dengan suara
perempuan yang terpinggirkan di tengah-tengah status quo kultur
patriarki.<br />
<br />
Mengapa 'kopi'? DN menjelaskan bahwa kopi
memiliki sejarah kolonialisasi. Belanda yang menjajah Indonesia sekian
abad, yang membawa kopi ke Indonesia yang akhirnya menjadikan Indonesia
sebagai negara penghasil kopi ketiga terbesar di dunia
(http://forum.detik.com/indonesia-penghasil-kopi-terbesar-ke-3-dunia-t292411.html).
Namun, masyarakat Indonesia sendiri harus membayar mahal untuk
menikmati secangkir kopi yang memiliki kualitas di atas rata-rata. Ada
kisah sedih di balik sebiji kopi, laksana para perempuan yang suaranya
terpinggirkan.<br />
<br />
Komentar beberapa pembaca yang sempat
kurekam adalah tentu seorang DN menulis tidak hanya sekedar menulis,
melainkan melalui riset yang cukup memadai. DN sendiri menjelaskan bahwa
dia berpindah menulis ke fiksi -- dari 'laporan' riset dan essay --
karena dia ingin membuat para pembacanya selalu terkenang isu-isu yang
dia angkat dalam tulisannya. Berbeda dengan membaca hasil riset yang
mungkin kurang dibumbui kata-kata indah sehingga orang akan mudah lupa.<br />
<br />
Dalam buku "<b>Membaca Sastra</b>"
Melani Budianta dkk mengawalinya dengan mengemukakan beda antara
tulisan fiksi versus non fiksi, dimana memang biasanya orang akan lebih
teringat sebuah 'berita' yang ditulis dalam bentuk fiksi yang lebih
menyentuh. Misalnya, kisah seorang perempuan Cina yang menjadi korban
perkosaan dalam kerusuhan Mei 1998 Jakarta yang ditulis dalam bentuk
cerpen akan lebih menggugah perasaan pembaca dari pada membacanya dalam
bentuk berita di surat kabar.<br />
<br />
"Menciptakan tokoh yang
utopis" merupakan salah satu kenikmatan yang disukai oleh seorang DN
dalam menulis fiksi. Dalam cerpennya yang berjudul "Anak", DN mengaku
menciptakan seorang tokoh utopis, seorang ibu yang sedemikian rupa
mempersiapkan anak gadisnya yang berusian belasan tahun untuk mengenali
dirinya sendiri, mengenal gairah seksualnya, termasuk bagaimana
melakukan seks yang aman dengan anggapan bahwa sang anak adalah seorang
hetero, terkaget-kaget ketika sang anak mengaku bahwa dia seorang
lesbian. Meskipun kaget, sang ibu -- yang tentu diciptakan oleh DN
sebagai seorang feminis yang memahami segala isu seksualitas termasuk
orientasi seksual -- menerima pengakuan sang anak dengan legawa, dengan
penuh perhatian.<br />
<br />
Mengingat seksualitas merupakan salah
satu topik sentral yang diusung dalam buku ini, maka seorang pembaca pun
mengatakan bahwa dalam buku ini, DN merayakan seksualitas. Seorang
perempuan mungkin menjadi seorang korban seksual dalam satu waktu, namun
bisa jadi juga seorang perempuan sangat bebas menyuarakan kebutuhan
seksualnya tanpa perlu merasa tabu atau dikungkung oleh moral publik.
Sebuah kebebasan yang hanya bisa diperoleh oleh seorang perempuan jika
dia menginginkannya.<br />
<br />
Mengenai 'tuduhan' bahwa mungkin DN
menulis buku ini untuk pembenaran ketaklaziman -- isu lesbianisme -- DN
dengan manis mengatakan bahwa memang dia tidak pernah berpikir bahwa
cinta sesama jenis merupakan satu ketaklaziman. Cinta ya cinta. Titik.<br />
<br />
Sudahkan
anda memiliki buku "Perempuan Kopi"? Jika anda mengaku sebagai
seseorang yang hobi membaca, yang concern terhadap isu perempuan, yang
hobi minum kopi, ayo bacalah bukunya. :)<br />
<br />
McD 13.34 220612<br />
<br />
Beberapa komen dari<a href="http://afemaleguest.multiply.com/journal/item/834"> lapak sebelah</a>, yang harus kucopy-paste disini, sebelum dihilangkan secara paksa.<br />
<br />
<table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" style="width: 100%px;"><tbody>
<tr valign="top"><td class="userboxlogo" width="55"><a href="http://orangjava.multiply.com/"><img alt="orangjava" border="0" height="50" src="http://multiply.com/mu/orangjava/logo/" width="50" /></a></td><td><div class="replybody">
<div class="actioncontainer">
<div class="actionlinks">
<a class="mine" href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4072577910783793317">delete</a>
<a class="reply_link" href="http://afemaleguest.multiply.com/item/reply/afemaleguest:journal:834+0?xurl=http%3A%2F%2Fafemaleguest.multiply.com%2Fjournal%2Fitem%2F834" id="reply_link_afemaleguest:journal:834+0">reply</a></div>
<div class="replyboxstamp">
<a href="http://orangjava.multiply.com/">orangjava</a> wrote on Jun 26</div>
</div>
<div class="replybodytext">
<div class="replybodytext" id="reply_body_afemaleguest:journal:834+0">
ISBN??</div>
</div>
</div>
</td></tr>
</tbody></table>
<div class="reply replyboxodd replybox replyboxmine" id="reply_afemaleguest:journal:834+2" style="margin-left: 20px;">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4072577910783793317" id="anchor2" name="reply2"></a><div class="dummy">
<table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" style="width: 100%px;"><tbody>
<tr valign="top"><td class="userboxlogo" width="55"><a href="http://afemaleguest.multiply.com/"><img alt="afemaleguest" border="0" height="50" src="http://multiply.com/mu/afemaleguest/logo/3" width="50" /></a></td><td><div class="replybody">
<div class="actioncontainer">
<div class="actionlinks">
<a class="mine" href="http://afemaleguest.multiply.com/item/edit/afemaleguest:journal:834+2?xurl=http%3A%2F%2Fafemaleguest.multiply.com%2Fjournal%2Fitem%2F834">edit</a>
<a class="mine" href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4072577910783793317">delete</a>
<a class="reply_link" href="http://afemaleguest.multiply.com/item/reply/afemaleguest:journal:834+2?xurl=http%3A%2F%2Fafemaleguest.multiply.com%2Fjournal%2Fitem%2F834" id="reply_link_afemaleguest:journal:834+2">reply</a></div>
<div class="replyboxstamp">
<a href="http://afemaleguest.multiply.com/">afemaleguest</a> wrote on Jun 26</div>
</div>
<div class="replybodytext">
<div class="quotet">
<div class="quotea">
<a href="http://orangjava.multiply.com/">orangjava</a> said</div>
<img align="left" src="http://images.multiply.com/common/misc/quote-start.gif" /><i>ISBN??</i> <img src="http://images.multiply.com/common/misc/quote-end.gif" /></div>
<div class="replybodytext" id="reply_body_afemaleguest:journal:834+2">
ya adalah ISBN-nya Pak Dhe :)</div>
</div>
</div>
</td></tr>
</tbody></table>
</div>
</div>
<div class="reply replybox" id="reply_afemaleguest:journal:834+7" style="margin-left: 40px;">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4072577910783793317" id="anchor7" name="reply7"></a><div class="dummy">
<table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" style="width: 100%px;"><tbody>
<tr valign="top"><td class="userboxlogo" width="55"><a href="http://orangjava.multiply.com/"><img alt="orangjava" border="0" height="50" src="http://multiply.com/mu/orangjava/logo/" width="50" /></a></td><td><div class="replybody">
<div class="actioncontainer">
<div class="actionlinks">
<a class="mine" href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4072577910783793317">delete</a>
<a class="reply_link" href="http://afemaleguest.multiply.com/item/reply/afemaleguest:journal:834+7?xurl=http%3A%2F%2Fafemaleguest.multiply.com%2Fjournal%2Fitem%2F834" id="reply_link_afemaleguest:journal:834+7">reply</a></div>
<div class="replyboxstamp">
<a href="http://orangjava.multiply.com/">orangjava</a> wrote on Jun 26</div>
</div>
<div class="replybodytext">
<div class="quotet">
<div class="quotea">
<a href="http://afemaleguest.multiply.com/">afemaleguest</a> said</div>
<img align="left" src="http://images.multiply.com/common/misc/quote-start.gif" /><i>ya adalah ISBN-nya Pak Dhe :)</i> <img src="http://images.multiply.com/common/misc/quote-end.gif" /></div>
<div class="replybodytext" id="reply_body_afemaleguest:journal:834+7">
Mana??</div>
</div>
</div>
</td></tr>
</tbody></table>
</div>
</div>
<div class="reply replyboxodd replybox replyboxmine" id="reply_afemaleguest:journal:834+9" style="margin-left: 60px;">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4072577910783793317" id="anchor9" name="reply9"></a><div class="dummy">
<table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" style="width: 100%px;"><tbody>
<tr valign="top"><td class="userboxlogo" width="55"><a href="http://afemaleguest.multiply.com/"><img alt="afemaleguest" border="0" height="50" src="http://multiply.com/mu/afemaleguest/logo/3" width="50" /></a></td><td><div class="replybody">
<div class="actioncontainer">
<div class="actionlinks">
<a class="mine" href="http://afemaleguest.multiply.com/item/edit/afemaleguest:journal:834+9?xurl=http%3A%2F%2Fafemaleguest.multiply.com%2Fjournal%2Fitem%2F834">edit</a>
<a class="mine" href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4072577910783793317">delete</a>
<a class="reply_link" href="http://afemaleguest.multiply.com/item/reply/afemaleguest:journal:834+9?xurl=http%3A%2F%2Fafemaleguest.multiply.com%2Fjournal%2Fitem%2F834" id="reply_link_afemaleguest:journal:834+9">reply</a></div>
<div class="replyboxstamp">
<a href="http://afemaleguest.multiply.com/">afemaleguest</a> wrote on Jun 26</div>
</div>
<div class="replybodytext">
<div class="replybodytext" id="reply_body_afemaleguest:journal:834+9">
waahhh harus ngecek di bukunya<br />emang penting to Pak Dhe?<br />what for? :-D</div>
</div>
</div>
</td></tr>
</tbody></table>
</div>
</div>
<div class="reply replybox" id="reply_afemaleguest:journal:834+11" style="margin-left: 80px;">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4072577910783793317" id="anchor11" name="reply11"></a><div class="dummy">
<table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" style="width: 100%px;"><tbody>
<tr valign="top"><td class="userboxlogo" width="55"><a href="http://orangjava.multiply.com/"><img alt="orangjava" border="0" height="50" src="http://multiply.com/mu/orangjava/logo/" width="50" /></a></td><td><div class="replybody">
<div class="actioncontainer">
<div class="actionlinks">
<a class="mine" href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4072577910783793317">delete</a>
<a class="reply_link" href="http://afemaleguest.multiply.com/item/reply/afemaleguest:journal:834+11?xurl=http%3A%2F%2Fafemaleguest.multiply.com%2Fjournal%2Fitem%2F834" id="reply_link_afemaleguest:journal:834+11">reply</a></div>
<div class="replyboxstamp">
<a href="http://orangjava.multiply.com/">orangjava</a> wrote on Jun 26</div>
</div>
<div class="replybodytext">
<div class="quotet">
<div class="quotea">
<a href="http://afemaleguest.multiply.com/">afemaleguest</a> said</div>
<img align="left" src="http://images.multiply.com/common/misc/quote-start.gif" /><i>waahhh harus ngecek di bukunya<br />emang penting to Pak Dhe?<br />what for? :-D</i> <img src="http://images.multiply.com/common/misc/quote-end.gif" /></div>
<div class="replybodytext" id="reply_body_afemaleguest:journal:834+11">
Mau
nyari di AMAZON kali aja ada yang jual....buku RI gak ada
disini...kalau ada sudah diterjemahkan dalam bahasa Jejeran
Sleman..seperti dari Muchtar Lubis, Pramudyia Ananta Toer...</div>
</div>
</div>
</td></tr>
</tbody></table>
</div>
</div>
<div class="reply replyboxodd replybox replyboxmine" id="reply_afemaleguest:journal:834+13" style="margin-left: 100px;">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4072577910783793317" id="anchor13" name="reply13"></a><div class="dummy">
<table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" style="width: 100%px;"><tbody>
<tr valign="top"><td class="userboxlogo" width="55"><a href="http://afemaleguest.multiply.com/"><img alt="afemaleguest" border="0" height="50" src="http://multiply.com/mu/afemaleguest/logo/3" width="50" /></a></td><td><div class="replybody">
<div class="actioncontainer">
<div class="actionlinks">
<a class="mine" href="http://afemaleguest.multiply.com/item/edit/afemaleguest:journal:834+13?xurl=http%3A%2F%2Fafemaleguest.multiply.com%2Fjournal%2Fitem%2F834">edit</a>
<a class="mine" href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4072577910783793317">delete</a>
<a class="reply_link" href="http://afemaleguest.multiply.com/item/reply/afemaleguest:journal:834+13?xurl=http%3A%2F%2Fafemaleguest.multiply.com%2Fjournal%2Fitem%2F834" id="reply_link_afemaleguest:journal:834+13">reply</a></div>
<div class="replyboxstamp">
<a href="http://afemaleguest.multiply.com/">afemaleguest</a> wrote on Jun 26</div>
</div>
<div class="replybodytext">
<div class="replybodytext" id="reply_body_afemaleguest:journal:834+13">
tentu belum diterjemahkan ke bahasa asing mana pun :-D</div>
</div>
</div>
</td></tr>
</tbody></table>
</div>
</div>
<div class="reply replybox" id="reply_afemaleguest:journal:834+1">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4072577910783793317" id="anchor1" name="reply1"></a><div class="dummy">
<table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" style="width: 100%px;"><tbody>
<tr valign="top"><td class="userboxlogo" width="55"><a href="http://bambangpriantono.multiply.com/"><img alt="bambangpriantono" border="0" height="50" src="http://multiply.com/mu/bambangpriantono/logo/" width="50" /></a></td><td><div class="replybody">
<div class="actioncontainer">
<div class="actionlinks">
<a class="mine" href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4072577910783793317">delete</a>
<a class="reply_link" href="http://afemaleguest.multiply.com/item/reply/afemaleguest:journal:834+1?xurl=http%3A%2F%2Fafemaleguest.multiply.com%2Fjournal%2Fitem%2F834" id="reply_link_afemaleguest:journal:834+1">reply</a></div>
<div class="replyboxstamp">
<a href="http://bambangpriantono.multiply.com/">bambangpriantono</a> wrote on Jun 26</div>
</div>
<div class="replybodytext">
<div class="replybodytext" id="reply_body_afemaleguest:journal:834+1">
*Disambi ngupi*</div>
</div>
</div>
</td></tr>
</tbody></table>
</div>
</div>
<div class="reply replyboxodd replybox replyboxmine" id="reply_afemaleguest:journal:834+3" style="margin-left: 20px;">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4072577910783793317" id="anchor3" name="reply3"></a><div class="dummy">
<table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" style="width: 100%px;"><tbody>
<tr valign="top"><td class="userboxlogo" width="55"><a href="http://afemaleguest.multiply.com/"><img alt="afemaleguest" border="0" height="50" src="http://multiply.com/mu/afemaleguest/logo/3" width="50" /></a></td><td><div class="replybody">
<div class="actioncontainer">
<div class="actionlinks">
<a class="mine" href="http://afemaleguest.multiply.com/item/edit/afemaleguest:journal:834+3?xurl=http%3A%2F%2Fafemaleguest.multiply.com%2Fjournal%2Fitem%2F834">edit</a>
<a class="mine" href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4072577910783793317">delete</a>
<a class="reply_link" href="http://afemaleguest.multiply.com/item/reply/afemaleguest:journal:834+3?xurl=http%3A%2F%2Fafemaleguest.multiply.com%2Fjournal%2Fitem%2F834" id="reply_link_afemaleguest:journal:834+3">reply</a></div>
<div class="replyboxstamp">
<a href="http://afemaleguest.multiply.com/">afemaleguest</a> wrote on Jun 26</div>
</div>
<div class="replybodytext">
<div class="quotet">
<div class="quotea">
<a href="http://bambangpriantono.multiply.com/">bambangpriantono</a> said</div>
<img align="left" src="http://images.multiply.com/common/misc/quote-start.gif" /><i>*Disambi ngupi*</i> <img src="http://images.multiply.com/common/misc/quote-end.gif" /></div>
<div class="replybodytext" id="reply_body_afemaleguest:journal:834+3">
aku wis pirang dino iki ora ngopi ...</div>
</div>
</div>
</td></tr>
</tbody></table>
</div>
</div>
<div class="reply replybox" id="reply_afemaleguest:journal:834+4" style="margin-left: 40px;">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4072577910783793317" id="anchor4" name="reply4"></a><div class="dummy">
<table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" style="width: 100%px;"><tbody>
<tr valign="top"><td class="userboxlogo" width="55"><a href="http://bambangpriantono.multiply.com/"><img alt="bambangpriantono" border="0" height="50" src="http://multiply.com/mu/bambangpriantono/logo/" width="50" /></a></td><td><div class="replybody">
<div class="actioncontainer">
<div class="actionlinks">
<a class="mine" href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4072577910783793317">delete</a>
<a class="reply_link" href="http://afemaleguest.multiply.com/item/reply/afemaleguest:journal:834+4?xurl=http%3A%2F%2Fafemaleguest.multiply.com%2Fjournal%2Fitem%2F834" id="reply_link_afemaleguest:journal:834+4">reply</a></div>
<div class="replyboxstamp">
<a href="http://bambangpriantono.multiply.com/">bambangpriantono</a> wrote on Jun 26</div>
</div>
<div class="replybodytext">
<div class="quotet">
<div class="quotea">
<a href="http://afemaleguest.multiply.com/">afemaleguest</a> said</div>
<img align="left" src="http://images.multiply.com/common/misc/quote-start.gif" /><i>aku wis pirang dino iki ora ngopi ...</i> <img src="http://images.multiply.com/common/misc/quote-end.gif" /></div>
<div class="replybodytext" id="reply_body_afemaleguest:journal:834+4">
Ngopo?<br />*sruputt*</div>
</div>
</div>
</td></tr>
</tbody></table>
</div>
</div>
<div class="reply replyboxodd replybox replyboxmine" id="reply_afemaleguest:journal:834+5" style="margin-left: 60px;">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4072577910783793317" id="anchor5" name="reply5"></a><div class="dummy">
<table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" style="width: 100%px;"><tbody>
<tr valign="top"><td class="userboxlogo" width="55"><a href="http://afemaleguest.multiply.com/"><img alt="afemaleguest" border="0" height="50" src="http://multiply.com/mu/afemaleguest/logo/3" width="50" /></a></td><td><div class="replybody">
<div class="actioncontainer">
<div class="actionlinks">
<a class="mine" href="http://afemaleguest.multiply.com/item/edit/afemaleguest:journal:834+5?xurl=http%3A%2F%2Fafemaleguest.multiply.com%2Fjournal%2Fitem%2F834">edit</a>
<a class="mine" href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4072577910783793317">delete</a>
<a class="reply_link" href="http://afemaleguest.multiply.com/item/reply/afemaleguest:journal:834+5?xurl=http%3A%2F%2Fafemaleguest.multiply.com%2Fjournal%2Fitem%2F834" id="reply_link_afemaleguest:journal:834+5">reply</a></div>
<div class="replyboxstamp">
<a href="http://afemaleguest.multiply.com/">afemaleguest</a> wrote on Jun 26</div>
</div>
<div class="replybodytext">
<div class="quotet">
<div class="quotea">
<a href="http://bambangpriantono.multiply.com/">bambangpriantono</a> said</div>
<img align="left" src="http://images.multiply.com/common/misc/quote-start.gif" /><i>Ngopo?<br />*sruputt*</i> <img src="http://images.multiply.com/common/misc/quote-end.gif" /></div>
<div class="replybodytext" id="reply_body_afemaleguest:journal:834+5">
yen preinan sekolah ngene, aku malah ora ngopi ...<br />saiki nang rumah sakit, ponakan lara, ora iso ngopi ...</div>
</div>
</div>
</td></tr>
</tbody></table>
</div>
</div>
<div class="reply replybox" id="reply_afemaleguest:journal:834+6" style="margin-left: 80px;">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4072577910783793317" id="anchor6" name="reply6"></a><div class="dummy">
<table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" style="width: 100%px;"><tbody>
<tr valign="top"><td class="userboxlogo" width="55"><a href="http://bambangpriantono.multiply.com/"><img alt="bambangpriantono" border="0" height="50" src="http://multiply.com/mu/bambangpriantono/logo/" width="50" /></a></td><td><div class="replybody">
<div class="actioncontainer">
<div class="actionlinks">
<a class="mine" href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4072577910783793317">delete</a>
<a class="reply_link" href="http://afemaleguest.multiply.com/item/reply/afemaleguest:journal:834+6?xurl=http%3A%2F%2Fafemaleguest.multiply.com%2Fjournal%2Fitem%2F834" id="reply_link_afemaleguest:journal:834+6">reply</a></div>
<div class="replyboxstamp">
<a href="http://bambangpriantono.multiply.com/">bambangpriantono</a> wrote on Jun 26</div>
</div>
<div class="replybodytext">
<div class="quotet">
<div class="quotea">
<a href="http://afemaleguest.multiply.com/">afemaleguest</a> said</div>
<img align="left" src="http://images.multiply.com/common/misc/quote-start.gif" /><i>yen preinan sekolah ngene, aku malah ora ngopi ...<br />saiki nang rumah sakit, ponakan lara, ora iso ngopi ...</i> <img src="http://images.multiply.com/common/misc/quote-end.gif" /></div>
<div class="replybodytext" id="reply_body_afemaleguest:journal:834+6">
Oooo..RS endi?<br />Gek ndang mari yo </div>
</div>
</div>
</td></tr>
</tbody></table>
</div>
</div>
<div class="reply replyboxodd replybox replyboxmine" id="reply_afemaleguest:journal:834+10" style="margin-left: 100px;">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4072577910783793317" id="anchor10" name="reply10"></a><div class="dummy">
<table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" style="width: 100%px;"><tbody>
<tr valign="top"><td class="userboxlogo" width="55"><a href="http://afemaleguest.multiply.com/"><img alt="afemaleguest" border="0" height="50" src="http://multiply.com/mu/afemaleguest/logo/3" width="50" /></a></td><td><div class="replybody">
<div class="actioncontainer">
<div class="actionlinks">
<a class="mine" href="http://afemaleguest.multiply.com/item/edit/afemaleguest:journal:834+10?xurl=http%3A%2F%2Fafemaleguest.multiply.com%2Fjournal%2Fitem%2F834">edit</a>
<a class="mine" href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4072577910783793317">delete</a>
<a class="reply_link" href="http://afemaleguest.multiply.com/item/reply/afemaleguest:journal:834+10?xurl=http%3A%2F%2Fafemaleguest.multiply.com%2Fjournal%2Fitem%2F834" id="reply_link_afemaleguest:journal:834+10">reply</a></div>
<div class="replyboxstamp">
<a href="http://afemaleguest.multiply.com/">afemaleguest</a> wrote on Jun 26</div>
</div>
<div class="replybodytext">
<div class="replybodytext" id="reply_body_afemaleguest:journal:834+10">
RS Telogorejo<br />matur nuwun ya?</div>
</div>
</div>
</td></tr>
</tbody></table>
</div>
</div>
<div class="reply replybox" id="reply_afemaleguest:journal:834+14" style="margin-left: 120px;">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4072577910783793317" id="anchor14" name="reply14"></a><div class="dummy">
<table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" style="width: 100%px;"><tbody>
<tr valign="top"><td class="userboxlogo" width="55"><a href="http://onit.multiply.com/"><img alt="onit" border="0" height="50" src="http://multiply.com/mu/onit/logo/" width="50" /></a></td><td><div class="replybody">
<div class="actioncontainer">
<div class="actionlinks">
<a class="mine" href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4072577910783793317">delete</a>
<a class="reply_link" href="http://afemaleguest.multiply.com/item/reply/afemaleguest:journal:834+14?xurl=http%3A%2F%2Fafemaleguest.multiply.com%2Fjournal%2Fitem%2F834" id="reply_link_afemaleguest:journal:834+14">reply</a></div>
<div class="replyboxstamp">
<a href="http://onit.multiply.com/">onit</a> wrote on Jun 26</div>
</div>
<div class="replybodytext">
<div class="quotet">
<div class="quotea">
<a href="http://afemaleguest.multiply.com/">afemaleguest</a> said</div>
<img align="left" src="http://images.multiply.com/common/misc/quote-start.gif" /><i>RS Telogorejo<br />matur nuwun ya?</i> <img src="http://images.multiply.com/common/misc/quote-end.gif" /></div>
<div class="replybodytext" id="reply_body_afemaleguest:journal:834+14">
mbak.. nang ngisore rs iku mbok akeh sing dodol ngombe? ora ono kopi yo?<br /><br />ps: thx for the review :)</div>
</div>
</div>
</td></tr>
</tbody></table>
</div>
</div>
<div class="reply replyboxodd replybox replyboxmine" id="reply_afemaleguest:journal:834+17" style="margin-left: 140px;">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4072577910783793317" id="anchor17" name="reply17"></a><div class="dummy">
<table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" style="width: 100%px;"><tbody>
<tr valign="top"><td class="userboxlogo" width="55"><a href="http://afemaleguest.multiply.com/"><img alt="afemaleguest" border="0" height="50" src="http://multiply.com/mu/afemaleguest/logo/3" width="50" /></a></td><td><div class="replybody">
<div class="actioncontainer">
<div class="actionlinks">
<a class="mine" href="http://afemaleguest.multiply.com/item/edit/afemaleguest:journal:834+17?xurl=http%3A%2F%2Fafemaleguest.multiply.com%2Fjournal%2Fitem%2F834">edit</a>
<a class="mine" href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4072577910783793317">delete</a>
<a class="reply_link" href="http://afemaleguest.multiply.com/item/reply/afemaleguest:journal:834+17?xurl=http%3A%2F%2Fafemaleguest.multiply.com%2Fjournal%2Fitem%2F834" id="reply_link_afemaleguest:journal:834+17">reply</a></div>
<div class="replyboxstamp">
<a href="http://afemaleguest.multiply.com/">afemaleguest</a> wrote on Jun 27</div>
</div>
<div class="replybodytext">
<div class="quotet">
<div class="quotea">
<a href="http://onit.multiply.com/">onit</a> said</div>
<img align="left" src="http://images.multiply.com/common/misc/quote-start.gif" /><i>mbak.. nang ngisore rs iku mbok akeh sing dodol ngombe? ora ono kopi yo?<br /><br />ps: thx for the review :)</i> <img src="http://images.multiply.com/common/misc/quote-end.gif" /></div>
<div class="replybodytext" id="reply_body_afemaleguest:journal:834+17">
ada ... torabika ... tapi aku belum pernah nyoba kopi torabika je <br />^^</div>
</div>
</div>
</td></tr>
</tbody></table>
</div>
</div>
<div class="reply replybox" id="reply_afemaleguest:journal:834+8">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4072577910783793317" id="anchor8" name="reply8"></a><div class="dummy">
<table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" style="width: 100%px;"><tbody>
<tr valign="top"><td class="userboxlogo" width="55"><a href="http://rengganiez.multiply.com/"><img alt="rengganiez" border="0" height="50" src="http://multiply.com/mu/rengganiez/logo/" width="50" /></a></td><td><div class="replybody">
<div class="actioncontainer">
<div class="actionlinks">
<a class="mine" href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4072577910783793317">delete</a>
<a class="reply_link" href="http://afemaleguest.multiply.com/item/reply/afemaleguest:journal:834+8?xurl=http%3A%2F%2Fafemaleguest.multiply.com%2Fjournal%2Fitem%2F834" id="reply_link_afemaleguest:journal:834+8">reply</a></div>
<div class="replyboxstamp">
<a href="http://rengganiez.multiply.com/">rengganiez</a> wrote on Jun 26</div>
</div>
<div class="replybodytext">
<div class="replybodytext" id="reply_body_afemaleguest:journal:834+8">
membaca "Perempuan Kopi" sambil ngopi yo, mbak...<br /></div>
</div>
</div>
</td></tr>
</tbody></table>
</div>
</div>
<div class="reply replyboxodd replybox replyboxmine" id="reply_afemaleguest:journal:834+12" style="margin-left: 20px;">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4072577910783793317" id="anchor12" name="reply12"></a><div class="dummy">
<table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" style="width: 100%px;"><tbody>
<tr valign="top"><td class="userboxlogo" width="55"><a href="http://afemaleguest.multiply.com/"><img alt="afemaleguest" border="0" height="50" src="http://multiply.com/mu/afemaleguest/logo/3" width="50" /></a></td><td><div class="replybody">
<div class="actioncontainer">
<div class="actionlinks">
<a class="mine" href="http://afemaleguest.multiply.com/item/edit/afemaleguest:journal:834+12?xurl=http%3A%2F%2Fafemaleguest.multiply.com%2Fjournal%2Fitem%2F834">edit</a>
<a class="mine" href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4072577910783793317">delete</a>
<a class="reply_link" href="http://afemaleguest.multiply.com/item/reply/afemaleguest:journal:834+12?xurl=http%3A%2F%2Fafemaleguest.multiply.com%2Fjournal%2Fitem%2F834" id="reply_link_afemaleguest:journal:834+12">reply</a></div>
<div class="replyboxstamp">
<a href="http://afemaleguest.multiply.com/">afemaleguest</a> wrote on Jun 26</div>
</div>
<div class="replybodytext">
<div class="replybodytext" id="reply_body_afemaleguest:journal:834+12">
iyo<br />hahaha</div>
</div>
</div>
</td></tr>
</tbody></table>
</div>
</div>
<div class="reply replybox" id="reply_afemaleguest:journal:834+15">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4072577910783793317" id="anchor15" name="reply15"></a><div class="dummy">
<table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" style="width: 100%px;"><tbody>
<tr valign="top"><td class="userboxlogo" width="55"><a href="http://rembulanku.multiply.com/"><img alt="rembulanku" border="0" height="50" src="http://multiply.com/mu/rembulanku/logo/" width="50" /></a></td><td><div class="replybody">
<div class="actioncontainer">
<div class="actionlinks">
<a class="mine" href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4072577910783793317">delete</a>
<a class="reply_link" href="http://afemaleguest.multiply.com/item/reply/afemaleguest:journal:834+15?xurl=http%3A%2F%2Fafemaleguest.multiply.com%2Fjournal%2Fitem%2F834" id="reply_link_afemaleguest:journal:834+15">reply</a></div>
<div class="replyboxstamp">
<a href="http://rembulanku.multiply.com/">rembulanku</a> wrote on Jun 26</div>
</div>
<div class="replybodytext">
<div class="replybodytext" id="reply_body_afemaleguest:journal:834+15">
mbak, kalo tempatnya kurang friendly ya sekali2 naek taksi gpp tho<br />hehehe itung2 biar si seli istirohat dirumah :D</div>
</div>
</div>
</td></tr>
</tbody></table>
</div>
</div>
<div class="reply replyboxodd replybox replyboxmine" id="reply_afemaleguest:journal:834+16" style="margin-left: 20px;">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4072577910783793317" id="anchor16" name="reply16"></a><div class="dummy">
<table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" style="width: 100%px;"><tbody>
<tr valign="top"><td class="userboxlogo" width="55"><a href="http://afemaleguest.multiply.com/"><img alt="afemaleguest" border="0" height="50" src="http://multiply.com/mu/afemaleguest/logo/3" width="50" /></a></td><td><div class="replybody">
<div class="actioncontainer">
<div class="actionlinks">
<a class="mine" href="http://afemaleguest.multiply.com/item/edit/afemaleguest:journal:834+16?xurl=http%3A%2F%2Fafemaleguest.multiply.com%2Fjournal%2Fitem%2F834">edit</a>
<a class="mine" href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4072577910783793317">delete</a>
<a class="reply_link" href="http://afemaleguest.multiply.com/item/reply/afemaleguest:journal:834+16?xurl=http%3A%2F%2Fafemaleguest.multiply.com%2Fjournal%2Fitem%2F834" id="reply_link_afemaleguest:journal:834+16">reply</a></div>
<div class="replyboxstamp">
<a href="http://afemaleguest.multiply.com/">afemaleguest</a> wrote on Jun 27</div>
</div>
<div class="replybodytext">
<div class="quotet">
<div class="quotea">
<a href="http://rembulanku.multiply.com/">rembulanku</a> said</div>
<img align="left" src="http://images.multiply.com/common/misc/quote-start.gif" /><i>mbak, kalo tempatnya kurang friendly ya sekali2 naek taksi gpp tho<br />hehehe itung2 biar si seli istirohat dirumah :D</i> <img src="http://images.multiply.com/common/misc/quote-end.gif" /></div>
<div class="replybodytext" id="reply_body_afemaleguest:journal:834+16">
sshhhttt ...<br />eman-eman duite ... haghaghaghag</div>
</div>
</div>
</td></tr>
</tbody></table>
</div>
</div>
<div class="reply replybox" id="reply_afemaleguest:journal:834+18">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4072577910783793317" id="anchor18" name="reply18"></a><div class="dummy">
<table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" style="width: 100%px;"><tbody>
<tr valign="top"><td class="userboxlogo" width="55"><a href="http://martoart.multiply.com/"><img alt="martoart" border="0" height="50" src="http://multiply.com/mu/martoart/logo/" width="50" /></a></td><td><div class="replybody">
<div class="actioncontainer">
<div class="actionlinks">
<a class="mine" href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4072577910783793317">delete</a>
<a class="reply_link" href="http://afemaleguest.multiply.com/item/reply/afemaleguest:journal:834+18?xurl=http%3A%2F%2Fafemaleguest.multiply.com%2Fjournal%2Fitem%2F834" id="reply_link_afemaleguest:journal:834+18">reply</a></div>
<div class="replyboxstamp">
<a href="http://martoart.multiply.com/">martoart</a> wrote on Jun 30</div>
</div>
<div class="replybodytext">
<div class="quotet">
<div class="quotea">
<a href="http://afemaleguest.multiply.com/">afemaleguest</a> said</div>
<img align="left" src="http://images.multiply.com/common/misc/quote-start.gif" /><i>DEWI NOVA. Honestly, nama pengarang satu ini adalah nama yang baru di telingaku.</i> <img src="http://images.multiply.com/common/misc/quote-end.gif" /></div>
<div class="replybodytext" id="reply_body_afemaleguest:journal:834+18">
Sama. Malah kukira De 'Supernova'</div>
</div>
</div>
</td></tr>
</tbody></table>
</div>
</div>
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4072577910783793317" id="anchor19" name="reply19"></a><table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" style="width: 100%px;"><tbody>
<tr valign="top"><td class="userboxlogo" width="55"><a href="http://afemaleguest.multiply.com/"><img alt="afemaleguest" border="0" height="50" src="http://multiply.com/mu/afemaleguest/logo/3" width="50" /></a></td><td><div class="replybody">
<div class="actioncontainer">
<div class="actionlinks">
<a class="mine" href="http://afemaleguest.multiply.com/item/edit/afemaleguest:journal:834+19?xurl=http%3A%2F%2Fafemaleguest.multiply.com%2Fjournal%2Fitem%2F834">edit</a>
<a class="mine" href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4072577910783793317">delete</a>
<a class="reply_link" href="http://afemaleguest.multiply.com/item/reply/afemaleguest:journal:834+19?xurl=http%3A%2F%2Fafemaleguest.multiply.com%2Fjournal%2Fitem%2F834" id="reply_link_afemaleguest:journal:834+19">reply</a></div>
<div class="replyboxstamp">
<a href="http://afemaleguest.multiply.com/">afemaleguest</a> wrote on Jul 4</div>
</div>
<div class="replybodytext">
<div class="replybodytext" id="reply_body_afemaleguest:journal:834+19">
:-)</div>
</div>
</div>
</td></tr>
</tbody></table>
</div>
</div>
Nana Podunggehttp://www.blogger.com/profile/14235543550591163972noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4072577910783793317.post-28401160235847776792012-02-06T20:57:00.001-08:002023-12-08T18:47:27.853-08:00Perempuan dalam Kultur Patriarki<div style="color: blue; text-align: center;"><span><img alt="" class="photo_img img" src="http://a8.sphotos.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-ash4/431185_10151261016780381_627250380_22804680_1753642846_n.jpg" /><span class="caption"></span></span><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjnTO6pFYnFHmEsak9YlfUC-1hHK3jYnylJVz-zG24cobZkdXuJ1jy37ZsU_Xs37BrFLR_8J-TXoXKeVrG8GS695WJfYC3eKiaaxFJ6SjBqLrwPXdf7yd5AY4n2q2E5Gg9GW4Du46hbCpPgeM8pks14wSbD7xn6ZnlyOsKWBKkXbptzejyf2daZCJrRPXg/s327/belenggu.jpeg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="218" data-original-width="327" height="266" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjnTO6pFYnFHmEsak9YlfUC-1hHK3jYnylJVz-zG24cobZkdXuJ1jy37ZsU_Xs37BrFLR_8J-TXoXKeVrG8GS695WJfYC3eKiaaxFJ6SjBqLrwPXdf7yd5AY4n2q2E5Gg9GW4Du46hbCpPgeM8pks14wSbD7xn6ZnlyOsKWBKkXbptzejyf2daZCJrRPXg/w400-h266/belenggu.jpeg" width="400" /></a></div><br /></div><br style="color: blue;" /><span style="color: blue;"> “Mereka sendiri tidak siap menerima anak-anaknya yang berubah karena pendidikan yang telah mereka pelajari.” ~ “Sepasang Mata Dinaya yang Terpenjara” oleh Ni Komang Ariani</span><br style="color: blue;" /> <br style="color: blue;" /><span style="color: blue;"> Kultur patriarki telah bercokol di banyak daerah di belahan bumi ini sejak waktu yang entah. Sebegitu dalam kultur yang mengutamakan kepentingan kaum laki-laki ini dipercayai oleh masyarakat sehingga segala hal yang dianut di dalamnya dipercaya sebagai suatu keniscayaan – taking it as one undeniable truth – dan hal-hal yang tidak mengamininya dianggap sebagai suatu yang di luar ‘kodrat’. Bahkan oleh kaum perempuan yang ‘seyogyanya’ merasa menjadi korban ketidakadilan ini.</span><br style="color: blue;" /> <br style="color: blue;" /><span style="color: blue;"> Topik ‘klise’ inilah yang dibidik oleh Ni Komang Ariani dalam cerpennya yang berjudul “Sepasang Mata Dinaya yang Terpenjara”, yang kebetulan dibukukan bersama 17 cerpen lain dalam buku </span><b style="color: blue;">Cerpen Pilihan Kompas 2010</b><span style="color: blue;">. Sang tokoh utama – Dinaya – adalah seorang perempuan Bali yang meski berpendidikan tinggi tetap saja menjadi korban dalam kultur patriarki, bahkan sang ‘biyang’ (ibu) adalah salah satu pelaku utama yang menjadikannya sebagai makhluk yang ‘terpenjara’ dalam kungkungan kultur yang mendewakan kaum laki-laki.</span><br style="color: blue;" /> <br style="color: blue;" /><span style="color: blue;"> Meskipun klise, namun di abad ke 21 ini aku yakin masih banyak perempuan yang menjadi korban; bahkan ketika mereka telah mendapatkan pendidikan formal yang cukup tinggi, jika masyarakat luas masih saja menempatkan perempuan di posisi yang harus memprioritaskan kebutuhan laki-laki – butuh dijadikan panutan dalam keluarga bukan karena apa yang telah dia lakukan untuk keluarga, namun melulu karena dia berjenis kelamin laki-laki; butuh dijadikan satu-satunya yang boleh menentukan apa-apa yang akan dilakukan oleh anggota keluarga, termasuk menuntut sang istri lah yang melakukan segala pekerjaan rumah tangga, dan menjadi pendengar sang suami yang butuh didengarkan karena hanya ketika berada di rumah lah sang suami bisa berkicau sesuka hati.</span><br style="color: blue;" /> <br style="color: blue;" /><span style="color: blue;"> Yang paling menarik dari cerpen ini bagiku adalah ketika Dinaya memprotes bagaimana orangtuanya tak membolehkannya memiliki cara berpikir yang berbeda padahal cara berpikir ini dia dapatkan dari pendidikan yang telah dia kejar; pendidikan yang dulu dipaksakan oleh orangtuanya. Ternyata setelah dewasa, setelah pendidikan menjadikan Dinaya ‘berkembang’ menjadi sesosok perempuan yang berpikir bebas, di mata orang tuanya, Dinaya tetaplah seperti bocah yang mengenakan seragam sekolah dasarnya, yang sering dimarahi orangtuanya karena belum bisa menulis dan membaca. “Kesarjanaan hanya membuat Dinaya menjadi perempuan yang tinggi hati.” Tulis Ni Komang Ariani.</span><br style="color: blue;" /> <br style="color: blue;" /><span style="color: blue;"> Protes Dinaya hanya tetap menjelma protes tanpa makna. Keotoriteran kedua orangtuanya telah mengebirinya.</span><br style="color: blue;" /> <br style="color: blue;" /><span style="color: blue;"> GL7 11.29 060212 </span>Nana Podunggehttp://www.blogger.com/profile/14235543550591163972noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4072577910783793317.post-70220353399516783632011-10-25T15:27:00.000-07:002011-10-25T19:46:25.463-07:00Buku Pelajaran Sejarah <p style="text-align: center;"><span class=""><img class="photo_img img" src="http://a1.sphotos.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-snc7/299597_10150899218460381_627250380_21383872_1675807706_n.jpg" alt=""><span class="caption"></span></span></p><p>Baru tahun akademik ini aku ketiban sampur mengajar mata pelajaran "Sejarah" di kelas 12. Dikarenakan belum ada buku yang ditulis secara bilingual, maka kita menggunakan buku yang hanya ditulis dalam Bahasa Indonesia.Sekolah memilih menggunakan buku Sejarah terbitan Y*dh*****a.</p><p> </p><p>Memasuki term kedua ini pembahasan 'baru' (atau 'telah' ya?) sampai bab dua, yakni "Perkembangan Perekonomian dan Politik Indonesia".</p><p> </p><p>Mungkin karena anak-anak yang telah terkondisi menggunakan English dalam interaksi sehari-hari di sekolah sehingga ketika diskusi menggunakan Bahasa Indonesia menjadi kaku, atau mungkin karena mereka terbiasa menggunakan buku-buku terbitan luar negeri sehingga selalu saja masalah 'bosan' menimpa diskusi di kelas, atau instead of breaking the mirror for my ugly face, I must admit that I am so boring to teach the material.</p><p> </p><p>Kemarin salah satu siswa kelas 12 -- if you follow my note/blog perhaps you will know my favorite student in 'Religious Studies class -- komplen. Ada dua hal yang dia kemukakan:</p><p> </p><ol><li>"Miss, this book or this subject is not supposed to be called as "Sejarah Indonesia", instead it is supposed to be called "Sejarah Politik Indonesia".</li><li>"Miss, don't you think that history book must be free from anybody's opinion?" sambil menunjuk beberapa contoh kalimat yang memang jelas-jelas tidak hanya mengungkap 'fakta' yang ada melainkan juga opini sang penulis.</li></ol><p> </p><p>Kebetulan tahun akademik lalu aku mengajar 'History' kelas 7 dimana kita menggunakan buku terbitan C**br****e. Untuk komplen point kedua aku bisa langsung membandingkan bahwa dalam buku terbitan Cambridge, jika akan mengacu 'opini', maka yang dikemukakan dalam buku adalah opini historian baik di masa lalu (ketika suatu peristiwa terjadi) yang kemudian dikomparasikan dengan opini historian di masa kini, sehingga kita bisa mengkaji suatu peristiwa dari beberapa sudut pandang. Dan, memang tak bisa ditemukan kalimat-kalimat yang bias opini si penulis buku.</p><p> </p><p>Sedangkan untuk point pertama, dalam buku terbitan C**br****e, ketika membahas suatu peristiwa, misal perang bla bla bla ... maka akan disinggung juga kehidupan masyarakat di daerah dimana perang terjadi,bagaimana masyarakat menjadi korban, dan lain sebagainya. Sehingga pembahasan menjadi menarik karena tidak melulu membahas 'konferensi Malino' terjadi di satu tempat pada tanggal sekian sampai tanggal sekian, tanpa explanasi yang jelas mengapa konferensi tersebut diselenggarakan, dan bagaimana dampak konferensi tersebut terhadap masyarakat yang tinggal di daerah tersebut.</p><p> </p><p>As simple as that.</p><p> </p><p>WEW.</p><p> </p><p>GL7 09.44 261011</p> <!-- multiply:no_crosspost --><p class='multiply:no_crosspost'></p>Nana Podunggehttp://www.blogger.com/profile/14235543550591163972noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4072577910783793317.post-79925384577962576752011-04-22T03:45:00.000-07:002023-12-02T02:24:51.745-08:00T R I F L E S<div style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg8-ouW7Is6AQn2H38At3VHgdZ3lCTp9Oc3HchYMzQ4APsQMpof-uCr4LwmeQtGpLhismsPlIDLhr1qmLjsY-QQaav4DDsDK6AyQg6H7MHashqZCTSl16PafdywvAckx9ag9TIPDQT-CwdgYx1A5xhoB9yVurTpSLCbyvVJJJ8uptmS4E-PFawViWD6p5c/s364/trifles.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="231" data-original-width="364" height="203" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg8-ouW7Is6AQn2H38At3VHgdZ3lCTp9Oc3HchYMzQ4APsQMpof-uCr4LwmeQtGpLhismsPlIDLhr1qmLjsY-QQaav4DDsDK6AyQg6H7MHashqZCTSl16PafdywvAckx9ag9TIPDQT-CwdgYx1A5xhoB9yVurTpSLCbyvVJJJ8uptmS4E-PFawViWD6p5c/s320/trifles.jpg" width="320" /></a><br /></div><div> </div><div>'TRIFLES' is always in the curriculum of DRAMA ANALYSIS CLASS that I handle in the even semester.<br />
<br />
<br />
<b>PLOT</b><br />
<br />
<br />
This one-act drama written by Susan Glaspell tells us about a murder of a husband, John Wright. His wife, Mrs. Wright -- her maiden name was Minnie Foster -- was the suspect since she was the last person seen when a neighbor -- Mr. Hale -- found Mr. Wright dead in his house. The following day after the finding, Mr. Hale came back to the house together with the Sheriff and County Attorney to gather evidence -- either to make themselves convinced that Mrs. Wright was the murderer or on the way around: they might find fingerprints of the 'real murderer'. These three men were accompanied by Mrs. Hale -- the wife of the neighbor -- and Mrs. Peter -- the wife of the Sheriff. The two women were about to collect some personal belongings of Mrs. Wright who apparently was already in custody; these personal belongings were, among other things. clothes, some stuff to quilt, etc.<br />
<br />
<br />
Glaspell intentionally showed the contradictory traits between men and women: the three men paid more attention to anything 'big' or 'serious' to collect evidence, because the crime done was also a serious one: murder. On the contrary, the two women took a very close look at some 'trivial things (alias 'trifles') such as, preserves, bread set, a large sewing basket and a piece cloth Mrs. Wright was quilting. In the end, it turned out that the women even found the evidence that strongly showed Mrs. Wright was the murderer from those trifles, while the men did not find any. However, to show 'loyalty to the same gender' -- as accused by the County Attorney when Mrs. Hale defended Mrs. Wright when the County Attorney said bad things about how messy the kitchen of Mr. Wright's house was -- the two women kept the evidence for themselves. <br />
<br />
<b><br />
DESPERATE HOUSEWIFE -- an analysis</b><br />
<br />
<br />
From the conversation between Mrs. Hale and Mrs. Peters, one can conclude that John Wright had a contradictory trait from his wife, Minnie Foster. Before marrying John, Minnie was a very cheerful girl, singing in a choir, wearing pretty dresses as well as colorful ribbons on her hair. Meanwhile, John belonged to a very quiet man. He refused the offer of Mr. Hale to 'go on a party telephone' by saying that 'folks talked too much'. Apparently he didn't like noise at all.<br />
<br />
<br />
Because of that, it can be concluded that during their marriage -- for about thirty years -- Minnie was forced to be someone else who was not herself in the past. She could not sing, she could not enjoy having a company -- let us say when a neighbor dropped by at her house. Mrs. Hale herself as a neighbor said that she did not really like visiting the Wrights' house since John did not like it.<br />
<br />
<br />
When the two women found a dead canary hidden inside a box in the sewing basket, they directly drew a conclusion what made Minnie killed her husband. John killed Minnie's only entertainment. (Mrs. Hale said that only a year ago Minnie bought the canary, 29 years after the wedding, after 29 years living in a quietness and being repressive.) It can be interpreted that John killed Minnie's soul. No longer could Minnie control her emotion, she killed her husband.<br />
<br />
<b><br />
HISTORICAL BACKGROUND</b><br />
<br />
<br />
The choice of 'kitchen' as the main setting by Glaspell refers to the setting considered as the only women's sphere in that era. 'Trifles' was written in 1916, the decade considered to be important before American women got their right to vote in 1920 after struggling to get it since the first summit in 1848. Despite the fact that women had spent some decades for that demand, the government did not really pay attention to it.<br />
<br />
<br />
Through this play, Glaspell wanted to criticize the government that it was high time for them to give right to women to be involved in 'men's spheres'. Although 'only' gathering evidence through trivial things -- homemaking stuff -- in the so-called unimportant setting, the two women found evidence as well as the motif why Minnie Foster killed the husband.<br />
<br />
<br />
A woman indeed will be able to do anything that people might think impossible when she is cornered, when she is forced.<br />
<br />
<br />
PT56 21.24 220411 <br />
<div class="multiply:no_crosspost">
</div><br /></div>Nana Podunggehttp://www.blogger.com/profile/14235543550591163972noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4072577910783793317.post-83764251997441599532011-03-03T22:22:00.000-08:002011-03-03T22:23:35.210-08:00Gender Voices in Literature<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjhwZ3600A6akBYZELJ1MDNHHsEJ-B-7-S1B2SYRWYoNc2Gsc4vOCg498OV-NTsbAcftoxhjYJH7ZaQiGsfGk_Y4S7m6KREUBDHS0n8YFfbsgwOcwKYxf3DL5gJKxSAjuRnhvA3Vg8axJ8/s1600/saman-ayu-lontarnalar.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjhwZ3600A6akBYZELJ1MDNHHsEJ-B-7-S1B2SYRWYoNc2Gsc4vOCg498OV-NTsbAcftoxhjYJH7ZaQiGsfGk_Y4S7m6KREUBDHS0n8YFfbsgwOcwKYxf3DL5gJKxSAjuRnhvA3Vg8axJ8/s320/saman-ayu-lontarnalar.jpg" width="233" /></a></div><br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgQYCKdkxX0ikAmWmlMQl2JtEy3qLdgvBPnDMbAEMktHhSc1pbOax42vljKzDxsM8tqY14GMXWuuWn89cWSmgVcrFJdwxQgiiQ1kfCvVGS_ZX-Ve61kNZ_9jaYR3K_wv0Tf-_GK9Z5muE0/s1600/khrisna.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"></a></div>Tahun 1998 konon dianggap sebagai awal mula digulirkannya tema-tema yang mengusung suara perempuan. SAMAN, novel pertama karya Ayu Utami, didapuk sebagai karya sastra yang mewakili tema ini. Dalam novel ini Ayu Utami mengkritisi pandangan masyarakat yang mengkultuskan keperawanan perempuan lewat keempat tokoh sentral yang kebetulan perempuan: Laila, Shakuntala, Yasmin, dan Cok. Laila yang lahir dan dibesarkan dalam sebuah keluarga dengan tingkat relijiusitas lumayan tinggi dikisahkan menghadapi dilemma tatkala ingin mendobrak kesakralan selaput dara dengan usahanya untuk melakukan sexual intercourse dengan kekasihnya yang kebetulan adalah suami perempuan lain. Cok dikisahkan sebagai pembangkang tentang hal ini dengan memiliki banyak pacar dan sexual intercourse jelas bukan hal yang tabu untuk dia lakukan. Sedangkan Yasmin – a too good to be true character – akhirnya pun menjerumuskan dirinya dengan terlibat pengalaman seksual dengan Saman, sang mantan frater. Shakuntala – mungkin karena kebenciannya pada kaum laki-laki yang dia anggap sebagai pangkal mula permasalahan yang menimpa kaum perempuan – merusak selaput daranya sendiri. Jika di buku yang kedua, LARUNG, Ayu Utami mengisahkannya sebagai seorang lesbian tentu sangat masuk akal. Kaum feminis radikal menyodorkan lesbianisme sebagai opsi agar sama sekali tidak terlibat dengan kaum laki-laki dalam kehidupan sehari-hari. <br />
<br />
SAMAN kemudian diikuti oleh novel-novel maupun cerita pendek cerita pendek karya penulis perempuan lain dengan menyuguhkan tema yang sama: mendobrak status quo posisi perempuan, baik dalam rumah tangga, maupun dalam relasi hubungan seksual. Beberapa nama penulis perempuan yang mengikuti ‘aliran’ ini misalnya Djenar Maesa Ayu dan Dinar Rahayu. <br />
<br />
Bagaimana dengan penulis laki-laki? Adakah yang kemudian juga menghasilkan karya yang memiliki tema yang sama? Apakah mereka pun menyodorkan wacana dimana si tokoh perempuan bisa dikategorikan sebagai seorang Laila, Yasmin, Cok, atau Shakuntala? Dengan kata lain perempuan adalah subjek dalam menentukan kehidupannya sendiri. Terlepas dari campur tangan dan pandangan laki-laki tentang posisi perempuan yang konvensional. <br />
<br />
Tulisan ini akan membandingkan tokoh perempuan dalam cerita pendek berjudul “Janji Jalu” karya Dewi Ria Utari dan “Mengawini Ibu” karya Khrisna Pabhicara.<br />
<br />
<span style="font-weight: bold;">JANJI JALU</span><br />
<br />
Ada dua tokoh sentral dalam cerpen ini, Galuh dan Nyi Pamengkas, sang Bude. Galuh yang sejak kecil dibesarkan oleh sang Bude – karena kedua orangtuanya dikisahkan merantau ke Abu Dhabi demi masa depan yang lebih menjanjikan namun kemudian ternyata keduanya dikabarkan meninggal dunia dalam sebuah kebakaran yang herannya tidak melukai sang majikan – adalah contoh tokoh perempuan yang masih ‘hijau’, yang tidak mengenal karakter laki-laki dengan baik. Dalam kultur patriarki tidak terhitung jumlah laki-laki yang hanya memanfaatkan keluguan seorang perempuan demi keberhasilan sang laki-laki itu sendiri. <br />
<br />
Nyi Pamengkas merupakan tokoh kebalikan dari Galuh. Pengalaman hidupnya mengajarkannya bagaimana dia bisa seolah-olah menjadi ‘korban’ ketamakan kaum laki-laki, namun sebenarnya dia mengambil keuntungan dari ‘sandiwara’ yang dia mainkan itu. Dia memiliki sejumlah laki-laki yang lebih muda darinya untuk klangenan. Para laki-laki itu berpikir mereka bisa mendapatkan keuntungan dari Nyi Pamengkas tanpa mereka sadari bahwa Nyi Pamengkas lah yang paling memperoleh untung dari hubungannya dengan para ‘klangenan’ itu: dia senantiasa awet muda dan memesona meski usianya telah lebih dari kepala lima. <br />
<br />
Nyi Pamengkas yang seorang dalang tersohor ingin menurunkan kepiawaiannya kepada Galuh; tidak hanya dalam bidang mendalang namun juga bagaimana bersikap menghadapi laki-laki.<br />
<br />
<span style="font-weight: bold;">MENGAWINI IBU</span><br />
<br />
Tokoh sentral dalam cerita pendek ini adalah seorang laki-laki yang tidak terima tatkala melihat ayahnya selalu dan selalu menyakiti hati ibunya dengan membawa pulang para perempuan untuk bercinta di rumah. Konon ‘kebiasaan’ ini dimulai ketika sang ibu telah kehilangan kemampuan untuk ‘serve’ sang ayah di tempat tidur. <br />
<br />
Sang anak laki-laki selalu memprotes sang ibu yang diam saja dan tidak pernah memprotes tindakan sang ayah yang nampak telah menafikan perasaan istrinya. Sang ibu dikisahkan sebagai seorang perempuan yang senantiasa memiliki berjuta maaf dan berjuta cinta untuk memahami apa pun yang dilakukan oleh sang suami. Namun toh sang anak sering juga melihat luka di mata sang ibu, yang coba dia samarkan dengan kata-kata bijak penuh maaf. <br />
<br />
Hingga satu kali sang ibu meninggal dengan membawa luka di hati. Sang anak pun berjanji pada diri sendiri untuk membalas dendam kepada sang ayah, meski sang ibu melarangnya untuk membalas dendam karena biar bagaimanapun, laki-laki berhidung belang itu adalah ayahnya. Dia ternyata tidak akan pernah bisa memaafkan tindak-tanduk ayahnya yang telah membunuh ibunya. <br />
<br />
“Jangan tiru kelakuan ayahmu,” pesan sang ibu tetap terngiang di telinga sang anak. <br />
<br />
Dia memang tidak dikisahkan menelantarkan istrinya secara psikologis kelak di kemudian hari. Dendamnya kepada ayahnya dia salurkan dengan cara meniduri perempuan-perempuan yang menjadi ‘ibu barunya’, tanpa sepengetahuan sang ayah tentu.<br />
<br />
<span style="font-weight: bold;">TOKOH PEREMPUAN DALAM KEDUA CERPEN</span><br />
<br />
Dari ringkasan kedua cerita pendek di atas kita bisa menyimpulkan bahwa pengarang laki-laki dan pengarang perempuan mendudukkan tokoh perempuan dalam posisi yang berbeda. Dewi mengisahkan Nyi Pamengkas yang perkasa, yang menguasai setiap permasalahan dengan kelihaiannya sebagai seorang perempuan. Dia tidak kehilangan kontrol emosi ketika Galuh mengkhianatinya dengan memberikan gunungan emas kepada Jalu, salah satu laki-laki klangenannya yang ternyata menipu Galuh. Bahkan dari kasus ini, dia mengajari Galuh bagaimana bersikap menghadapi laki-laki. Nyi Pamengkas adalah sang subjek.<br />
<br />
Sedangkan Khrisna tetap memberikan karakter perempuan yang dipuja dalam kultur patriarki, seorang perempuan yang maha pemaaf dan maha pecinta. Perempuan sang maha ini – tak peduli bagaimana pun caranya meyakinkan sang anak bahwa cinta dan pengertian adalah segalanya dalam hubungan antara laki-laki dan perempuan, dengan catatan pihak perempuan lah yang didudukkan dalam posisi “the most loving, loyal, and understanding angel” – akhirnya dikisahkan meninggal karena tak mampu lagi menahan duka. Kematian yang membebaskan segala duka duniawi? Apa pun itu, tokoh perempuan di sini adalah objek. Sang ibu objek permainan sang ayah. Tokoh-tokoh perempuan yang kemudian menjadi ‘ibu-ibu’ berikutnya adalah permainan sang anak dalam membalas dendam kepada sang ayah.<br />
<br />
<span style="font-weight: bold;">READER-RESPONSE THEORY</span><br />
<br />
Tatkala sebuah karya diterbitkan dan sampai ke tangan pembaca, para pengikut teori ‘the death of the author’ pun berpesta-pora bagaimana mereka akan menanggapi karya tersebut. Seorang pembaca yang mengimani ideologi feminisme akan sangat memuja karya-karya yang memiliki tema seperti cerpen JANJI JALU, tokoh perempuan adalah subjek. Karya yang mendobrak status quo tentang posisi perempuan yang diobjekkan, yang hanya bisa menangis meski menggunakan ‘cinta’ sebagai tameng.<br />
<br />
Meski tentu saja tak bisa kita negasikan bahwa dalam kultur yang masih saja mengunggulkan patriarki ini tokoh perempuan yang merupakan objek bisa jadi merepresentasikan kondisi perempuan dalam banyak kasus di tengah masyarakat. Masih banyak kasus perempuan yang membiarkan dirinya menjadi korban yang diam saja tatkala sang suami berbagi kelamin dengan perempuan lain. Apalagi dengan embel-embel label “perempuan merupakan makhluk sempurna, yang tidak pernah menyadari kesempurnaannya, sebagai satu-satunya kelemahannya.” Perempuan yang dininabobokkan dengan pernyataan “engkaulah ibu semesta dimana pusat segala cinta dan maaf ada dalam dirimu.”<br />
<br />
<span style="font-weight: bold;">KESIMPULAN</span><br />
<br />
Laki-laki dan perempuan bisa saja mengusung tema yang sama, menyodorkan suara perempuan. Namun, hasilnya bisa jadi tetap terjebak dalam kultur yang telah menjajah kaum manusia sejak zaman yang entah.<br />
<br />
GL7 11.44 040311Nana Podunggehttp://www.blogger.com/profile/14235543550591163972noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4072577910783793317.post-50124261500489309772010-07-08T06:34:00.000-07:002023-12-11T02:43:13.034-08:00Perempuan Sejenisku<div style="text-align: center;"><b style="color: #3333ff; font-family: trebuchet ms;"><big><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEieoOzxOlFWRBIsVrJYaIReb3ZjE359W0RV5FtLGUqUcKFb-tdnRmR8I3n9g0QM_QhYez0078SDgbwXkSVwaprtJBxxWpAMRCt2iSqycgg2-zqH1uDzBkl1lGYmhUUcKAyhYAwhvBCjexyI7zoNHcsGb9W0FrxWvrg5sxO6di5O1u9DrT542ujrVWPx6mk/s330/coleman.jpeg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="216" data-original-width="330" height="261" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEieoOzxOlFWRBIsVrJYaIReb3ZjE359W0RV5FtLGUqUcKFb-tdnRmR8I3n9g0QM_QhYez0078SDgbwXkSVwaprtJBxxWpAMRCt2iSqycgg2-zqH1uDzBkl1lGYmhUUcKAyhYAwhvBCjexyI7zoNHcsGb9W0FrxWvrg5sxO6di5O1u9DrT542ujrVWPx6mk/w400-h261/coleman.jpeg" width="400" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Coleman</td></tr></tbody></table><br /> </big></b></div><div style="text-align: center;"><b style="color: #3333ff; font-family: trebuchet ms;"><big>PEREMPUAN SEJENISKU</big></b><br /><b style="color: #3333ff; font-family: trebuchet ms;">
<i>Wanda Coleman</i></b><br /><b style="color: #3333ff; font-family: trebuchet ms;">
(diterjemahkan secara bebas oleh seorang Nana Podungge)</b><br /></div><div><b style="color: #3333ff; font-family: trebuchet ms;">
<br />
kuikuti lekuk liku penisnya<br />
dengan lidahku<br />
<br />
ada warna tertentu yang dimiliki para perempuan<br />
sepertiku, yang biasa dilihat oleh kaum lelaki<br />
<br />
berada di lapisan paling bawah dimana tekanan<br />
terasa sangat kuat, berupa kaum yang paling tak diingini<br />
hingga rasanya mati jauh lebih baik<br />
begitu kupikir<br />
<br />
ada warna tertentu dimana perempuan<br />
kaumku dipandang oleh lelaki kulit hitam<br />
sebagai orang suci<br />
sebagai ibu<br />
sebagai saudara<br />
sebagai pelacur<br />
namun yang paling sering sebagai musuh<br />
<br />
ini bukanlah salah kami, kami adalah korban<br />
yang memilih untuk terus berjuang dan terus hidup<br />
<br />
ada warna tertendu dimana perempuan<br />
kaumku dipandang oleh lelaki kulit putih<br />
sebagai makhluk eksotis<br />
sebagai musuh<br />
namun yang paling sering sebagai pelacur<br />
<br />
luka yang cukup membuatku menangis<br />
namun tak kulakukan<br />
<br />
kuikuti lekuk liku penisnya<br />
dengan lidahku<br />
<br />
akankah kupandang<br />
matahari!</b><br />
<br />
<span style="color: #3333ff; font-family: trebuchet ms;"> Gombel Lama 13.13 delapan juli duaribu sepuluh</span><br />
<br />
<span style="color: #3333ff; font-family: trebuchet ms;"> Satu hal penting untuk dikemukakan di awal yakni Wanda Coleman adalah seorang pengarang perempuan berkulit hitam sehingga akan mudah bagi kita untuk melakukan interpretasi atas puisinya ini. Coleman menuliskan duka hatinya terlahir sebagai perempuan berkulit hitam di Amerika Serikat.</span><br />
<br />
<span style="color: #3333ff; font-family: trebuchet ms;"> Sejarah tentang praktek perbudakan di negeri Paman Sam selama kurang lebih duaratus tahun tentu sangat menentukan bagaimana masyarakat dimana memperlakukan ‘saudara-saudara’ mereka yang berkulit hitam. Jika sampai sekarang saja kaum perempuan berkulit putih disana masih merasa dinomorduakan, apalagi kaum perempuan berkulit hitam. (Bukti, Hillary Clinton tidak disukai ketika dia menominasikan diri untuk maju ke pemilihan presiden beberapa tahun lalu. Bukti lain, di pertengahan tahun 1980-an, tatkala salah seorang dosenku – perempuan – mengambil gelar master dan doktor di Amerika, dia mendapat applause yang sangat hebat ketika dia memperkenalkan posisi dia di almamaterku sebagai kepala jurusan Sastra Inggris. Konon di Amerika sana, posisi kepala jurusan, apalagi Dekan dan di atas itu, sangatlah ‘maskulin’ alias dipegang oleh kaum berpenis.)</span><br />
<br />
<span style="color: #3333ff; font-family: trebuchet ms;"> Maka, jika masyarakat Amerika bisa dibagi menjadi kasta-kasta tertentu (berdasarkan jenis kelamin, plus warna hitam dan putih, bukan berdasarkan </span><b style="color: #3333ff; font-family: trebuchet ms;">race</b><span style="color: #3333ff; font-family: trebuchet ms;"> yang banyak dijumpai di sana), maka ada empat kasta utama. Paling tinggi adalah laki-laki berkulit putih, di bawahnya, perempuan berkulit putih, di bawahnya lagi laki-laki berkulit hitam, dan yang paling bawah adalah perempuan berkulit hitam. Inilah yang dimaksud oleh Coleman dalam puisinya pada baris kelima dan keenam </span><i style="color: #3333ff; font-family: trebuchet ms;">being on the bottom where pressures are greatest</i><span style="color: #3333ff; font-family: trebuchet ms;"> dan juga </span><i style="color: #3333ff; font-family: trebuchet ms;">least desirable</i><span style="color: #3333ff; font-family: trebuchet ms;">.</span><br />
<br />
<span style="color: #3333ff; font-family: trebuchet ms;"> Laki-laki berkulit hitam sendiri menganggap rendah perempuan berkulit hitam, seperti yang terlihat pada bait keempat. Ada saat-saat tertentu dimana perempuan berkulit hitam dianggap sebagai orang suci, yang tidak pernah mengeluh, tidak pernah mendendam, sebagai satu sikap menerima nasib terlahir sebagai perempuan berkulit hitam; mereka harus menerima itu. Selain itu, mereka juga dianggap sebagai seorang ibu; di satu sisi sebagai ‘mesin pembuat anak’ karena pada saat-saat tertentu kaum kulit hitam mengidolakan perempuan berkulit hitam yang subur. Pada zaman perbudakan dulu, para pemilik budak memaksa budak-budak perempuannya untuk dihamili oleh budak-budak laki-lakinya – atau terkadang para pemilik budak itu meniduri budak-budak perempuannya sendiri – untuk memiliki budak lebih banyak. Hal ini dianggap lebih murah daripada harus membeli budak baru di pasar budak. Anak-anak yang dilahirkan oleh perempuan-perempuan budak otomatis akan menjadi budak pula, dan menjadi hak milik sang tuan (pemilik budak). Di sisi lain, perempuan berkulit hitam dianggap sebagai ibu yang seharusnya memberi pengayoman kepada kaum lelaki berkulit hitam, tatkala mereka membutuhkannya. Hal ini sama dengan ‘peran’ sebagai ‘sister’. Sedangkan peran sebagai ‘pelacur’ ini juga merupakan ‘warisan’ zaman perbudakan dulu; perempuan berkulit hitam – sebagai kelas masyarakat yang paling hina – harus mau diapakan saja. Pada baris terakhir bait keempat, </span><i style="color: #3333ff; font-family: trebuchet ms;">but mostly as the enemy</i><span style="color: #3333ff; font-family: trebuchet ms;"> menjelaskan bagaimana tatkala kaum laki-laki kulit hitam frustrasi atau marah kepada kaum kulit putih, namun tak berani mengungkapkan hal tersebut, maka perempuan kulit hitamlah yang menjadi ‘bemper’ alias korban sasaran kemarahan laki-laki kulit hitam. Sebagaimana kaum kulit putih menyiksa kaum kulit hitam (terutama laki-laki) di masa perbudakan dulu, begitu pula laki-laki kulit hitam menyiksa perempuan kulit hitam.</span><br />
<br />
<span style="color: #3333ff; font-family: trebuchet ms;"> Bait keenam menggambarkan bagaimana laki-laki kulit putih memandang perempuan kulit hitam: </span><i style="color: #3333ff; font-family: trebuchet ms;">eksotis</i><span style="color: #3333ff; font-family: trebuchet ms;">, seperti kita tahu kaum kulit putih mengidolakan warna ‘tan’, sehingga perempuan kulit berwarna nampak eksotis di mata mereka; </span><i style="color: #3333ff; font-family: trebuchet ms;">enemy</i><span style="color: #3333ff; font-family: trebuchet ms;"> meski menganggap mereka eksotis, namun karena selama berabad-abad kaum kulit hitam dianggap hina, bahkan kadang lebih hina dibandingkan binatang (dalam novel Uncle Tom’s Cabin karya Harriet Beecher Stowe perlakuan ini jelas digambarkan), laki-laki kulit putih tak berani melakukan tindakan yang lebih daripada hanya memandang mereka dari kejauhan, atau menyiksa mereka sebagai ungkapan kemarahan yang tidak jelas sebabnya mengapa. Atau paling banter adalah menganggap mereka sebagai </span><i style="color: #3333ff; font-family: trebuchet ms;">but mostly as whores</i><span style="color: #3333ff; font-family: trebuchet ms;">. Puisi ini ditulis ketika perbedaan kulit putih dan kulit hitam masih sangat mendalam, dimana laki-laki kulit putih akan sangat dilecehkan oleh masyarakat jika jatuh cinta kepada perempuan berkulit hitam. Jika yang sebaliknya yang terjadi, perempuan kulit putih jatuh cinta pada laki-laki kulit hitam, sang laki-laki akan dibunuh dengan cara digantung di pohon ramai-ramai oleh kaum kulit putih. (</span><a href="http://www.facebook.com/note_redirect.php?note_id=406496755754&h=2ce6eaf4e41c54bbc73b76a6089f21ec&url=http%3A%2F%2Fen.wikipedia.org%2Fwiki%2FLynching" style="color: #3333ff; font-family: trebuchet ms;" target="_blank" title="http://en.wikipedia.org/wiki/Lynching">lynching</a><span style="color: #3333ff; font-family: trebuchet ms;"> )</span><br />
<br />
<div class="photo photo_none" style="color: #3333ff; font-family: trebuchet ms;"><div class="photo_img"><a href="http://www.facebook.com/photo.php?pid=13471430&op=1&view=all&subj=406496755754&aid=-1&auser=0&oid=406496755754&id=627250380"><img class="img" onload="var img = this; onloadRegister(function() { adjustImage(img); });" src="http://sphotos.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-ash2/hs060.ash2/36362_10150227196220381_627250380_13471430_2379296_n.jpg" /></a></div></div><br />
<span style="color: #3333ff; font-family: trebuchet ms;"> lynching</span><br />
<br />
<span style="color: #3333ff; font-family: trebuchet ms;"> Dalam versi Bahasa Inggris, dengan sengaja Coleman menulis </span><i style="color: #3333ff; font-family: trebuchet ms;">i</i><span style="color: #3333ff; font-family: trebuchet ms;"> yang berarti </span><i style="color: #3333ff; font-family: trebuchet ms;">saya</i><span style="color: #3333ff; font-family: trebuchet ms;"> dengan huruf kecil untuk menunjukkan betapa perempuan berkulit hitam tidak memiliki arti apa pun di tengah masyarakat Amerika. </span><b style="color: #3333ff; font-family: trebuchet ms;">blow job</b><span style="color: #3333ff; font-family: trebuchet ms;"> yang dilakukan oleh perempuan kulit hitam (seperti yang tertulis pada larik kesatu dan kedua, kemudian diulangi lagi pada larik keduapuluh lima dan duapuluh enam) menunjukkan rendahnya posisi perempuan berkulit hitam.</span><br />
<br />
<span style="color: #3333ff; font-family: trebuchet ms;"> Bait terakhir merupakan tanya Coleman akankah ada masa depan yang cerah bagi perempuan kaumnya.</span><br />
<br />
<span style="color: #3333ff; font-family: trebuchet ms;"> GL7 13.59 080710</span><br />
<br />
<span style="color: #3333ff; font-family: trebuchet ms;"> Interpretasi dalam Bahasa Inggris bisa diklik disini </span><a href="http://afeministblog.blogspot.com/2007/03/response-on-colemans-women-of-my-color.html">Women of My Color</a></div>Nana Podunggehttp://www.blogger.com/profile/14235543550591163972noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4072577910783793317.post-44378730789903036062010-06-27T22:17:00.000-07:002023-12-08T18:46:26.866-08:00Topeng Nalar versus North Country<br /><span style="color: #990000; font-family: georgia;">Dalam tulisan kali ini aku ingin membandingkan sebuah cerpen berjudul “</span><b style="color: #990000; font-family: georgia;">Topeng Nalar</b><span style="color: #990000; font-family: georgia;">” karya Dewi Ria Utari dengan sebuah film yang berjudul “</span><b style="color: #990000; font-family: georgia;">North Country</b><span style="color: #990000; font-family: georgia;">”. (untuk sinopsis cerita film ini, klik saja </span><a href="http://nana-podungge.blogspot.com/2009/03/north-country.html" onmousedown="'UntrustedLink.bootstrap($(this)," rel="nofollow" style="color: #990000; font-family: georgia;" target="_blank"><span>http://nana-podungge.blogs</span><wbr></wbr><span>pot.com/2009/03/north-coun</span><wbr></wbr>try.html</a><span style="color: #990000; font-family: georgia;"> )</span><br /><br /><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh-zQ9Csgx1nyUd0v5A1vHAaOwzPl2hJIZSD5NbrZDlWB6bzD6qIXmNVBZ2emknZ-GQaFZvtYXNOAGFXTBLcATArmUzk-_shLBfT2VNcWqA8w4DcUK4muyubHB_Q884e3e89TeawapZQpq_PqNMyVWpEPDNwoaCM-XuYapUf9_IM7sDNjmXEPHtqfW-efU/s315/north%20country.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="216" data-original-width="315" height="274" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh-zQ9Csgx1nyUd0v5A1vHAaOwzPl2hJIZSD5NbrZDlWB6bzD6qIXmNVBZ2emknZ-GQaFZvtYXNOAGFXTBLcATArmUzk-_shLBfT2VNcWqA8w4DcUK4muyubHB_Q884e3e89TeawapZQpq_PqNMyVWpEPDNwoaCM-XuYapUf9_IM7sDNjmXEPHtqfW-efU/w400-h274/north%20country.jpg" width="400" /></a></div><br /><div style="color: #990000; font-family: georgia; text-align: center;"><br /></div><br /><span style="color: #990000; font-family: georgia;">Satu hal yang membuatku tiba-tiba tertarik untuk membandingkan kedua cerita ini adalah kedua cerita tersebut memiliki tokoh utama yang sama, yakni seorang single parent yang memiliki dua orang anak, yang pertama laki-laki yang kedua perempuan. Lebih mengerucut lagi, anak pertama dilahirkan tanpa tahu siapa sang ayah, sedangkan anak kedua dari seorang laki-laki yang dengan resmi menikahi sang tokoh perempuan. Perbedaannya adalah, tokoh Josey Aimes dalam “</span><b style="color: #990000; font-family: georgia;">North Country</b><span style="color: #990000; font-family: georgia;">” meninggalkan suaminya karena KDRT yang dilakukan oleh suaminya terus menerus, sedangkan tokoh “aku” dalam “</span><b style="color: #990000; font-family: georgia;">Topeng Nalar</b><span style="color: #990000; font-family: georgia;">” ditinggal pergi oleh suaminya begitu saja dengan alasan ‘melaut’ dan tidak pernah kembali lagi. Kesimpulannya memang akhirnya menjadi sama, </span><b style="color: #990000; font-family: georgia;">kedua perempuan ini menjadi single parent disebabkan KDRT</b><span style="color: #990000; font-family: georgia;">.</span><br /><div class="photo photo_none" style="color: #990000; font-family: georgia;"><div class="photo_img"><a href="http://www.facebook.com/photo.php?pid=13282146&op=1&view=all&subj=403424145754&aid=-1&auser=0&oid=403424145754&id=627250380"><img class="img" onload="var img = this; onloadRegister(function() { adjustImage(img); });" src="http://sphotos.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-snc4/hs104.snc4/35576_10150220317060381_627250380_13282146_3895531_n.jpg" /></a></div></div><br /><br /><span style="color: #990000; font-family: georgia;">Kemiripan lain lagi adalah kedua tokoh tidak memiliki pendidikan yang cukup tinggi yang membuat mereka tidak bisa mendapatkan pekerjaan yang cukup layak untuk menghidupi kedua anak mereka. Josey semula ‘hanya’ bekerja sebagai seorang hairdresser di sebuah salon dengan gaji yang pas-pasan, sampai akhirnya dia bertemu dengan teman SMAnya, Glory, yang telah bekerja di sebuah perusahaan pertambangan, Pearson Taconite and Steel Inc, dengan gaji yang lumayan. Kebetulan di pertengahan tahun 1980-an itu perusahaan pertambangan tersebut memang mulai membuka lowongan untuk pekerja perempuan. Karena keinginan Josey yang kuat untuk memberi penghidupan yang layak untuk kedua anaknya, ia pun melamar pekerjaan di Pearson Taconite and Steel Inc, walau ia ditentang oleh ayahnya sendiri yang meski sudah puluhan tahun bekerja di perusahaan yang sama, merasa malu jika anak perempuannya bekerja di perusahaan yang “seharusnya” hanya untuk kaum laki-laki saja.</span><br /><br /><span style="color: #990000; font-family: georgia;">Sang “aku” dalam “</span><b style="color: #990000; font-family: georgia;">Topeng Nalar</b><span style="color: #990000; font-family: georgia;">” bekerja di sebuah perusahaan rokok sebagai buruh ‘nglinthing rokok” setelah tak banyak lagi tanggapan untuk menari Topeng maupun Tayub dia terima lagi. Menyadari bahwa ‘profesi’ sebagai penari tidak memberinya pemasukan yang cukup (budaya tradisional telah tergusur dengan budaya-budaya modern tentu saja), sang “aku” tidak ingin mewariskan kemahirannya menari kepada sang anak kedua, yang bernama “Nalar”. Dia ingin garis keturunan penari topeng berhenti di tubuhnya, tak perlu ia menurunkannya kepada Nalar. Dia yakin meski sedikit namun rutin, penghasilan yang dia terima sebagai buruh pabrik rokok akan mampu membiayai anak-anaknya sekolah sampai paling tidak lulus SMA. Setelah itu, dia akan merasa cukup puas jika anaknya bekerja sebagai buruh pabrik, penjaga toko, maupun </span><i style="color: #990000; font-family: georgia;">sales</i><span style="color: #990000; font-family: georgia;">.</span><br /><br /><span style="color: #990000; font-family: georgia;">Dalam </span><b style="color: #990000; font-family: georgia;">North Country</b><span style="color: #990000; font-family: georgia;">, hubungan buruk antara Josey dan Sammy, anak pertama, dilandasi oleh ketidakterbukaan antara mereka berdua. Di luaran memang gosip yang terdengar adalah Josey – di usianya yang masih belia, 16 tahun – telah berhubungan seks dengan beberapa laki-laki, sehingga dia sendiri tidak tahu siapakah yang telah menanamkan benih di tubuhnya. Sementara yang sebenarnya terjadi adalah Josey diperkosa oleh salah satu guru SMA-nya. Josey tidak tahu bagaimana dia harus menjelaskan kepada Sammy apa yang terjadi di masa lalu, tanpa harus melukai perasaan Sammy, karena dia sebenarnya adalah anak hasil perkosaan. Sementara itu, yang didengar oleh Sammy adalah ibunya seorang perempuan murahan yang melakukan hubungan seks dengan banyak laki-laki, karena kecantikan fisik yang kebetulan ia miliki.</span><br /><br /><span style="color: #990000; font-family: georgia;">“Rahasia” ini akhirnya terbongkar juga dalam sidang pengadilan antara Pearson Taconite and Steel Inc versus Josey Aimes, sebagai penggugat karena pelecehan seksual yang dia terima tatkala bekerja di perusahaan pertambangan tersebut. Pengacara yang disewa oleh perusahaan tersebut berusaha menguatkan opini bahwa Josey adalah perempuan murahan dengan memanggil guru SMA Josey sebagai salah satu “sex partner” nya waktu SMA; satu hal yang ternyata malah justru membuka borok lama, pemerkosaan tersebut.</span><br /><br /><span style="color: #990000; font-family: georgia;">Mengetahui bahwa dia adalah anak hasil pemerkosaan sangat memukul Sammy. Namun di sisi lain, hal ini malah membuka komunikasi terbuka antara ibu dan anak, yang akhirnya justru memperbaiki hubungan keduanya. Dengan kemenangan kasus pelecehan seksual di pengadilan pada pihak Josey meyakinkan Sammy bahwa ibunya bukanlah perempuan murahan. Sementara itu, menyadari bahwa sang ibu memilih untuk meneruskan kehamilannya – meski kehamilan itu hasil pemerkosaan – Sammy pun tahu bahwa itu benar-benar pilihan sang ibu yang memutuskan untuk tidak ‘menghukum’ jabang bayi dengan menggugurkannya.</span><br /><br /><span style="color: #990000; font-family: georgia;">Dalam </span><b style="color: #990000; font-family: georgia;">Topeng Nalar</b><span style="color: #990000; font-family: georgia;"> hubungan buruk antara sang “aku” sebagai ibu dan Danu, anak pertamanya memang benar-benar didasari oleh ketidaktahuan sang “aku” siapakah yang telah menghamilinya. Senantiasa menganggap Danu sebagai salah satu kesialan dalam hidupnya, sang “aku” pun memperlakukan Danu dengan tidak semestinya seorang ibu meperlakukan seorang anak. Dia sering menyia-nyiakan Danu, memarahinya dengan alasan yang tidak jelas, dll. Hingga akhirnya Danu memilih minggat dari rumah.</span><br /><br /><span style="color: #990000; font-family: georgia;">Sementara itu, Nalar yang sangat ingin belajar menari Topeng, merasa Danulah satu-satunya orang yang memahaminya. Sang “aku” dengan kukuh tidak mau mengajari Nalar menari karena dia beranggapan menari tidak akan memberi penghasilan yang layak untuk Nalar di kemudian hari. Dia juga tidak tega jika mengharuskan Nalar menjalani berbagai tirakat yang harus dijalankan untuk menjadi seorang penari Topeng. Sementara itu, Danu justru senang membuatkan topeng-topeng untuk Nalar dari bahan kayu yang bisa dia peroleh dari daerah sekitar. Hal inilah yang lebih merekatkan hubungan emosi antara Danu dan Nalar.</span><br /><br /><br /><span style="color: #990000; font-family: georgia;">Cerita berakhir dengan minggatnya Danu dan Nalar berdua, meninggalkan sang ibu yang kebetulan pada waktu itu mendapatkan tanggapan menari Topeng.</span><br /><br /><span style="color: #990000; font-family: georgia;">“North Country” berdasarkan kisah nyata sedangkan “</span><b style="color: #990000; font-family: georgia;">Topeng Nalar</b><span style="color: #990000; font-family: georgia;">” aku yakin hanyalah sebuah kisah fiksi belaka, meski bisa jadi juga terinspirasi dari kisah nyata yang pernah didengar/dibaca oleh sang penulis. Di sini aku tidak hanya menggunakan teori </span><b style="color: #990000; font-family: georgia;">Comparative Literature</b><span style="color: #990000; font-family: georgia;">, namun juga </span><b style="color: #990000; font-family: georgia;">intertextual theory</b><span style="color: #990000; font-family: georgia;"> yang memungkinkan seorang kritikus, atau siapa pun itu untuk membandingkan dua karya atau lebih, meski memiliki beda genre. Dalam tulisan ini adalah perbandingan antara cerita pendek dan film. Kedua teori ini sangat dimungkinkan untuk mengkaji kedua cerita tersebut karena memiliki satu benang merah yang bisa kita kaitkan sebagai ‘</span><b style="color: #990000; font-family: georgia;">universal theme</b><span style="color: #990000; font-family: georgia;">’, yakni </span><big style="color: #990000; font-family: georgia;">kehidupan seorang single parent yang disebabkan oleh KDRT</big><span style="color: #990000; font-family: georgia;">.</span><br /><br /><span style="color: #990000; font-family: georgia;">PT56 16.27 270610</span><br />Nana Podunggehttp://www.blogger.com/profile/14235543550591163972noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-4072577910783793317.post-88737736968073755902010-06-27T22:12:00.000-07:002023-09-26T06:53:15.695-07:00"Perbatasan" dari Sudut Pandang Feminisme<input autocomplete="off" id="post_form_id" name="post_form_id" type="hidden" value="696db4df7ede6b84614c682dd1933911" /><div class="note_content text_align_ltr direction_ltr clearfix" style="color: #6633ff; font-family: trebuchet ms;"><div style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhf02vjcLnFJNRV0cLGt3VkntMJfVzalaaI2ck0eW_8ZqI54mi6XJf8sXs5HTe6vEUY0BW0CFuXg12F-u7YBKKeHlM6cAkquOVoi1ceZ_RXy4rHBEfCStjPtSiF2RrcHjMGUNEhCk9ciYhSDfSX8Tr95dg8aywl1s4l9yB_haK3TeZbGhETkfqW-ZO_xhg/s360/feminism.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="216" data-original-width="360" height="192" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhf02vjcLnFJNRV0cLGt3VkntMJfVzalaaI2ck0eW_8ZqI54mi6XJf8sXs5HTe6vEUY0BW0CFuXg12F-u7YBKKeHlM6cAkquOVoi1ceZ_RXy4rHBEfCStjPtSiF2RrcHjMGUNEhCk9ciYhSDfSX8Tr95dg8aywl1s4l9yB_haK3TeZbGhETkfqW-ZO_xhg/s320/feminism.jpg" width="320" /></a></div><div><div class="photo photo_none" style="text-align: center;"><div class="photo_img"><a href="http://www.facebook.com/photo.php?pid=13282274&op=1&view=all&subj=403426465754&aid=-1&auser=0&oid=403426465754&id=627250380"><img class="img" onload="var img = this; onloadRegister(function() { adjustImage(img); });" src="http://sphotos.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-ash2/hs068.ash2/36739_10150220321070381_627250380_13282274_5484618_n.jpg" /></a></div></div><br /><br />Bahwa karya sastra merupakan satu cermin dari apa yang terjadi di masyarakat adalah satu hal yang telah dikenal semenjak zaman Aristotle, dengan pendekatan yang ia sebut sebagai “mimesis”. Teori ini ‘dikembangkan’ oleh para kritikus Sastra di kemudian hari menjadi “moral-philosophical approach” dimana sebuah karya sastra dianggap sebagai salah satu media untuk mengajarkan moral dan filosofi hidup kepada para pembaca. Di abad 20 dengan adanya “the second wave of feminist movement” di tahun 1960-an, bergulirlah sebuah teori baru yang disebut sebagai “Feminist Literary Criticism” dimana inti utamanya adalah “Reading as a Woman”.<br /><br />Cerpen-cerpen Dewi Ria Utari bisa dikategorikan sebagai karya sastra yang berpijak pada inti utama Feminist Literary Criticism, yakni “membaca sebagai perempuan”. Dewi menuliskan karya-karyanya menggunakan cara pandangnya sebagai perempuan yang terlepas dari kungkungan budaya patriarkal, dimana sudut pandang laki-laki sebagai yang utama, sedangkan perempuan adalah “the other” atau sang liyan.<br /><br /><b>Perbatasan</b> adalah salah satu judul cerpen karya Dewi Ria Utari dalam KumCer nya yang berjudul “Kekasih Marionette” (Gramedia, 2009). Cerpen ini berkisah tentang sebuah komunitas masyarakat yang terletak di satu lokasi di bumi, yang tidak jauh berbeda dengan masyarakat yang kita kenal dimana kita merupakan salah satu penduduknya. Hanya saja yang membedakan para penghuni kampung di situ dari ‘masyarakat kita’ adalah “kepolosan” mereka memandang nuditas, cara pandang hubungan laki-laki dan perempuan yang murni dan tidak terdistraksi oleh ajaran-ajaran yang hipokrit, dimana selalu dan selalu tubuh perempuan menjadi komoditi yang mungkin diperjualbelikan, atau sebaliknya, harus ditutupi seluruhnya, karena dituduh sebagai sumber kemaksiatan.<br /><br /><div class="photo photo_none" style="text-align: center;"><div class="photo_img"><a href="http://www.facebook.com/photo.php?pid=13282325&op=1&view=all&subj=403426465754&aid=-1&auser=0&oid=403426465754&id=627250380"><img class="img" onload="var img = this; onloadRegister(function() { adjustImage(img); });" src="http://sphotos.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-snc4/hs139.snc4/37264_10150220321920381_627250380_13282325_4386790_n.jpg" /></a></div></div><br /><br />Sangat jelas terlihat bahwa melalui cerpen ini Dewi mengkritisi UU APP dan peraturan-peraturan di beberapa daerah di Indonesia yang menganggap tubuh perempuan seharusnya ‘didomestikasikan’ yang justru semakin <i>“menjauhkan manusia dari naluri mereka”</i> (hal. 129). Hal ini bisa dilihat dalam beberapa kutipan di bawah ini:<br /><br /><i>“Perempuan dilarang keluar malam.” </i> (hal. 129)<br /><br /><i>”Aku bahkan tak habis pikir kenapa menangkapi perempuan yang keluar di malam hari.” </i> (hal. 129)<br /><br /><i>”Gila! Mandi bersama lelaki dan perempuan? Itu porno sekali!” teriak Susan terkaget-kaget. ... “Porno itu apa? Kenapa kamu bilang gila? Kami bukan orang gila!” kataku. </i> (hal. 126)<br /><br /><div class="photo photo_none" style="text-align: center;"><div class="photo_img"><a href="http://www.facebook.com/photo.php?pid=13282399&op=1&view=all&subj=403426465754&aid=-1&auser=0&oid=403426465754&id=627250380"><img class="img" onload="var img = this; onloadRegister(function() { adjustImage(img); });" src="http://sphotos.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-snc3/hs537.snc3/30472_10150220323570381_627250380_13282399_7073102_n.jpg" style="width: 460px;" /></a></div></div><br /><br />Selain mengkritisi UU APP dan peraturan-peraturan yang besumber dari kebencian (atau hiprokisi) dalam memandang tubuh perempuan, Dewi juga menyentil anggapan hubungan LGBT sebagai suatu penyakit masyarakat yang selayaknya dihapuskan. Anggapan ini pun tentu berdasarkan <i>the so-called</i> ajaran yang katanya berasal dari ‘langit’, yang tentu tak bisa dilepaskan dari hasil interpretasi <i>para ahli agama</i> yang notabene juga manusia biasa.<br /><br /><i>”Bergandengan tangan juga dihukum. Bahkan mereka mulai menangkapi lelaki yang tinggal bersama dengan teman lelakinya, juga perempuan-perempuan yang hidup satu rumah.” ... “Aku tersentak. Tak dapat kubayangkan betapa mengerikannya daerah asal ibuku. Bagaimana mungkin bergandengan tangan pun dilarang. Padahal di kampung ini, setiap orang berjalan-jalan sambil bergandengan tangan. Setiap bertemu, kami berciuman. Baik itu sesama perempuan, sesama lelaki, atau lelaki perempuan. Tak ada yang salah dari semua itu.” </i> (hal. 129)<br /><br />Judul <b>Perbatasan</b> dipilih oleh Dewi untuk menunjukkan bahwa ada perbatasan yang memisahkan masyarakat yang masih (i>“murni” dalam memandang hubungan laki-laki dan perempuan, dengan masyarakat yang telah terkontaminasi ajaran-ajaran tertentu. Dengan memilih seorang anak perempuan sebagai tokoh utama cerpen, Dewi ingin menekankan bahwa seorang anak itu masih polos memandang aspek-aspek kehidupan ini. Para orang tua yang ada di sekitarnya lah yang akan menyebabkannya menjadi hipokrit ataukah tetap polos.<br /><br />Kembali ke tesis semula. Dalam cerpen ini Dewi terlihat jelas menggunakan perspektifnya sebagai perempuan yang mampu melepaskan diri dari hegemoni budaya masyarakat patriarki. Pemerintah dengan UU APP dan peraturan-peraturan di beberapa daerah telah begitu menggelisahkan sebagian masyarakat karena dianggap telah sangat campur tangan dalam kehidupan pribadi warga negara, menggunakan parameter yang tidak begitu jelas. Sebagai anggota masyarakat yang ingin mengkritisi pemerintah, kita bebas mengutarakannya melalui media apa saja. Jika aku menggunakan media blog, Dewi menggunakan karya sastra sebagai penyalurannya.<br /><br />PT56 08.40 280610</div><br /></div>Nana Podunggehttp://www.blogger.com/profile/14235543550591163972noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4072577910783793317.post-37265504402920536082010-02-10T04:07:00.000-08:002023-09-05T05:41:59.048-07:00Jaring Patriarki dalam Kehidupan Perempuan<p><span style="color: #6600cc;"> </span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><span style="color: #6600cc;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhpiL90w-BfwJOQ4Yq4iJAp2doxyAaNJWYw6WDHV1RL8ZznqpjuUairrSc7n3XJs6rsG4Fw5vrM9T36Ay_zuC-kkPY1q4FPI3cm5-4JkHQMNg20mzhVOkIEA_iz5eGHtaYJ-tbP50D2YQf-c2R4ZTH5-iaUSkKvKMtbfBalX_5CZcZBjG5kzu5VG9S0c8s/s339/jaring.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="216" data-original-width="339" height="255" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhpiL90w-BfwJOQ4Yq4iJAp2doxyAaNJWYw6WDHV1RL8ZznqpjuUairrSc7n3XJs6rsG4Fw5vrM9T36Ay_zuC-kkPY1q4FPI3cm5-4JkHQMNg20mzhVOkIEA_iz5eGHtaYJ-tbP50D2YQf-c2R4ZTH5-iaUSkKvKMtbfBalX_5CZcZBjG5kzu5VG9S0c8s/w400-h255/jaring.jpg" width="400" /></a></span></div><span style="color: #6600cc;"><br /></span><p></p><p><span style="color: #6600cc;">Jaring Laba-Laba” yang ditulis oleh Ratna Indraswari Ibrahim merupakan salah satu cerpen yang termasuk dalam “Kumpulan Cerpen Pilihan Kompas 2004”. Tema utama cerpen terpusat pada masalah psikologis sang tokoh utama – Dina. </span><br /><br /><span style="color: #6600cc;">Dina dibesarkan oleh seorang ibu yang berprinsip bahwa seorang perempuan harus selalu menjaga kebersihan karena dia adalah seorang perempuan. Sang ibu menambahkan “Kamar Masmu memang jorok. Tapi, Masmu kan laki-laki! ...” Kutipan ini menunjukkan salah satu stereotype kultur patriarki yang diyakini oleh sang ibu, “laki-laki boleh jorok karena dia laki-laki, perempuan tidak boleh jorok karena dia perempuan.” Ketimpangan dalam bidang kebersihan ini diterima oleh Dina begitu saja, tanpa protes, karena “Dina menganggap omongan ibu sangat benar.”</span><br /><br /><span style="color: #6600cc;">Dina tumbuh menjadi seorang perempuan cerdas, dia mengejar impian mendapatkan karir yang baik dengan kuliah di manca negara. Meskipun begitu, bayang-bayang stereotype kultur patriarki ajaran ibunya tetap saja bercokol di alam bawah sadarnya. Itu sebab dia bersedia berhenti dari pekerjaannya tatkala anaknya berusia empat tahun, setelah ibunya menelepon, “Baby sitter itu hampir membunuh anakmu. Ia menampar habis-habisan sulungmu, untungnya aku datang.” Dan karena kejadian itu, suaminya memintanya dengan sangat untuk berhenti bekerja. </span><br /><br /><span style="color: #6600cc;">Sebagai seorang ibu rumah tangga, praktis pusat kehidupan Dina pun berkutat pada segala hal yang berhubungan dengan suami dan anaknya: mengerjakan pekerjaan rumah tangga, memasak untuk keduanya, mempersiapkan pakaian bekerja untuk Bram, maupun seragam sekolah anaknya, dll. Ajaran sang ibu tentang “apa yang seharusnya dilakukan oleh seorang perempuan di kultur patriarki” membuat Dina berpikir apa yang dilakukannya wajar-wajar saja. Toh dia menikahi Bram karena mencintainya.</span><br /><br /><span style="color: #6600cc;">Namun tanpa disadari oleh dirinya sendiri, maupun orang-orang terdekatnya, Bram sang suami dan ibunya, masalah psikologis Dina justru mulai mengkristal sejak saat itu. Dina tidak menyadari bahwa kesibukannya mengerjakan pekerjaan rumah tangga membelenggu kebutuhannya untuk mengejar kepuasan secara intelektual – bekerja sesuai dengan tingkat pendidikan yang dia kejar sampai ke mancanegara. Kebutuhan intelektualnya terabaikan. Meskipun begitu, Dina merasa tak mampu melepaskan diri dari belenggu rumah tangganya karena ajaran sang ibu kepadanya sejak Dina kecil.</span><br /><br /><span style="color: #6600cc;">Bayangan nyamuk yang tak mampu berkutik akibat terperangkap dalam jaring laba-laba yang biasa dia perhatikan sejak kecil ternyata melekat erat dalam benak Dina. Hal ini mulai menghantui jiwa Dina karena dia merasakan hal yang sama: dialah sang nyamuk yang terperangkap dalam belenggu pekerjaan rumah tangga. Bram dan anaknya yang merupakan pusat pekerjaan rumah tangganya pun memberikan kesan mereka lah penyebar jaring laba-laba yang membuat Dina terpaksa mengabaikan kebutuhannya sendiri.</span><br /><br /><span style="color: #6600cc;">Namun ternyata Bram justru menertawakannya tatkala Dina berkata, “Saya seperti nyamuk yang dilahap oleh laba-laba dan laba-laba itu adalah kau dan anakmu.” Sementara itu ibunya pun tak bisa memahami apa yang dirasakannya. </span><br /><br /><span style="color: #6600cc;">Bram dan sang ibu merupakan perwakilan masyarakat dalam kultur patriarki yang berkonsensus bahwa pusat kehidupan seorang perempuan setelah menikah adalah suami dan anak. Dina merupakan korban konsensus seperti ini karena dia tidak berani memberontak untuk kemudian mengambil langkah frontal. Meskipun merasa terperangkap dalam jaring laba-laba yang diakibatkan tugas-tugasnya sebagai seorang istri dan ibu, Dina masih melanjutkan kehidupannya seperti itu. Keadaan jiwanya pun semakin terganggu karenanya.</span></p><p><span style="color: #6600cc;"> </span><br /><span style="color: #6600cc;">Bisa dipahami jika kemudian satu hari Bram membawa Dina ke psikolog. Bram – dan juga sang psikolog yang pola pikirnya pun patriarki – tidak pernah bisa mengerti mengapa Dina senantiasa menganggap Bram dan anaknya laksana laba-laba yang terus menerus memerangkapnya dengan segala tugas rumah tangga. Tidak merasa puas karena konsultasi dengan psikolog tidak mampu ‘menyembuhkan’ Dina dari bayang-bayang jaring laba-laba, Bram pun memasukkan Dina ke rumah sakit jiwa.</span><br /><br /><span style="color: #6600cc;">Kultur masyarakat patriarki menjunjung tinggi peran seorang “perempuan sejati”, yakni sebagai istri dan ibu. Itu sebab masyarakat patriarki tidak pernah bisa memahami mengapa seorang perempuan merasa tidak bahagia dalam mengerjakan “tugas mulianya” sebagai seorang istri dan ibu. Dalam cerpen ini, selain merasa tidak bahagia, Dina pun merasa terbelenggu dan tersiksa saat memainkan perannya sebagai “perempuan sejati”. Meski lulusan universitas luar negeri, Dina lebih mendengarkan apa yang dikatakan oleh masyarakat yang berada di luar dirinya. Dina mengabaikan apa yang dikatakan oleh kata hatinya. Pertentangan inilah yang mengakibatkan Dina kehilangan akal sehatnya. </span></p><p><span style="color: #6600cc;"> </span><br /><span style="color: #6600cc;">PT56 23.32 090210</span></p>Nana Podunggehttp://www.blogger.com/profile/14235543550591163972noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4072577910783793317.post-10853340004595410322010-02-02T05:51:00.000-08:002023-09-05T05:40:30.129-07:00Berimajinasi untuk melampiaskan emosi<p><span style="color: #006600; font-family: georgia;"> </span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><span style="color: #006600; font-family: georgia;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgUN1nMB_ezk7GZyZgnyvwUgmi32IisL12iSZzwWc35j4sSkotjK0arWqwMja29EyoeHO_jvuS_RK-GVf37xOx21WJl9qys11kMGeo3j3vZbees6xKL3-oV37QuT1bYZsHpBt0bL66sxYTjXUzhkcFl7uK4GeBHDIE69jyAMeIUBtccYpqKjcMgVmEf9hI/s399/beruang.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="224" data-original-width="399" height="225" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgUN1nMB_ezk7GZyZgnyvwUgmi32IisL12iSZzwWc35j4sSkotjK0arWqwMja29EyoeHO_jvuS_RK-GVf37xOx21WJl9qys11kMGeo3j3vZbees6xKL3-oV37QuT1bYZsHpBt0bL66sxYTjXUzhkcFl7uK4GeBHDIE69jyAMeIUBtccYpqKjcMgVmEf9hI/w400-h225/beruang.jpg" width="400" /></a></span></div><span style="color: #006600; font-family: georgia;"><br /></span><p></p><p><span style="color: #006600; font-family: georgia;">“Berburu Beruang” merupakan salah satu cerpen karangan Puthut EA yang termasuk dalam “Kumpulan Cerpen Pilihan Kompas 2004”. Tema cerita berkutat pada kisah hidup salah satu tokoh utama yang bernama ‘mas Burhan’ yang diceritakan oleh sang narator – si aku dalam cerpen ini – yang berarti cerpen ini ditulis dari sudut pandang orang pertama tunggal.</span><br /><span style="color: #006600; font-family: georgia;">Artikel ini akan menyoroti salah satu unsur prosa – tokoh dan karakternya – untuk mencari apa yang ingin disampaikan oleh pengarangnya kepada para pembaca. Ada dua tokoh utama yang akan dianalisis di sini, yakni mas Burhan dan sang ‘aku’.</span><br /><br /><span style="color: #006600; font-family: georgia;">Mas Burhan dikisahkan sebagai seorang mantan aktivis yang tak pernah lelah berjuang untuk masyarakat kecil melawan ketidakadilan penguasa negara. Sepak terjangnya dimulai semenjak dia duduk di bangku kuliah – dimana dia melibatkan diri dalam ontran-ontran Malari – sampai tiga puluh tahun kemudian dia tetap dikenal sebagai aktivis. Tak heran jika dia dijuluki “pembangkang sepanjang umur” atau “pendekar subversif”. Konon, masyarakat pun memitoskannya.</span><br /><br /><span style="color: #006600; font-family: georgia;">Seperti sebuah koin, segala sesuatu di dunia ini senantiasa memiliki dua sisi, positif dan negatif. Jikalau mas Burhan dianggap ‘pahlawan’ bagi masyarakat, belum tentu bagi keluarganya sendiri dia juga diberi julukan yang sama. Hal ini terbukti ketika ‘akhirnya’ dia merasa berdosa karena menelantarkan keluarganya sekian lama – tidak memiliki rumah sehingga harus pindah dari rumah kontrakan satu ke rumah kontrakan lain dikarenakan jika dia memiliki uang, dia gunakan uangnya untuk kegiatan sosial; sibuk ‘menjadi aktivis’ sehingga tak pernah menemani keluarganya. Baru di usianya sekitar pertengahan lima puluh tahun, dia akhirnya memutuskan untuk “mesanggrah” dan “mandeg pandhita”. Dia tinggalkan ‘dunia aktivis’ untuk menjadi suami yang seluruh waktunya dia habiskan di tanah pertanian organiknya, dekat dengan keluarganya. </span></p><p><span style="color: #006600; font-family: georgia;"> </span><br /><span style="color: #006600; font-family: georgia;">Namun ternyata jiwa aktivisnya tak begitu saja padam setelah dia memutuskan untuk “mesanggrah” dan “mandeg pandhita” Mas Burhan menunjukkan sifat gelisah yang tak mudah dibendung jika terjadi peristiwa yang mengganggu pikirannya, misal tatkala pemerintah mengeluarkan kebijakan kenaikan harga BBM. Dia ingin “turun ke jalan” namun tak diturutkannya hasrat itu. Akibatnya justru membuat repot istrinya, karena dia tidak mau makan dan berhari-hari tinggal di ladang. </span><br /><br /><span style="color: #006600; font-family: georgia;">Kegelisahannya akan terobati dengan cara dia melakukan suatu kegiatan dimana dia bisa mengeluarkan segenap emosi yang ada di dalam pikirannya. Dalam cerita ini, mas Burhan mengajak sang narator untuk bermain imajinasi dengan berburu beruang.</span><br /><span style="color: #006600; font-family: georgia;">Sang ‘aku’ yang merupakan sahabat lama mas Burhan sangat mengerti kegelisahan yang dirasakan sang “pembangkang sepanjang umur” tersebut sehingga dia rela menyempatkan diri berkunjung ke kediaman sahabatnya – meninggalkan kesibukannya sendiri – untuk menemani mas Burhan “bermain-main dengan imajinasinya”.</span><br /><br /><span style="color: #006600; font-family: georgia;">Dari analisis kedua tokoh di atas, bisa ditarik kesimpulan bahwa jiwa aktivis yang merasuk ke dalam diri mas Burhan tidak begitu saja mudah dikendalikan, disimpan di lubuk hati yang terdalam, kemudian menutup mata dan hati tatkala melihat keangkaramurkaan terjadi. Apalagi dia telah melibatkan diri dalam dunia ‘pembangkangan’ itu dalam kurun waktu yang tidak singkat, lebih dari setengah umur yang telah dia habiskan di muka bumi ini (Di paragraf keempat disebutkan mas Burhan berumur hampir enam puluh tahun.) Seseorang yang berjiwa sosialis tidak akan kehilangan sifat ini sampai berapa pun umurnya.</span><br /><br /><span style="color: #006600; font-family: georgia;">Dari hubungan baik antara mas Burhan dan sang tokoh ‘aku’, kita bisa menyimpulkan bahwa jiwa ‘brotherhood’ antara sesama aktivis sangatlah kuat terjalin mengingat mereka mengalami masa-masa sulit bersama, membangkang sang penguasa yang lalim bersama-sama dalam kurun waktu tertentu. Rasa ‘kebersamaan’ yang dipupuk tersebut tidak akan hilang dengan mudah, sehingga tatkala salah satu dari mereka membutuhkan pertolongan, yang lain akan segera memberikannya. </span><br /><br /><span style="color: #006600; font-family: georgia;">PT56 17.47 30.01.2010</span></p>Nana Podunggehttp://www.blogger.com/profile/14235543550591163972noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4072577910783793317.post-42189968297691204372009-09-23T23:31:00.000-07:002023-09-26T06:52:24.770-07:00Perempuan Gila<div style="color: #3333ff; font-weight: bold; text-align: center;">PEREMPUAN GILA: TEMA DALAM KARYA SASTRA<br />YANG TAK LEKANG OLEH ZAMAN<br /></div><p><br /><span style="color: #3333ff; font-weight: bold;">Pengantar</span><br /><br /><span style="color: #3333ff;">Bahwa kesustraan memiliki nilai global diamini oleh para kritikus sastra. Pandangan bahwa kesustraan memiliki tema-tema yang ‘everlasting’ dan cenderung berulang di abad-abad selanjutnya membenarkan apa yang dikatakan oleh Virginia Woolf “Books continue eeeach other”. Tidak penting apakah karya sastra tersebut dihasilkan di belahan bumi Barat maupun Timur, di abad terdahulu maupun abad terkini.</span><br /><br /><span style="color: #3333ff;">Tulisan ini akan membandingkan dua cerita pendek yang dihasilkan oleh dua penulis perempuan yang hidup di belahan bumi yang berbeda dan abad yang berbeda pula. Cerita pendek yang pertama berjudul “The Yellow Wallpaper” ditulis oleh Charlotte Perkins Gilman, seorang pejuang kesetaraan jender pada zamannya, di tahun 1892 Amerika. Cerita pendek yang kedua berjudul “Jaring Laba-Laba” ditulis oleh Ratna Indraswari Ibrahim, seorang cerpenis yang produktif. “Jaring Laba-Laba” termasuk dalam Kumpulan Cerpen Pilihan Kompas 2004.</span></p><p><span style="color: #3333ff;"></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><span style="color: #3333ff;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhUroaLWIM92YAROsnkKSvgSuEBwR5dSAO4Ur7o58VUUedfuVpIi_kAqMjO5EX9mDoauN9mZ-EooanyyjaIZx5VSzH7PTbO73HbuenNGNcTsB6cf439otzhOkQsig8QBh2egxDgE4W7tJ7XhFogKPs6l0gahQHnjQtMNV2qcnmZmv_IeT-F5z2EpVAxvTg/s277/yellow.jpeg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="219" data-original-width="277" height="316" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhUroaLWIM92YAROsnkKSvgSuEBwR5dSAO4Ur7o58VUUedfuVpIi_kAqMjO5EX9mDoauN9mZ-EooanyyjaIZx5VSzH7PTbO73HbuenNGNcTsB6cf439otzhOkQsig8QBh2egxDgE4W7tJ7XhFogKPs6l0gahQHnjQtMNV2qcnmZmv_IeT-F5z2EpVAxvTg/w400-h316/yellow.jpeg" width="400" /></a></span></div><span style="color: #3333ff;"><br /> </span><br /><br /><span style="color: #3333ff; font-weight: bold;">Sekilas tentang “The Yellow Wallpaper” dan “Jaring Laba-Laba” dan pengarangnya </span><br /><br /><span style="color: #3333ff;">Banyak kritikus mengatakan bahwa “The Yellow Wallpaper” ditulis berdasarkan pengalaman pribadi Charlotte Perkins Gilman. Gilman menulis cerpen ini sekitar tahun 1890-1892, pada masa-masa paling sulit dalam hidupnya setelah mengalami serangkaian ‘nervous breakdown’ dan akhirnya demi menyembuhkan diri sendiri, Gilman mengambil jalan yang dianggap sangat kontroversial pada abad tersebut: berpisah dengan suaminya, bepergian ke seluruh penjuru Amerika untuk memberikan ceramah tentang kesetaraan jender dan pentingnya kemandirian finansial bagi kaum perempuan, serta menulis. </span><br /><br /><span style="color: #3333ff;">“The Yellow Wallpaper” merupakan salah satu media yang ingin dia sampaikan ke publik bahwa bagi perempuan seperti dia, kebebasan berkreasi—misal dalam hal menulis—dan mengungkapkan stimulasi intelektual jauh lebih penting daripada mengerjakan tugas-tugas domestik sebagai seorang ‘ibu rumah tangga’ yang konvensional. Menulis merupakan proses penyembuhan penyakit psikologis yang diderita oleh seorang perempuan karena menulis adalah ‘a healing process of catharsis’.</span><br /><br /><span style="color: #3333ff;">Ratna Indraswari Ibrahim seorang cerpenis yang berdomisili di Malang. Dia telah menghasilkan ratusan cerpen yang dicetak di banyak media, seperti surat kabar dan majalah, dimana banyak dari cerpen tersebut kemudian dipublikasikan kembali dalam bentuk kumpulan cerpen. Banyak cerpen yang dia tulis bercerita tentang pengalaman perempuan dan banyak pula yang ditulis menggunakan sudut pandang feminis. </span><br /><br /><span style="color: #3333ff;">“Jaring Laba-Laba” berkisah tentang seorang perempuan yang akhirnya terjerumus ke rumah sakit jiwa setelah perjalanan hidupnya menggiringnya menjadi seorang ibu rumah tangga yang melulu hanya mengabdikan hidup untuk suami dan anaknya, tanpa memiliki kesempatan untuk mengeksplorasi intelektualitasnya yang cukup tinggi. </span><br /><br /><span style="color: #3333ff;">Kedua cerpen ini memiliki ending yang kontradiktif, dalam “The Yellow Wallpaper” sang narator tak bernama ini berhasil melepaskan dirinya dari penjara wallpaper dengan mencabik-cabiknya, sedangkan Dina, tokoh perempuan dalam “Jaring Laba-Laba” membiarkan dirinya terperangkap dalam jaring laba-laba. Wallpaper dan jaring laba-laba ini merupakan analogi kultur patriarki dimana kedua tokoh perempuan ini hidup.</span><br /><br /><span style="color: #3333ff; font-weight: bold;">Tema “Woman Madness” dalam “The Yellow Wallpaper”</span><br /><br /><span style="color: #3333ff;">“Madness” alias kegilaan merupakan tema yang selalu diulang-ulang ditulis dalam karya sastra sejak penulisan drama tragedi zaman Yunani Kuno. Namun pada abad kesembilan belas dan duapuluh, tema ini lebih difokuskan pada kehidupan kaum perempuan. Perempuan gila yang digambarkan dalam novel Jane Eyre karangan Charlotte Bronte, Mrs Dalloway karangan Virginia Woolf dan The Bell karangan Sylvia Plath memiliki karakter yang sama: sesosok figur yang penuh kemarahan yang tidak memiliki kemampuan untuk menekan penderitaannya dan mengungkapkannya dalam suatu hal yang bisa dipahami oleh masyarakat. </span><br /><br /><span style="color: #3333ff;">Menyikapi tema ini, Phyllis Chesler dalam bukunya Women and Madness menyatakan bahwa <span style="font-style: italic; font-weight: bold;">“because the mental health system is patriarchal, women are often falsely labelled as being "mad" if they do not conform to stereotypical feminine roles”. </span>Perempuan sering dianggap gila tatkala mereka tidak mengikuti konsensus kultur patriarki tentang perempuan “sejati” sistem kesehatan mental itu sendiri bersifat patriarki. Kacamata patriarki merupakan satu-satunya yang dipakai dalam memandang kesehatan mental perempuan. </span><br /><br /><span style="color: #3333ff;">Tema utama dalam buku Phyllis Chesler ini sangat tepat dipakai untuk membidik apa yang terjadi kepada sang narator tanpa nama dalam “The Yellow Wallpaper” maupun Dina, tokoh perempuan dalam “Jaring Laba-Laba”. Sang narator tanpa nama ‘diistirahatkan’ dalam sebuah rumah yang terletak jauh dari masyarakat oleh suaminya yang dokter tatkala dia ‘gagal ‘ melakukan tugasnya sebagai seorang istri dan ibu dari anak yang baru saja dia lahirkan. </span><p></p><p><span style="color: #3333ff;"> </span><br /><span style="color: #3333ff;">Perempuan tanpa nama ini dikisahkan sebagai seorang perempuan yang lebih memilih menulis untuk mengungkapkan sisi intelektualnya. Hal ini dipandang sangat tidak lazim pada abad tersebut sehingga bisa dipahami jika dia pun dianggap gila oleh suami dan keluarganya yang lain. Untuk ‘menyembuhkan’nya, dia pun ‘dipenjara’ dalam rumah peristirahatan dimana dia tidak diperbolehkan bertemu dengan siapa pun kecuali suami dan saudara perempuannya yang bertugas mengasuh bayinya serta mengawasi sang narator tanpa nama agar dia tidak lagi melakukan kegiatan yang konon membuatnya kehilangan akal sehatnya: menulis. </span><br /><br /><span style="color: #3333ff;">Charlotte Perkins Gilman sengaja tidak memberi nama tokoh utama dalam cerpen ini untuk mengungkapkan betapa tidak pentingnya tokoh satu ini sehingga dia tidak layak memiliki nama; tidak layak memilik sebuah identitas pribadi selain sebagai ‘istri si fulan’ atau pun ‘ibu si fulan’. </span><br /><span style="color: #3333ff;"><span style="font-style: italic; font-weight: bold;">“The cult of true womanhood”</span> saat itu masih sangat kental melingkupi kultur patriarki Amerika. Perempuan sejati haruslah mengikuti empat prinsip utama: <span style="font-weight: bold;">piety</span> (kerelijiusan), <span style="font-weight: bold;">purity</span> (kesucian), <span style="font-weight: bold;">submission</span> (kepatuhan), dan <span style="font-weight: bold;">domesticity</span> (domestikasi). Sang narator tanpa nama jelaslah telah melanggar empat prinsip utama ini. Dia dianggap tidak relijius karena tidak mendengarkan apa yang dikatakan oleh suaminya, seorang laki-laki (maskulin) yang pada tingkat tertentu dianggap memiliki kuasa di hadapan istrinya (feminin), seperti Jesus (maskulin) atas umat-Nya (feminin). Hal ini berkaitan erat dengan prinsip ketiga, yakni submission, dia tidak mematuhi apa yang dikatakan oleh suaminya: lebih memilih menulis padahal sang suami telah melarangnya melakukan kegiatan yang berhubungan dengan intelektualitas. Sang narator tanpa nama juga telah melanggar prinsip kedua, purity. Dia membiarkan otaknya tidak pure alias suci karena memikirkan hal-hal yang seharusnya tidak boleh dia pikirkan. Prinsip keempat—domesticity—merupakan satu hal yang terlihat dengan mata telanjang, titik kulminasi prinsip perempuan sejati yang telah dia langgar: dia lebih memilih menulis daripada melakukan tugas-tugas domestik kerumahtanggaan: mengurus rumah, suami, dan anak. ‘Dosa besar’ yang dia ungkapkan dalam kegiatan menulisnya adalah dia ingin membagi keresahan hatinya dengan para perempuan lain, ‘meracuni’ perempuan lain untuk setuju dengan cara berpikirnya: mengejar sisi intelektualnya dengan menulis lebih ‘fulfilling’ ketimbang melakukan pekerjaan rumah tangga. </span><br /><br /><span style="color: #3333ff; font-weight: bold;">Tema “Woman Madness” dalam “Jaring Laba-Laba”</span><br /><br /><span style="color: #3333ff;">Cerpen “Jaring Laba-Laba” menggambarkan perjalanan psikologis Dina dari seorang perempuan yang di awal cerita merupakan seorang perempuan yang mengejar kepuasan intelektual untuk mengisi hidupnya (dengan kuliah S2 di mancanegara), dan setelah menikah terpaksa meninggalkan sisi intelektualnya demi melakukan pekerjaan rumah tangga, sebagai istri dan ibu. </span></p><p><span style="color: #3333ff;"> </span><br /><span style="color: #3333ff;">Konstruksi kultur patriarki disuarakan oleh ibu sejak Dina masih kecil—dia harus menjaga kamarnya bersih dari sarang laba-laba karena dia perempuan, sedangkan kakaknya yang laki-laki boleh saja jika memiliki kamar yang kotor karena dia laki-laki. Konstruksi ini diteruskan oleh Bram, suaminya, setelah mereka kembali ke Indonesia. Mengacu ke penggambaran tokoh perempuan gila yang di abad kesembilan belas dan dua puluh sebagai perempuan histeris yang penuh kemarahan dan kesedihan dan tak mampu menemukan cara untuk mengungkapkan apa yang dia rasakan dalam hati untuk dipahami oleh masyarakat (dalam hal ini oleh Bram, anaknya, beserta tokoh ibu), akhirnya Dina pun ‘dipenjarakan’ di rumah sakit jiwa.</span><br /><br /><span style="color: #3333ff;">“The cult of true womanhood” yang sangat dominan mempengaruhi kultur patriarki Amerika pada abad sembilan belas sampai awal abad dua puluh masih terlihat jelas pada cerpen “Jaring Laba-Laba” yang ditulis di awal abad dua puluh satu Indonesia. Tokoh Dina tunduk (submission)) pada apa yang dikatakan oleh ibu dan suaminya untuk menjadi makhluk domestik (domesticity), namun dia sendiri merasa terpenjara di dalamnya. Karena patriarki merupakan satu-satunya kultur yang dianggap benar, Dina pun tak kuasa untuk menyuarakan kata hatinya. </span></p><p><span style="color: #3333ff;"> </span><br /><span style="color: #3333ff;">Tokoh Bram setali tiga uang dengan John, suami sang narator tanpa nama dalam “The Yellow Wallpaper” yang merasa dirinya telah menjadi suami yang baik. “Saya tidak tahu mengapa kau depresi? Apakah saya suami yang tidak baik? Saya tidak berselingkuh dengan siapa pun, sebisa-bisanya, saya ingin menjadi suami dan bapak yang baik.” Jika Bram memasukkan Dina ke rumah sakit jiwa, John mengisolasi istrinya di dalam sebuah rumah peristirahatan yang jauh dari mana pun. </span><br /><br /><span style="color: #3333ff;">Seperti yang ditulis pada bagian awal, ending cerita kedua cerpen ini agak kontradiktif. Dalam “The Yellow Wallpaper” sang narator dikisahkan ‘berhasil’ keluar dari wallpaper yang memenjarakannya. Para kritikus sastra memandang hal ini dari dua kacamata yang berbeda, sebagian berpendapat bahwa akhirnya sang narator benar-benar menjadi gila karena dia dikisahkan merangkak di seluruh penjuru kamarnya dimana wallpapernya telah berhasil dia cabik-cabik. Dia kunci pintu kamarnya dan membuang kuncinya sehingga John tidak berhasil masuk kamar untuk melihat apa yang terjadi kepada istrinya. Sebagian kritikus lain berpendapat bahwa akhirnya sang narator berhasil melepaskan diri dari kungkungan kultur patriarki yang disimbolkan oleh ‘wallpaper’ karena sang perempuan yang dilihat oleh sang narator berada di balik wallpaper telah berhasil keluar setelah wallpaper tersebut dicabik-cabik. </span></p><p><span style="color: #3333ff;"> </span><br /><span style="color: #3333ff;">Di akhir cerita “Jaring Laba-Laba” dikisahkan Bram dan anaknya menjemput Dina dari rumah sakit karena dokter menyatakan dia telah sembuh dan bisa kembali ke keluarganya. Pernyataan ‘sembuh’ dari dokter justru membuat Dina khawatir karena dia tak lagi bisa melihat jaring laba-laba yang disebabkan oleh rasa ‘cinta’ suami dan anaknya dalam bentuk pemaksaan mengerjakan tugas domestik rumah tangga. Oleh karena itu, tatkala dilihatnya Bram dan anaknya datang menjemputnya, Dina lebih memilih berlari menjauh. Hal ini bisa diintepretasikan bahwa Dina dengan sadar lebih memilih untuk tidak tunduk pada konstruksi kultur patriarki. Kembali ke rumah untuk menjadi istri dan ibu yang baik menurut kacamata patriarki akan membuat Dina kehilangan akal sehatnya lagi. </span><br /><br /><span style="color: #3333ff; font-weight: bold;">Kesimpulan</span><br /><br /><span style="color: #3333ff;">Kemiripan kisah dua cerpen ini membuat keduanya bisa dianggap sebagai karya sastra yang memiliki tema yang universal: woman madness alias perempuan gila. Perbedaan abad saat penulisan kedua cerpen tersebut menunjukkan bahwa bahkan di abad kedua puluh satu ini, dengan paham feminisme alias kesetaraan jender yang telah meluas ke seluruh penjuru dunia selama beberapa dekade ternyata tidak menunjukkan banyak perubahan pada sisi kehidupan perempuan. Masih ada kalangan masyarakat yang kultur patriarkinya sangat kental dan perempuan pun menjadi korban yang tidak akan pernah bisa dipahami. </span><br /><br /><span style="color: #3333ff;">PT56 10.25 220909</span></p>Nana Podunggehttp://www.blogger.com/profile/14235543550591163972noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4072577910783793317.post-43337468470170147432009-09-06T07:20:00.000-07:002023-09-26T06:49:23.494-07:00Dua Wanita Cantik<p><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh8NTGzlwXWEB43dvmMcyPggG7KCXTvNKxOXdgLZv1-HglsyQ2_OSNvBNWlUwA5Glxg0tu4BCAAJvEiYuVGLa7NAPvP5X-5jgkU-97Z6QSQhcuhfxo4lWVFtTTv7JEnoEUcHSSJWNou_eg/s1600-h/loving-mother-daughter.jpg" onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}"><img alt="" border="0" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5378359594484710770" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh8NTGzlwXWEB43dvmMcyPggG7KCXTvNKxOXdgLZv1-HglsyQ2_OSNvBNWlUwA5Glxg0tu4BCAAJvEiYuVGLa7NAPvP5X-5jgkU-97Z6QSQhcuhfxo4lWVFtTTv7JEnoEUcHSSJWNou_eg/s320/loving-mother-daughter.jpg" style="cursor: pointer; display: block; height: 320px; margin: 0px auto 10px; text-align: center; width: 300px;" /></a><br />Ini adalah judul sebuah cerpen karangan Jujur Prananto yang termasuk dalam “Kumpulan Cerpen Pilihan Kompas 2004”. Cerpen ini langsung menarikku untuk membacanya—dibandingkan dengan cerpen-cerpen lain karena ditilik dari judulnya, cerpen ini akan bercerita tentang perempuan. Apa yang ditulis oleh seorang laki-laki tentang perempuan? Mengapa kata ‘cantik’ perlu ditulis dalam judulnya?</p><p><br />Para ‘pejuang’ feminis lebih suka menggunakan istilah ‘perempuan’ daripada ‘wanita’. Singkat cerita, kata ‘wanita’ menurut “Old Javanese English Dictionary” (Zoetmulder, 1982) berarti “yang diinginkan”. Dalam kultur heteroseksual, yang menginginkan wanita tentu saja pria. Wanita akan merasa ‘penting’ jika dia diinginkan oleh pria. Dalam hal ini tentu saja kata ‘wanita’ memiliki sifat ‘diobjekkan’. Sedangkan kata ‘perempuan’ berasal dari kata dasar ‘empu’ yang berarti ‘yang mahir’. Hal ini berarti kata ‘perempuan’ memiliki sifat sebagai subjek.</p><p><br />Itu sebabnya, LSM ataupun organisasi perempuan lebih suka menggunakan kata ‘perempuan’ daripada kata ‘wanita. Contoh: LBH APIK (Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan), LSPPA (Lembaga Studi Pengembangan Perempuan dan Anak) Jogjakarta, dll. Para ‘pejuang’ perempuan tentu ingin perempuan menjadi subjek, menjadi penentu bagaimana dia akan mengambil langkah dalam hidupnya, terlepas dari konsensus yang ada dalam masyarakat patriarki.</p><p><br />Dua perempuan cantik dalam cerita tersebut ternyata seorang ibu dan anak remajanya. Dikisahkan keduanya sama-sama cantik dan mereka berdua sama-sama menikmati kecantikan mereka sehingga mereka pun ‘tergelincir’ melakukan kesalahan yang sama, yang melulu dikarenakan kecantikan fisik mereka. </p><p><br />Jika kukaji dari pemilihan kata ‘wanita’ sebagai judul, dan bukannya ‘perempuan’, bisa dipahami jika kedua perempuan tersebut terlena tatkala mereka menyadari bahwa mereka ‘diinginkan’ oleh pria; tidak mereka gunakan akal sehat mereka sehingga gampang saja diiming-imingi oleh harta. Kalau menggunakan kata ‘perempuan’, sebagai seorang ‘empu’, tidak selayaknya perempuan mudah dibohongi. </p><p><br />Hal ini membuatku bertanya-tanya:</p><p><br /> Sedemikian rendahkah laki-laki memandang perempuan yang ‘hanya’ memiliki kecantikan fisik? Kalau memiliki kecerdasan, kayaknya ga mungkin kalau sampai terpedaya.</p><p><br /> Ataukah memang para perempuan itu ‘sedemikian rendah’ sehingga para laki-laki pun berpandangan seperti itu? Sebagai perempuan yang tidak termasuk kategori ini aku tidak pernah bisa mengerti mengapa sebagian perempuan berpikiran seperti ini. </p><p><br /> Perjuangan kaum feminis untuk membuat para perempuan percaya diri, dan bangkit untuk tidak melulu menggantungkan hidupnya pada kaum laki-laki (terutama dalam hal financial) masih membutuhkan waktu lamaaaaaaaaaa. </p><p><br />Now I want to comment the mother-daughter relationship.</p><p><br />Kekagetan sang Ibu tatkala menemukan lipstick di laci meja belajar sang anak menunjukkan ketidakterbukaan antara ibu dan anak ini. </p><p><br />Kaget, karena sang ibulah yang selama ini membelikan segala kebutuhan sang anak. Bagaimana mungkin sang anak yang baru berusia 16 tahun bisa memiliki lipstick, satu benda yang menurut sang ibu belum dia perlukan. Lagipula darimana sang anak memiliki uang lebih untuk membelinya?<br />Apa yang terjadi selanjutnya—seperti yang dikisahkan oleh sang pengarang—menunjukkan keterlambatan sang ibu untuk ‘menyelamatkan’ sang anak agar tidak mengambil langkah ‘keliru’ yang pernah diambilnya dulu. Mengapa terlambat? Karena sang anak telah melakukan hal yang sama dengan apa yang dilakukan sang ibu dulu, tentu tanpa sepengetahuannya. </p><p><br />Like mother like daughter.</p><p><br />Bagaimana mungkin hal ini bisa terjadi, padahal sang ibu telah menutup rapat-rapat masa lalunya; padahal sang ibu telah memilih jalan ‘taubat’ dengan menutup rapat auratnya, yang berkonotasi dia tak lagi ingin ‘memanfaatkan kecantikan fisiknya’ untuk bertahan hidup, karena pengalaman hidup telah memberikan pelajaran yang berharga untuknya. Darimana cara sang anak meniru masa lalu sang ibu? Atau paling tidak memiliki cara berpikir yang sama dengan sang ibu? Anak perempuan selalu memiliki cara berpikir yang sama dengan sang itu?</p><p><br /><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgtpaoHvUifLF5t3RS_7p3tzN5IyI5gW8h8rLuu1HJXNqAmEuSSqshTh4muorIGSCArdtL3ZvHXUJWwdUIsMYTfu8xraDJBzGZjbjfnzthGjY5VVwS_i545JF8N7oag8QZYuj00Rgi8Dss/s1600-h/GG7-R02-143.jpg" onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}"><img alt="" border="0" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5378359699920996834" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgtpaoHvUifLF5t3RS_7p3tzN5IyI5gW8h8rLuu1HJXNqAmEuSSqshTh4muorIGSCArdtL3ZvHXUJWwdUIsMYTfu8xraDJBzGZjbjfnzthGjY5VVwS_i545JF8N7oag8QZYuj00Rgi8Dss/s320/GG7-R02-143.jpg" style="cursor: pointer; float: right; height: 320px; margin: 0px 0px 10px 10px; width: 238px;" /></a>Orang bijak bilang bahwa serapat-rapatnya kita menutup bangkai masa lalu, satu saat akan tercium juga. Ini sebabnya aku jauh lebih suka cara Lorelai Gilmore—dalam serial Gilmore Girls—memberitahukan kesalahan besar yang dia lakukan di masa lalu kepada anaknya, agar sang anak tidak melakukan kesalahan yang sama. Lorelai menunjukkan alasan kepada Rorie mengapa dia sampai terjerumus melakukan kesalahan besar itu—cara mendidik sang ibu yang over protective sehingga membuat Lorelai merasa hidup dalam penjara. Oleh karena itu, cara Lorelai membesarkan dan mendidik Rorie menggunakan cara yang bertolak belakang. Hubungan Lorelai dan Rorie jauh lebih menyerupai hubungan two bestfriends, instead of mother-daughter dimana sang ibu seolah memiliki policy ‘mother can do no wrong’ atau ‘you’ve got to do what I told you to do because I am older and more experienced so I know more things than you’. <br />Tentu tidak ada ilustrasi latar belakang Yustin—sang ibu dalam cerpen “Dua Wanita Cantik”—yang membuatku mengerti mengapa dia mengambil langkah menutupi masa lalunya dari Meta—sang anak. Namun, mengingat budaya orang Indonesia memang seperti ini—menutupi masa lalu dengan harapan bahwa anak-anak tidak akan mengetahui kesalahan besar dan agar anak-anak tidak meniru—bisa jadi memiliki orang tua yang biasa-biasa saja. Kesalahan melulu ada di pundak Yustin yang begitu menikmati kecantikan fisik yang dia miliki di masa remaja, yang membawanya ke sebuah kehidupan yang akhirnya hanya memberinya kepahitan hidup. </p><p><br />Apa yang akan dilakukan oleh Yustin setelah mengetahui bahwa Meta telah terjerumus melakukan kesalahan yang sama dengan apa yang dulu dia lakukan?</p><p><br />PT56 14.14 060909</p>Nana Podunggehttp://www.blogger.com/profile/14235543550591163972noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4072577910783793317.post-15632266171675893452009-02-27T11:14:00.000-08:002023-12-02T02:22:05.509-08:00"Young Goodman Brown" versus "Where Are You Going? Where Have You Been?" <p align="center" style="color: #006600; margin-bottom: 0cm;"></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj_INel9pQkieKG5ChCZIJKHbLLZJV5Vr-JtbgQPlDU5iUX4l_NHDN2b8GcpqZTdnl9-I9P_c8qxLcLd8DlQkgwUGDHEjgcGoutMHyo1C4zkO-U9cLHCs3nzwbvi1xXDKM4e_wFHgsfI0ZHgWaPndOg_QAJHQNzoh6riIlq112yDM4LhyphenhyphenSL1vDl9YYm9T4/s417/brown.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="206" data-original-width="417" height="198" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj_INel9pQkieKG5ChCZIJKHbLLZJV5Vr-JtbgQPlDU5iUX4l_NHDN2b8GcpqZTdnl9-I9P_c8qxLcLd8DlQkgwUGDHEjgcGoutMHyo1C4zkO-U9cLHCs3nzwbvi1xXDKM4e_wFHgsfI0ZHgWaPndOg_QAJHQNzoh6riIlq112yDM4LhyphenhyphenSL1vDl9YYm9T4/w400-h198/brown.jpg" width="400" /></a></div><br /> <p></p><p align="center" style="color: #006600; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-size: medium;">COMPARISON BETWEEN “YOUNG GOODMAN BROWN”</span></p> <p align="center" style="color: #006600; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-size: medium;">AND “WHERE ARE YOU GOING? WHERE HAVE YOU BEEN?”</span></p> <h2 class="western" style="color: #006600; font-family: ms mincho, mincho; font-style: italic; text-align: center;"><font size="3">By Nana Podungge</font></h2> <p align="justify" style="color: #006600; margin-bottom: 0cm; text-indent: 1.27cm;"><font face="Trebuchet MS, sans-serif"><font size="2" style="font-size: 11pt;">This paper will compare Nathaniel Hawthorne’s “Young Goodman Brown” and Joyce Carol Oates’ “Where are you going? Where have you been?” Hawthorne’s story belongs to the Romantic Period while Oates’ belongs to the Postmodern Period. First, I will analyze the story one by one. After that, I will elaborate the similarities and the differences I found in the two stories.</font></font></p> <p align="justify" style="color: #006600; margin-bottom: 0cm; text-indent: 1.27cm;"><font face="Trebuchet MS, sans-serif"><font size="2" style="font-size: 11pt;">In “Young Goodman Brown”, the main character—Brown—left his wife whom he married just for three months, to do an “errand” to the forest. There, he met a so-called fifty-year-old man who took him to a certain place in the forest where there would be an ‘ordination’ and Brown would be ordained to be one of the members of the man’s congregation. Brown—the descendant of “</font></font><font face="Trebuchet MS, sans-serif"><font size="2" style="font-size: 11pt;"><i>a race of honest men and good Christians</i></font></font><font face="Trebuchet MS, sans-serif"><font size="2" style="font-size: 11pt;">” (Baym, 1989: 1112)—in fact felt insecure to follow that old man, because he thought that the congregation in the forest were the followers of the devil. He regarded the old man whom he first met in the forest as the devil. Nevertheless, he did not go back to his village. Instead, he continued following the old man. His curiosity about what he would find in the forest is bigger than his feeling insecure to follow the devil.</font></font></p> <p align="justify" style="color: #006600; margin-bottom: 0cm; text-indent: 1.27cm;"><font face="Trebuchet MS, sans-serif"><font size="2" style="font-size: 11pt;">Besides feeling insecure, Brown also felt sinful because following the devil in a dangerous place. it is understandable because he considered forests a place where devils and satans meet each other. Therefore, Brown was shocked when he found Goody Cloyse, a very pious woman in his village who taught him his catechism. Feeling worried that Goody Cloyse would see him following the devil in the forest (he was worried that the pious woman would consider him as a devil follower, and not a pious man any longer), Brown tried to hide. He felt more shocked when he also found other pious people from his village in the same forest where he was; such as the minister and Deacon Gookin. Those people were going into the same direction with him. Brown’s feelings—insecure, guilty, sinful, and also curious—were mixed together, and he asked himself what those pious people were doing in the place full of devils.</font></font></p> <p align="justify" style="color: #006600; margin-bottom: 0cm; text-indent: 1.27cm;"><font face="Trebuchet MS, sans-serif"><font size="2" style="font-size: 11pt;">Going farther into the forest, Brown met more people—one of them was Faith, his wife whom he left at home and who objected to his going to the forest. Not only pious and honorable people did Brown see there, he also saw “</font></font><font face="Trebuchet MS, sans-serif"><font size="2" style="font-size: 11pt;"><i>men of dissolute lives and women of spotted fame, wretches, given over to all mean and filthy vice, suspected even of horrid crimes</i></font></font><font face="Trebuchet MS, sans-serif"><font size="2" style="font-size: 11pt;">” (Baym, 1989: 1117). Those good and bad people were in the same place to attend the ordination. The congregation would ordain Brown and Faith to be the members. However, before they were ordained—Brown tried not to follow the order of the leader of the ordination ceremony, and tried to oppose it, suddenly everything was gone. “</font></font><font face="Trebuchet MS, sans-serif"><font size="2" style="font-size: 11pt;"><i>Hardly had he spoken, when he found himself amid calm night and solitude</i></font></font><font face="Trebuchet MS, sans-serif"><font size="2" style="font-size: 11pt;">” (Baym, 1989: 1119).</font></font></p> <p align="justify" style="color: #006600; margin-bottom: 0cm; text-indent: 1.27cm;"><font face="Trebuchet MS, sans-serif"><font size="2" style="font-size: 11pt;">Even though the story was written in the Romantic period, Hawthorne chose the setting in the Puritan era. He wanted to criticize Puritan people’s way of thinking that in this world there are only two kinds of people, good people who are perfectly pious, and bad people who are perfectly sinners. People must fall into one of the two categories. Through the main character, Brown, Hawthorne showed the confusion inside a young man about the two categories of people. How could pious people socialize with bad ones and they gathered in one place which was considered devilish—the forest. In the Puritan era, people considered the forest a dangerous place because it was full of devils and satans.</font></font></p> <p align="justify" style="color: #006600; margin-bottom: 0cm; text-indent: 1.27cm;"><font face="Trebuchet MS, sans-serif"><font size="2" style="font-size: 11pt;">I conclude that Hawthorne wanted to convey a message that the Puritan philosophy about the two categories of people is wrong. No one is perfectly pious, nor is a perfect sinner. People have both good and bad sides in them. It is just natural for someone who is considered pious to do something bad. A wicked criminal can also have good side in him/her. Therefore, Hawthorne ended the story by describing Brown—an example of a puritan man who thought that someone must be either perfectly pious or perfect sinner—underwent unhappy life and lived restlessly until the end of his life because he could not understand what he found in one episode of his life.</font></font></p> <p align="justify" style="color: #006600; margin-bottom: 0cm; text-indent: 1.27cm;"><font face="Trebuchet MS, sans-serif"><font size="2" style="font-size: 11pt;">In “Where are you going? Where have you been?” which was written in 1966, Oates tells a story of a fifteen-year-old girl named Connie. Though Connie did not really seem to feel happy at home—she always had problems with her mother who always compared her with her older sister, June, Connie seemed to enjoy her life outside home. Her parents let her go with her girl friends to a shopping plaza which was located three miles away from her house. There, Connie and her friends walked through the stores and went to a movie. Some other time, they went to a drive-in restaurant. Some other time again, Connie was riding in a car with a boy.</font></font></p> <p align="justify" style="color: #006600; margin-bottom: 0cm; text-indent: 1.27cm;"><font face="Trebuchet MS, sans-serif"><font size="2" style="font-size: 11pt;">So did Connie’s life go on. At home, she had to confront her mother whom she thought had a jealous feeling toward her because of her good look—her mother used to be good-looking too but now it has gone. Besides, being always compared with her elder sister, Connie might suffer from “second child syndrome”. </font></font><font face="Trebuchet MS, sans-serif"><font size="2" style="font-size: 11pt;"><i>June did this, June did that, she saved money and helped clean the house and cooked and Connie couldn’t do a thing</i></font></font><font face="Trebuchet MS, sans-serif"><font size="2" style="font-size: 11pt;"> (p. 226). Outside home, Connie enjoyed her life with her friends.</font></font></p> <p align="justify" style="color: #006600; margin-bottom: 0cm; text-indent: 1.27cm;"><font face="Trebuchet MS, sans-serif"><font size="2" style="font-size: 11pt;">Connie’s life changed when one Sunday, she was left alone at home—her parents and sister went to a barbeque at an aunt’s house. Two boys—strangers—went to her house and asked her to go for a ride with them. For Connie, they were strangers. For the two boys—especially one of them named Arnold Friend—Connie was not a stranger. Actually Connie has met Arnold one night in town when she was in Eddie’s car. “… </font></font><font face="Trebuchet MS, sans-serif"><font size="2" style="font-size: 11pt;"><i>and just at that moment she happened to glance at a face just a few feet from hers. It was a boy with shaggy black hair, in a convertible jalopy painted gold. He stared at her and then his lips widened into a grin</i></font></font><font face="Trebuchet MS, sans-serif"><font size="2" style="font-size: 11pt;">.” (p. 228) However, Connie did not remember that. While Arnold always remembered that event, and tried to find out about anything related to Connie since then. No wonder, Arnold came at the “right time” when Connie was left alone at home.</font></font></p> <p align="justify" style="color: #006600; margin-bottom: 0cm; text-indent: 1.27cm;"><font face="Trebuchet MS, sans-serif"><font size="2" style="font-size: 11pt;">Arnold at first persuaded Connie somewhat politely. He assured her that he was a friend who just wanted to take her for a ride. I believe that Arnold regarded Connie as a girl who liked going for a ride in a boy’s car when he saw her in Eddie’s, a kind of “cheap” girl who easily got flattered by a boy’s smooth talk. However, Arnold was wrong. In fact, Connie was “a hard girl to handle”. She even asked him and Ellie—Arnold’s friend to go away. It made Arnold angry.</font></font></p> <p align="justify" style="color: #006600; margin-bottom: 0cm; text-indent: 1.27cm;"><font face="Trebuchet MS, sans-serif"><font size="2" style="font-size: 11pt;">Arnold kept forcing Connie to go with him. He showed Connie his “supra natural” ability to see something which happens in another place. “Right now they’re—uh—they’re drinking. Sitting around,” he said vaguely, squinting as if he were staring all the way to town and over to Aunt Tillie’s backyard. Then the vision seemed to get clear and he nodded energetically. “</font></font><font face="Trebuchet MS, sans-serif"><font size="2" style="font-size: 11pt;"><i>Yeah. Sitting around. There’s your sister in a blue dress, huh? And high heels, the poor sad bitch—nothing like you, sweetheart! And your mother’s helping some fat woman with the corn, they’re cleaning the corn—husking the corn—</i></font></font><font face="Trebuchet MS, sans-serif"><font size="2" style="font-size: 11pt;">“ (p. 234) After that, he started to harass her sexually. “</font></font><font face="Trebuchet MS, sans-serif"><font size="2" style="font-size: 11pt;"><i>I’ll tell you how it is, I’m always nice at first, the first time. I’ll hold you so tight you won’t think you have to try to get away or pretend anything because you’ll know you can’t. And I’ll come inside you where it’s all secret and you’ll give in to me and you’ll love me</i></font></font><font face="Trebuchet MS, sans-serif"><font size="2" style="font-size: 11pt;">—“ (p. 234)</font></font></p> <p align="justify" style="color: #006600; margin-bottom: 0cm; text-indent: 1.27cm;"><font face="Trebuchet MS, sans-serif"><font size="2" style="font-size: 11pt;">With his “supra natural” ability and sexual harassment, Arnold even made Connie more scared of him. Moreover, feeling frustrated because his “victim” did not give in easily, then he threatened to burn Connie’s house. “<i>If the place got lit up with fire honey, you’d come runnin’ out into my arms, right into my arms…</i>” (p. 235). After that, he threatened to kill Connie’s family; “<i>You don’t want your people in any trouble, do you?</i>” (p. 237)</font></font></p> <p align="justify" style="color: #006600; margin-bottom: 0cm; text-indent: 1.27cm;"><font face="Trebuchet MS, sans-serif"><font size="2" style="font-size: 11pt;">Feeling very scared, Connie tried to call the police. I think something wrong with the telephone made Connie sort of subconscious. “… </font></font><font face="Trebuchet MS, sans-serif"><font size="2" style="font-size: 11pt;"><i>she ran into the back room and picked up the telephone. Something roared in her ear, a tiny roaring, and she was so sick with fear that she could nothing but listen to it</i></font></font><font face="Trebuchet MS, sans-serif"><font size="2" style="font-size: 11pt;">—“ (p. 237) To some extent, Connie was “split” into two. Her conscience told her not to follow Arnold, but her “sound” mind feeling scared forced her to follow him. Her spirit was expelled out of her body. This body without soul then followed Arnold. “</font></font><font face="Trebuchet MS, sans-serif"><font size="2" style="font-size: 11pt;"><i>She watched herself push the door slowly open as if she were safe back somewhere in the other doorway. Watching this body and this head of long hair moving out into the sunlight where Arnold Friend waited.</i></font></font><font face="Trebuchet MS, sans-serif"><font size="2" style="font-size: 11pt;">” (p. 239)</font></font></p> <p align="justify" style="color: #006600; margin-bottom: 0cm; text-indent: 1.27cm;"><font face="Trebuchet MS, sans-serif"><font size="2" style="font-size: 11pt;">When I come to the end of the two stories—“Young Goodman Brown” and “Where are you going? Where have you been?”—they have the same unhappy ending. In the first, when the main character died, “his tombstone was not carved with hopeful verse, for his dying was gloom.” While in the latter, Connie’s spirit saw her body following her seducer. Besides, I conclude that the two stories are mysterious. In “Young Goodman Brown”, Brown went to the forest and then saw many people there but suddenly they disappeared. Some critics said that it was just the “dream vision” of Brown. In “Where are you going? Where have you been?” Connie underwent separation of her soul and body. In addition, the two main characters underwent the initiation into evil.</font></font></p> <p align="justify" style="color: #006600; margin-bottom: 0cm; text-indent: 1.27cm;"><font face="Trebuchet MS, sans-serif"><font size="2" style="font-size: 11pt;">Now I want to elaborate the differences between the two stories. The most striking contrast is that Hawthorne’s story is religious—portraying the Puritan era where people mostly viewed life from religious point of view; while Oates’ story is secular—“</font></font><font face="Trebuchet MS, sans-serif"><font size="2" style="font-size: 11pt;"><i>none of them bothered with church</i></font></font><font face="Trebuchet MS, sans-serif"><font size="2" style="font-size: 11pt;">” (p. 229). Hawthorne mentioned terms related to religion; such as ordination, catechism, minister, etc. Oates describes mundane things; such as going to a shopping plaza, listening to music from the radio, watching movies, etc. This is related to the background of the writers. Hawthorne was born as one descendant of Puritan immigrants, but he himself did not like the teachings of Puritanism which he considered hypocrite. Therefore, he criticized that in “Young Goodman Brown”. Oates was born in 1938. The twentieth century, so that she portrayed the life of adolescent girls that she saw in the early 1960s in her story. Besides, the decade of 1960s marked as music worship by youngsters, a kind of worship somewhat like a spiritual one.</font></font></p> <p align="justify" style="color: #006600; margin-bottom: 0cm; text-indent: 1.27cm;"><font face="Trebuchet MS, sans-serif"><font size="2" style="font-size: 11pt;">Related to the background of the writers, therefore, the stories used very different language. In the Romantic period, the literary work was produced only for people from middle-high social status who were educated and had money to buy it, so that the use of language in “Young Goodman Brown” was especially for the educated middle-high society. It is difficult to understand because it is full of symbols, metaphors. Starting the end of the nineteenth century with the emergence f many people who had a lot of money who would buy literary works such as novels, but they were in fact not from high society—not really educated either—writers started to write pop fiction only to earn money. Since the target market was less educated people, the use of language was simplified. </font></font> </p> <p align="justify" style="color: #006600; margin-bottom: 0cm; text-indent: 1.27cm;"><font face="Trebuchet MS, sans-serif"><font size="2" style="font-size: 11pt;">Another difference is the main character in “Young Goodman Brown” a man; while Connie, a girl, is the main character of “Where are you going? Where have you been?” It is again closely related to the writers. Hawthorne—as a man—would know conflicts faced by men better than conflicts faced by women. Oates—as a woman—would understand better how a girl feels toward her mother, girl friends, and also how o feel against a seducer and face a threat of rape.</font></font></p> <p align="justify" style="color: #006600; margin-bottom: 0cm; text-indent: 1.27cm;"><font face="Trebuchet MS, sans-serif"><font size="2" style="font-size: 11pt;">The setting of “Young Goodman Brown” is night and in the forest—something mysterious; while in “Where are you going? Where have you been?” the setting is various, sometimes evening in a shopping plaza where Connie hung around with her friends, and Arnold seduced Connie in the afternoon at her house. To undergo his ‘journey’, Brown left his wife at home and went out of the home to go to the forest; while Connie experience scary event when she was left alone at home.</font></font></p> <p align="justify" style="color: #006600; margin-bottom: 0cm; text-indent: 1.27cm;"><font face="Trebuchet MS, sans-serif"><font size="2" style="font-size: 11pt;">To sum up, the two stories which were written in two different eras have two similarities in the unhappy ending and they are mysterious stories. They have some differences; in the theme—religious versus secular; the use of language; the main character of the stories—man versus girl; and the setting—night versus afternoon-evening; forest versus shopping plaza and home.</font></font></p> <p align="justify" style="color: #006600; margin-bottom: 0cm; text-indent: 1.27cm;"><br /> </p> <h1 class="western" style="color: #990000; font-family: ms gothic, gothic; font-style: italic; text-align: right;"><font size="3">A final project for America’s Cultural Eras Class in 2003</font></h1> <p align="justify" style="color: #006600; margin-bottom: 0cm;"><br /> </p> <!--multiply:no_crosspost--><p class="multiply:no_crosspost"></p>Nana Podunggehttp://www.blogger.com/profile/14235543550591163972noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-4072577910783793317.post-64537581622138184882009-02-06T18:03:00.000-08:002009-02-08T06:04:20.029-08:00Andrea Hirata<font face="comic sans ms"><font color="#000066">Beberapa hari yang lalu, di sebuah milis yang kuikuti ada perbincangan tentang dunia tulis menulis. Ngobrol ngalor ngidul akhirnya nama Andrea pun tersentil. Salah seorang anggota milis yang lebih banyak tinggal di daratan Eropa sana menulis pertanyaan retorik apakah Andrea terkenal karena dia lulusan Universitas Sorbonne.<br>I swear <strong>I am not really a fan of Andrea Hirata</strong> meski harus kuakui aku mengangkat topi tinggi-tinggi buatnya, seorang Ikal kecil dekil, berasal dari sebuah desa terpencil dan miskin, yang mampu mewujudkan impiannya untuk menembus bangku perkuliahan, bahkan setelah lulus dari Universitas Indonesia dia melanjutkan ke universitas bergengsi dunia, Universitas Sorbonne. Dan berhubung membaca adalah salah satu hobbyku, maka tak heran bukan kalau aku pun membaca keempat novel tetralogi <strong>LASKAR PELANGI</strong> itu.<br>Aku tidak begitu banyak mengikuti berita-berita tentang Andrea karena bagiku kehidupan pribadinya tidak menarik kuikuti, yang aku sukai adalah keempat bukunya, dari <strong>LASKAR PELANGI, SANG PEMIMPI, EDENSOR</strong>, dan <strong>MARYAMAH KARPO</strong>V. <br>Dengan sekedar iseng, aku menulis komentar atas pertanyaan retorik yang kutulis di atas, "Apakah Andrea Hirata terkenal karena dia lulusan Universitas Sorbonne?" Dari beberapa kritik sastra yang kubaca tentang <strong>LASKAR PELANGI</strong>, novel ini terkenal karena para pembaca sedang terkena penyakit BOSAN dengan tema-tema novel yang ada. (Contoh: Keterkenalan novel 'Ayat-ayat Cinta' membuat orang-orang pun menulis novel-novel dengan tema yang mirip-mirip. Senada dengan saat terkenalnya seorang Ayu Utami karena dwilogi <strong>SAMAN</strong> dan <strong>LARUNG</strong> nya. Karena banyak orang menuding seksualitas yang diusung oleh Ayu sebagai pendongkrak popularitas kedua novel ini, banyak orang kemudian beramai-ramai menulis novel yang banyak dibumbui oleh seks, tanpa tema yang khusus mengapa seks diilustrasikan dalam novel-novel mereka. Ayu Utami berbeda karena dalam kedua novel itu dia ingin mendobrak ketabuan bahwa perempuan dilarang berbicara tentang seks, dan kritik tentang virginitas yang wajib dimiliki semua perempuan tatkala memasuki<br> gerbang perkawinan.)<br> Aku menulis bahwa Andrea terkenal bukan karena dia lulusan Sorbonne, melainkan karena cerita yang ditulis oleh Andrea dalam LASKAR PELANGI benar-benar memikat pembaca, tema yang berusaha untuk membangkitkan semangat para pelajar untuk rajin berangkat ke sekolah, karena para anggota 'laskar pelangi' yang berasal dari desa terpencil dan miskin itu selalu penuh semangat untuk berangkat sekolah, untuk meraih kehidupan yang lebih baik di masa depan. Andy F Noya mengangkat LASKAR PELANGI dan Andrea Hirata dalam salah satu acara KICK ANDY karena cerita yang membumi dan mengharukan tersebut, bukan karena sang penulis adalah lulusan Sorbonne.<br>Seandainya Andrea menulis EDENSOR sebagai novel perdananya, aku tidak yakin bahwa dia akan seterkenal sekarang, meksipun EDENSOR ditulis dengan teknik penulisan yang jauh lebih menarik dibandingkan tatkala Andrea menulis LASKAR PELANGI. Karena dia adalah seorang prodigy dan pekerja keraslah maka dia pun mampu meningkatkan kemampuan menulisnya dalam waktu yang singkat. Apakah karena dia lulusan Sorbonne? Dalam hal ini, mungkin iya. Namun hal ini bukanlah penyebab utama seorang Andrea terkenal di Indonesia, dan kemudian sampai ke manca negara. Lulusan Sorbonne membuat dia seorang prodigy yang semakin terasah. <br>Salah satu bukti bahwa LASKAR PELANGI lah yang menyebabkan seorang Andrea terkenal adalah buku yang dia tulis sebelum LASKAR PELANGI, buku ilmiah berdasarkan riset tesisnya, SAMA SEKALI TIDAK TERKENAL, sebelum LASKAR PELANGI terkenal.<br>Any comment, please dear friends?<br><br>Friends net 14.24 070209</font></font><br> <br><!-- multiply:no_crosspost --><p class='multiply:no_crosspost'></p>Nana Podunggehttp://www.blogger.com/profile/14235543550591163972noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4072577910783793317.post-2296243023223129142009-01-13T23:35:00.000-08:002023-09-27T17:53:33.967-07:00Cinta 24 Jam versus Lelaki Terindah <p lang="id-ID" style="color: #990000; margin-bottom: 0in;"><font face="Comic Sans MS, cursive"><font size="2" style="font-size: 11pt;"><span style="font-weight: bold;"></span></font></font></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><font face="Comic Sans MS, cursive"><font size="2" style="font-size: 11pt;"><span style="font-weight: bold;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhG78z0qDXPqE38hysLhX42l8QYwQV87IGeBAndrQDVELr1bWnv1_aZ3AC95gPDkC2MKzEAfxfXY-FGUp7EstPqFjFYh05qAQV5IsZgJkF5j5mPehRTN1U6CMnOk_zviSvcshTNXBokFrZ4YP-7lRhbkm4NodXxxjz57rYTrDKYtGRBe9W2nIhEtd86BTc/s491/buku-lelaki-terindah.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="491" data-original-width="460" height="400" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhG78z0qDXPqE38hysLhX42l8QYwQV87IGeBAndrQDVELr1bWnv1_aZ3AC95gPDkC2MKzEAfxfXY-FGUp7EstPqFjFYh05qAQV5IsZgJkF5j5mPehRTN1U6CMnOk_zviSvcshTNXBokFrZ4YP-7lRhbkm4NodXxxjz57rYTrDKYtGRBe9W2nIhEtd86BTc/w375-h400/buku-lelaki-terindah.jpg" width="375" /></a></span></font></font></div><font face="Comic Sans MS, cursive"><font size="2" style="font-size: 11pt;"><span style="font-weight: bold;"><br />CINTA 24 JAM</span> adalah novel kedua karangan Andrei Aksana yang kubaca, setelah LELAKI TERINDAH. Kesan yang kudapatkan dari kedua novel tersebut, ternyata, sangat bertentangan: aku sangat menyukai LELAKI TERINDAH, sedangkan untuk CINTA 24 JAM, sebaliknya. Bagaimana hal ini bisa terjadi? </font></font> <p></p> <p lang="id-ID" style="color: #990000; margin-bottom: 0in;"><font face="Comic Sans MS, cursive"><font size="2" style="font-size: 11pt;">Aku termasuk orang yang berpikir bahwa waktu memiliki peran yang sangat penting dalam hidup kita. Saat kita melakukan suatu kegiatan sangat menentukan apa yang akan ditimbulkan setelah itu. Dan aku yakin hal ini pun berpengaruh dalam kesan yang kudapatkan dari membaca kedua novel hasil karya cucu pujangga Sanoesi Pane dan Armijn Pane ini.</font></font></p><p lang="id-ID" style="color: #990000; margin-bottom: 0in;"><br /> </p> <p lang="id-ID" style="color: #990000; margin-bottom: 0in;"><font face="Comic Sans MS, cursive"><font size="2" style="font-size: 11pt;"><span style="font-weight: bold;">LELAKI TERINDAH</span> kubaca di awal tahun 2005, saat aku sedang head-over-heels-in-love dengan seseorang yang menurut pendapat pribadiku sangat mewakili gambaran seorang Rafky, sang tokoh utama, sang Lelaki Terindah itu. Di setiap detil gambaran betapa indahnya seorang Rafky, melalui kalimat-kalimat puitis Andrei, yang tergambar dalam benakku adalah that guy that had made me head-over-heels-in-love (ehem...) It was not surprising, then, if I nicknamed him as my LT. LOL. Tidak mengherankan pula betapa aku menyukai novel ini, apalagi puisi-puisi romantis untuk sang lelaki terindah tersebar di segala penjuru. (Though feminist, I dub myself as someone strongly romantic.) It seemed like those romantic words came out of my feeling to my most gorgeous guy. </font></font></p> <p lang="id-ID" style="color: #990000; margin-bottom: 0in;"><font face="Comic Sans MS, cursive"><font size="2" style="font-size: 11pt;">Awal tahun 2005 juga merupakan saat yang tepat bagiku untuk membaca LELAKI TERINDAH yang memiliki topik cinta antar lelaki, pasangan homoseksual, karena sebagai seorang feminis (yang sedang ‘membekali’ diri tentang segala hal yang berhubungan dengan perjuangan kaum yang termarjinalkan) aku pun setuju bahwa kaum homo juga merupakan bagian dari kaum yang sangat dipinggirkan. Orang tidak pernah bisa mau memahami bahwa cinta yang tumbuh antar lelaki, maupun antar perempuan, bisa jadi sama indah dan sucinya dengan cinta yang tumbuh antar pasangan heteroseksual. Andrei menulis kisah cinta antara Rafky dan valent pada saat yang tepat untuk menunjukkan kepada khalayak bahwa sudah selayaknyalah kita tidak menutup mata dari hadirnya cinta para homo. </font></font> </p> <p lang="id-ID" style="color: #990000; margin-bottom: 0in;"><font face="Comic Sans MS, cursive"><font size="2" style="font-size: 11pt;">Di akhir kisah, memang tokoh valent dimatikan oleh Andrei, seolah-olah untuk menyelesaikan ‘masalah yang tabu’ ini dengan mudah. Bagi para penikmat karya sastra, kita bisa dengan mudah mendapatkan contoh karangan yang berakhir dengan kematian, terutama kalau topik yang diangkat berupa sesuatu yang masih dianggap tabu, pada waktu karya tersebut ditulis. Sang pengarang tidak mau mengambil resiko dicaci-maki oleh masyarakat, sehingga membunuh salah satu karakter dalam ceritanya adalah satu jalan keluar yang paling gampang. Kita bisa menyimpulkan, seberani apapun Andrei mengangkat topik yang masih tabu ini (nampaknya sampai sekarang pun masih saja dianggap tabu), dia pun tunduk pada ‘pakem’, membunuh salah satu tokoh homo dalam LELAKI TERINDAH, yakni valent, agar akhirnya cinta ‘terlarang’ ini pun kandas di tengah jalan.</font></font></p> <p lang="id-ID" style="color: #990000; margin-bottom: 0in;"><font face="Comic Sans MS, cursive"><font size="2" style="font-size: 11pt;">Aku membeli novel CINTA 24 JAM karena hasil provokasi seorang online buddy yang katanya novel ini pun bertabur puisi romantis. Kebetulan juga karena GM memberikan tawaran yang menggiurkan, diskon 30%. Juga merupakan satu kebetulan akhir-akhir ini aku sedang suka menulis puisi. Asaku adalah: who knows some poems in it will inspire me to write some poems to post in my blog.</font></font></p> <p lang="id-ID" style="color: #990000; margin-bottom: 0in;"><font face="Comic Sans MS, cursive"><font size="2" style="font-size: 11pt;">Setelah membeli novel tersebut, aku tidak langsung membacanya karena aku sedang membaca MISSING MOM written by Joyce Carol Oates. Novel berikut yang menungguku untuk membaca adalah MARYAMAH KARPOV. Adalah satu kebetulan pula aku membaca novel CINTA 24 JAM setelah aku menyelesaikan membaca MK. Tidak ada alasan ilmiah tertentu mengapa aku memilih membaca novel karya Andrei Aksana ini, selain mungkin aku berpikir, “I want to write some poems...” padahal pada saat yang sama, aku memiliki beberapa pilihan novel lain.</font></font></p> <p lang="id-ID" style="color: #990000; margin-bottom: 0in;"><font face="Comic Sans MS, cursive"><font size="2" style="font-size: 11pt;">Puisi yang dipilih untuk ditampilkan di cover belakang sama sekali tidak membuatku terperangkap pesona. (Bandingkan dengan puisi di cover belakang LT yang langsung membuatku serasa ditarik oleh magnet sekuat terjangan badai topan untuk membelinya.) Puisi di halaman dalam, setelah membuka cover depan, well, not bad, untuk melumerkan hati seseorang yang telah mencuri hati. Sayangnya, I am not head-over-heels-in-love with anyone at the moment. Here is the poem:</font></font></p> <p lang="id-ID" style="color: #990000; margin-bottom: 0in;"><br /> </p>
<p style="color: #990000; font-family: "Kristen ITC"; font-size: 11.0pt; margin: 0in; text-align: right;"><span style="font-style: italic;">Setelah beribu malam pudar
meninggalkan sunyi</span></p>
<p style="color: #990000; font-family: "Kristen ITC"; font-size: 11.0pt; margin: 0in; text-align: right;"><span style="font-style: italic;">Setelah beribu mimpi pergi
menyisakan nyeri</span></p>
<p style="font-family: "Kristen ITC"; font-size: 11.0pt; margin: 0in; text-align: right;"> </p>
<p style="color: #990000; font-family: "Kristen ITC"; font-size: 11.0pt; margin: 0in; text-align: right;"><span style="font-style: italic;">Malam itu</span></p>
<p style="color: #990000; font-family: "Kristen ITC"; font-size: 11.0pt; margin: 0in; text-align: right;"><span style="font-style: italic;">Kumengerti yang kucari</span></p>
<p style="color: #990000; font-family: "Kristen ITC"; font-size: 11.0pt; margin: 0in; text-align: right;"><span style="font-style: italic;">Kumengerti yang kunanti</span></p>
<p style="font-family: "Kristen ITC"; font-size: 11.0pt; margin: 0in; text-align: right;"> </p>
<p style="color: #990000; font-family: "Kristen ITC"; font-size: 11.0pt; margin: 0in; text-align: right;"><span style="font-style: italic;">Satu</span></p>
<p style="color: #990000; font-family: "Kristen ITC"; font-size: 11.0pt; margin: 0in; text-align: right;"><span style="font-style: italic;">Seorang</span></p>
<p style="font-family: "Kristen ITC"; font-size: 11.0pt; margin: 0in; text-align: right;"> </p>
<p style="color: #990000; font-family: "Kristen ITC"; font-size: 11.0pt; margin: 0in; text-align: right;"><span style="font-style: italic;">Dirimu ..</span></p>
<p lang="id-ID" style="color: #990000; margin-bottom: 0in;"><font face="Comic Sans MS, cursive"><font size="2" style="font-size: 11pt;">Klepek-klepek. LOL. Gombal habisss. LOL.</font></font></p> <p style="color: #990000; margin-bottom: 0in;"><span lang="id-ID"><font size="2" style="font-size: 11pt;"><font face="Comic Sans MS, cursive">Tatkala membaca lembar demi lembar, langsung kusadari betapa dangkal kisah yang ditulis oleh Andrei. </font><img src="http://images.multiply.com/common/smiles/sad.png" /><font face="Comic Sans MS, cursive"> Betapa dangkal pula Andrei mengeksplorasi mengapa hal-hal tertentu terjadi. Penyebab utama tentu karena aku baru saja menyelesaikan membaca novel dengan karakter tokoh yang kuat: Ikal, bersanding dengan tokoh-tokoh lain, seperti Lintang dan Mahar. Cerita MK yang meramu antara dunia keilmiahan dan dunia kemistisan, alur yang memikat, dan tema yang njlimet rapi, serta kedalaman eksplorasi suatu permasalahan, meninggalkan kesan yang kuat dalam benakku. Sebelum itu, aku membaca MISSING MOM dengan alur maju mundur, karakter tokoh Nikki Eaton, seorang perempuan cerdas namun sangat labil dalam emosi, dengan tema kematian sang ibu, masalah batin yang harus dihadapi oleh Nikki, dll sama menariknya dengan MK. (Aku justru heran sebenarya, karena MK bisa membuatku tetap menjaga mood tertarik untuk terus membacanya, padahal Andrea Hirata adalah seorang penulis pemula, dibandingkan dengan Joyce Carol Oates yang telah menulis sejak Andrea belum lahir. Two thumbs up buat Andrea.)</font></font></span></p> <p lang="id-ID" style="color: #990000; margin-bottom: 0in;"><font face="Comic Sans MS, cursive"><font size="2" style="font-size: 11pt;">Dalam novel CINTA 24 JAM, kita hanya disodori apa yang biasa kita lihat dalam acara infotainment (and I am absolutely not a fan of it). Perempuan hanya dilihat dari luar, kulit. Kalau memang dikisahkan sang tokoh perempuan Giana adalah tokoh yang cerdas, tak satupun kalimat dalam novel ini yang membuktikan bahwa Giana adalah seseorang yang cerdas. Dia hanyalah makhluk yang beruntung dilahirkan dengan sosok tubuh yang sempurna, memenuhi kriteria kecantikan yang digambarkan iklan-iklan di media massa. Kalau Giana adalah seseorang yang memiliki pendirian yang teguh, pula seorang pekerja keras untuk bisa mengangkat derajat diri dari kemiskinan menjadi aktris papan teratas, tidak satu kalimat pun mendukungnya. Andrei tidak melengkapinya dengan pemaparan karakter sosok Giana secara mendalam. </font></font> </p> <p lang="id-ID" style="color: #990000; margin-bottom: 0in;"><font face="Comic Sans MS, cursive"><font size="2" style="font-size: 11pt;">Menurut pendapatku, novel ini tidak jauh beda dengan cerita-cerita di koran ‘kuning’, yang hanya menjual sensualitas. Yang membedakan adalah: pertama, tentu saja taburan puisi romantis. Kedua, kalimat-kalimat puitis. (maklum, yang menulis adalah cucu pujangga besar Sanoesi Pane dan Armijn Pane) Ketiga, alur yang memang dengan sengaja dibuat maju mundur. Dalam hal alur ini lumayan memikat lah. Namun secara keseluruhan, aku tidak merekomendasikan novel ini kepada mereka yang biasa membaca novel dengan tema yang ‘dalam’ serta eksplorasi karakter tokoh yang kuat dan konflik yang memikat (contoh: BILANGAN FU, tetralogi LASKAR PELANGI, SUPERNOVA series, dll). Akan tetapi, kalau hanya untuk sekedar mengisi waktu kosong menunggu pesanan datang di sebuah kafe, atau antrian di bank yang panjang, ya bolehlah. Atau bagi mereka yang sedang jatuh cinta, ya boleh juga. </font></font> </p> <p lang="id-ID" style="color: #990000; margin-bottom: 0in;"><font face="Comic Sans MS, cursive"><font size="2" style="font-size: 11pt;">Perhaps I will write another article to ‘peel’ this novel further, to show how I hate the way Andrei portrayed the characters of Giana and Drigo, how he was just a wise guy. LOL. He should have been able to make it more worth reading, I assume. Instead, he was just busy trying enchanting his fans by creating the song and being physically narcissistic (look at the back inside cover).</font></font></p> <p style="color: #990000; margin-bottom: 0in;"><span lang="id-ID"><font size="2" style="font-size: 11pt;"><font face="Comic Sans MS, cursive">Bagi pecinta Andrei Aksana, sorry ya? Ini kritik membangun loh.</font> <img src="http://images.multiply.com/common/smiles/teeth.png" /><br /></font></span></p> <p lang="id-ID" style="color: #990000; margin-bottom: 0in;"><font face="Comic Sans MS, cursive"><font size="2" style="font-size: 11pt;">LLT 16.42 130109</font></font></p> <!--multiply:no_crosspost--><p class="multiply:no_crosspost"></p>Nana Podunggehttp://www.blogger.com/profile/14235543550591163972noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-4072577910783793317.post-27992653577990662042009-01-09T16:47:00.000-08:002009-02-08T06:06:07.953-08:00llmiah versus Mistis<font color="#000099"><font face="trebuchet ms">Bahwa seorang Andrea Hirata adalah seseorang yang menjunjung tinggi sains merupakan sesuatu yang sangat jelas terlihat dalam keempat novelnya yang tergabung dalam tetralogi LASKAR PELANGI. Alasannya tentu sangat jelas: latar belakang pendidikan yang dia terima di Universitas Sorbonne Prancis, dimana dia bergaul dengan para ilmuwan tingkat tinggi dunia. Dalam tulisan ini, aku akan lebih fokus ke MARYAMAH KARPOV, novel keempat, karena buku inilah buku yang terakhir kubaca. (You can conclude that I am just lazy to browse the other three novels to prove my statement, to prepare this post of mine. LOL.) <br>Seorang anak pantai desa yang terpencil, yang mendapatkan pendidikan master dalam bidang ekonomi di sebuah universitas paling bergengsi di Eropa, bermimpi untuk membuat perahu dengan tangannya sendiri! Mimpi Ikal ini bisa menjadi nyata karena dorongan dan dukungan kuat dari sang super genius, sahabatnya di kala duduk di bangku SD dan SMP. Lintang—sang Isac Newton-nya Ikal—menjadikan impian itu menjadi nyata dengan perhitungan matematika yang njlimet. Ikal—yang mengaku selalu berada di bawah bayang-bayang kegeniusan Lintang di bangku sekolah—menggabungkannya dengan kerja keras yang tanpa ampun, dengan iming-iming akan menemukan BINTANG KEJORA dalam kehidupan cintanya, A LING. <br>Pertanyaan selanjutnya adalah: cukupkah ilmu membuat kita mampu memahami segala misteri dalam hidup ini?<br>Jawabannya ada pada mozaik 60 yang berjudul NAI. Mahar—sahabat Ikal yang lain—berada pada kutub yang berseberangan dengan Lintang yang memandang segala hal dari segi ilmiah. Kebalikannya, Mahar mengimani hal-hal mistis yang tidak akan pernah masuk akal para ilmuwan di Universitas bergengsi manapun di dunia ini. Hal-hal mistis yang bagi orang-orang yang beriman kepada Tuhan akan menceburkan seseorang menjadi musyrik, ahli neraka yang berada paling di keraknya. Dalam NAI, Mahar mementalkan keimanan Ikal kepada segala yang berbau ilmiah, sehinga terpaksa mempercayai hal-hal mistis yang tidak masuk akal. Ada hal-hal dalam kehidupan ini yang tidak bisa dijelaskan hanya dari sisi ilmu. Kebalikannya, ada hal-hal yang dengan mudah terpecahkan jika kita menyandarkan kepercayaan diri kepada ilmu.<br>Ketika membaca perpaduan dua hal ini—yang ilmiah dan masuk akal, konon ciri khas kehidupan orang-orang modern; berbanding lurus dengan yang mistis, konon ciri khas kehidupan orang-orang zaman dahulu kala—mengingatkanku pada BILANGAN FU, novel ketiga karya Ayu Utami. Ayu Utami menjelaskannya dengan sangat sederhana: POINT OF VIEW, alias cara pandang yang berbeda. Orang-orang modern memandang kemistisan—misal: seseorang bisa memelet orang yang mencuri hatinya hanya dengan menjampi-jampi air ludah yang dikeluarkan oleh orang tersebut; atau bahwa Nyi Roro Kidul tetap hidup dan berkuasa di pantai Selatan dan selalu mempersuami semua raja-raja di Keraton Kasultanan Ngayogyakarta, ataupun Keraton di Kasunanan Mangkunegaran—dengan keukeuh menggunakan kacamata orang modern yang bersandar pada keilmiahan. <br>Cara mudahnya bagaimana kita bisa menghasilkan ‘pemandangan’ yang berbeda tatkala kita memandang satu permasalahan yang sama tatkala kita memandang dari sisi yang berbeda: lihatlah Tugumuda—the landmark of Semarang—dari arah Wisma Perdamaian, dan dari lantai atas Lawangsewu. Atau contoh lain: dalam salah satu adegan dalam film DEAD POETS SOCIETY, John Keating, sang guru Bahasa dan Sastra Inggris yang baru, meminta siswanya untuk naik meja dan berdiri di atasnya, memandang suasana kelas dari arah yang berbeda. “You’ll find a very different view, that is very interesting.”<br>Kalau kita mengaplikasikannya dalam kehidupan kita sehari-hari, betapa pentingnya memahami segala sesuatu dari kacamata yang berbeda, untuk menuju kehidupan yang lebih damai di antara kita semua, makhluk penghuni planet Bumi ini. Yang selalu menggunakan kacamata kuda yang bernama “patriarki”, pandanglah—misal, permasalahan poligami—dari kacamata feminis. Contoh lain: para religious snob—from any celestial religion—memandang bahwa Tuhan itu mencintai semua umat-Nya tidak pandang bulu, gunakanlah kacamata para kaum sekuler. Para kaum heteroseksual yang merasa diri ‘normal’, cobalah menggunakan kacamata kaum homoseksual. Dalam hal ini, para religious snob pun bisa mengaplikasikannya, sehingga tidak selalu menyerang kaum homoseksual dari satu kacamata saja, dari satu interpretasi ayat kitab Suci saja. <br>Jika para pengunjung dan pembaca blogku ‘membalikkannya’ dengan mengatakan, “Na, cobalah kamu pahami kasus poligami bukan dari interpretasi Alquran yang feminis, namun dari interpretasi yang patriarkal...” oh well, aku telah hidup menggunakan kacamata TUNGGAL interpretasi Alquran yang patriarki selama 35 tahun takala aku mendapatkan pencerahan dari ideologi feminisme, so, I do understand it very well. <br>Kembali ke cara pandang yang ilmiah dan mistis (baik dalam MARYAMAH KARPOV maupun BILANGAN FU), well, hidup ini memang sangatlah kaya dan kompleks. Mari kita menikmatinya dengan cara saling toleran satu sama lain, untuk menciptakan kehidupan yang lebih indah dan damao.<br>LL Tbl 11.34 100109</font></font><br><!-- multiply:no_crosspost --><p class='multiply:no_crosspost'></p>Nana Podunggehttp://www.blogger.com/profile/14235543550591163972noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4072577910783793317.post-704977171753011322009-01-06T01:12:00.000-08:002009-02-08T06:10:04.144-08:00TOP TEN BLOGGER 2008http://fatihsyuhud.com/2008/12/31/top-ten-blogger-indonesia-2008/<br><br><h1>Top Ten Blogger Indonesia 2008</h1> <p>Posted on December 31, 2008 <br>Filed Under <a href="http://fatihsyuhud.com/category/blogger-indonesia/" title="View all posts in Blogger Indonesia" rel="category tag">Blogger Indonesia</a>, <a href="http://fatihsyuhud.com/category/indonesia/" title="View all posts in Indonesia" rel="category tag">Indonesia</a>, <a href="http://fatihsyuhud.com/category/blogging/" title="View all posts in blogging" rel="category tag">blogging</a></p> <p><a href="http://fatihsyuhud.com/wp-content/uploads/2008/12/top-blogger-indonesia-2008.jpg"><img class="alignnone size-medium wp-image-2406" style="margin: 0px 10px 10px 0px;float: left;" title="top-ten-blogger-indonesia-2008" src="http://fatihsyuhud.com/wp-content/uploads/2008/12/top-blogger-indonesia-2008.jpg" alt="" border="0" height="130" width="87"></a>The essence of blogging, as I put it as a jargon in my <a href="http://afatih.wordpress.com/about/" target="_blank">Bahasa Indonesia</a> blog, is to culturalize the tradition of writing and reading. Many Indonesians, like those who are from developing or underdeveloped nation, don’t have the habit of writing and reading. They talk a lot. Write and read less. And that’s why, some foreign academicians who come to Indonesia were a bit shocked to find out<a href="http://fatihsyuhud.com/2008/02/27/reading-habit-and-library-lesson-5-from-india/" target="_blank"> the lack of reading and writing habit among Indonesians</a> even within the so-called <a href="http://fatihsyuhud.com/2008/02/27/reading-habit-and-library-lesson-5-from-india/" target="_blank">middle class family.</a> The lack of reading naturally would end up in the lack of blog content “charisma”.<br> <span id="more-2355"></span><br> There are a few exception, however. Those who can adopt a new positive tradition of modernity–in reading a lot. As a result they write many good articles, creating nice and unique posts and even making an enlightening comments in other blogs.</p> <p>That’s one reason among others why I’d like to dedicate this year’s Top Ten Blogger Indonesia 2008 specifically to those who consistently make a good content, and no less important, write relatively regularly. A content which is unique and enlightening. By so doing I hope what they have done will be emulated by others especially those bloggers who come later. It’s also my own way to appreciate and encourage those who passionately write good blog articles without worrying or thinking about traffics. A good content blog may not make a big traffic, and thus, a big impact in a short term, but certainly they will in a long shot.</p> <p>Blogs has grown rapidly in Indonesia. Ten or even hundreds of blogs are born everyday. They start blogging for various reasons. Either way they are an asset to make the tradition of writing and reading blossom in the unlikely place like Indonesia in which the <a href="http://fatihsyuhud.com/2008/02/27/reading-habit-and-library-lesson-5-from-india/" target="_blank">middle class hobby and dream is nothing but to have a nice house, fancy cars and the collection of Chinese old ceramic instead of books.</a></p> <p>Last but not the least, there are so many good blogs with good content. It’s a pity that I can pick only ten. It should not be understood, therefore, that the others ten are less good. The links in the bloggers’ name will direct you to the <a href="http://fatihsyuhud.com/top-blogger-indonesia-of-week/" target="_blank">Blogger Indonesia of the Week review</a> of a particular blogger from which you will find the blogger’s URL.</p> <p>***</p> <p><strong>The Top Ten Blogger Indonesia 2008</strong></p> <p>1. <a href="http://fatihsyuhud.com/2007/09/07/blogger-indonesia-of-the-week-40-nana-podungge/">Nana Podungge</a></p> <p>2. <a href="http://fatihsyuhud.com/2007/09/03/blogger-indonesia-of-the-week-73-tasa-nugraza-barley/">Tasa Nugraza Barley</a></p> <p>3. <a href="http://fatihsyuhud.com/2008/05/05/blogger-indonesia-of-the-week-83-rima-fauzi/">Rima Fauzi</a></p> <p>4. <a href="http://fatihsyuhud.com/2007/09/07/blogger-indonesia-of-the-week-36-primadonna-angela/" target="_blank">Primadonna Angela</a></p> <p>5. <a href="http://fatihsyuhud.com/2008/10/07/blogger-indonesia-of-the-week-86-agni-amorita/">Agni Amorita</a></p> <p>6. <a href="http://fatihsyuhud.com/2007/12/13/blogger-indonesia-of-the-week-77-anita-carmencita/">Anita Carmencita</a></p> <p>7. <a href="http://fatihsyuhud.com/2007/09/07/blogger-indonesia-of-the-week-57-mulya-amri/" target="_blank">Mulya Amri</a></p> <p>8. <a href="http://fatihsyuhud.com/2007/09/01/blogger-indonesia-of-the-week-69-deden-rukmana/">Deden Rukmana</a></p> <p>9. <a href="http://fatihsyuhud.com/2008/04/16/blogger-indonesia-of-the-week-82-sherwin-tobing/">Sherwin Tobing</a></p> <p>10. <a href="http://fatihsyuhud.com/2007/09/06/blogger-indonesia-of-the-week-20-dedy-w-sanusi/" target="_blank">Dedi W. Sanusi</a></p> <p><em><strong>Happy New Year 2009 Everyone! Nothing like feeling anew and start afresh all the time! <img src="http://fatihsyuhud.com/wp-includes/images/smilies/icon_smile.gif" alt=":)" class="wp-smiley"> </strong></em></p><br> <!-- multiply:no_crosspost --><p class='multiply:no_crosspost'></p>Nana Podunggehttp://www.blogger.com/profile/14235543550591163972noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4072577910783793317.post-3594225295666505952009-01-06T00:54:00.000-08:002009-02-08T06:12:18.431-08:00SURPRISE ...<span style="font-family: comic sans ms;color: rgb(204, 0, 0);">How long have I been idle to write in my 'intellectual' blog located at http://afeministblog.blogspot.com ?</span><br style="font-family: comic sans ms;color: rgb(204, 0, 0);"><span style="font-family: comic sans ms;color: rgb(204, 0, 0);">Several months have passed since I started working as a school teacher that is really time-consuming (as well as energy-consuming!)</span><br style="font-family: comic sans ms;color: rgb(204, 0, 0);"><span style="font-family: comic sans ms;color: rgb(204, 0, 0);">I have been complaining to myself due to this. So many complaints (seeing the injustice that happens to the marginalized ...) have been crowding my mind. </span><br style="font-family: comic sans ms;color: rgb(204, 0, 0);"><span style="font-family: comic sans ms;color: rgb(204, 0, 0);">But I can only complain because I am just a very bad time manager: I cannot manage my time well: teaching, teaching, and teaching, then reading, biking, swimming, and writing, not to mention my chores as Angie's mother (just imagine the abundant things a single parent must do).</span><br style="font-family: comic sans ms;color: rgb(204, 0, 0);"><span style="font-family: comic sans ms;color: rgb(204, 0, 0);">And last two-week-end-of-year holiday, I COULD only write two articles ("Feminism" and "True woman = modern feminists?") I still cannot spare time to write my 'abundant ideas' triggered by watching INTO THE WILD, and about Irshad Manji, the Muslim feminist lesbian. </span><img style="font-family: comic sans ms;color: rgb(204, 0, 0);" src="http://images.multiply.com/common/smiles/cry.png"><br style="font-family: comic sans ms;color: rgb(204, 0, 0);"><span style="font-family: comic sans ms;color: rgb(204, 0, 0);">That's why what a surprise to find an email in my mailbox from someone I don't know personally, to congratulate me. What congratulation is for? Curious, I opened it. And ... A Fatih Syuhud, the 'king blogger' in Indonesia who 'found' my blog in 2006 and featured me in his blog, has selected the TOP TEN BLOGGER 2008. And ... my blog is in among those TOP TEN BLOGGER 2008.</span><br style="font-family: comic sans ms;color: rgb(204, 0, 0);"><span style="font-family: comic sans ms;color: rgb(204, 0, 0);">W-O-W ...</span><br style="font-family: comic sans ms;color: rgb(204, 0, 0);"><span style="font-family: comic sans ms;color: rgb(204, 0, 0);">Here is the link. Click it ...<br><br style="font-family: comic sans ms;color: rgb(204, 0, 0);"></span><span style="font-family: comic sans ms;color: rgb(51, 51, 255);">http://fatihsyuhud.com/2008/12/31/top-ten-blogger-indonesia-2008/</span><br style="font-family: comic sans ms;color: rgb(204, 0, 0);"><br style="font-family: comic sans ms;color: rgb(204, 0, 0);"><span style="font-family: comic sans ms;color: rgb(204, 0, 0);">I am obviously indebted to many bloggers--that I don't remember or even don't know--who have given the link to my blog in their blogs. The link apparently lead the visitors in their blog to visit my blog.</span><br style="font-family: comic sans ms;color: rgb(204, 0, 0);"><span style="font-family: comic sans ms;color: rgb(204, 0, 0);">I am also indebted to those people who have visited my blog, for sure.</span><br style="font-family: comic sans ms;color: rgb(204, 0, 0);"><br style="font-family: comic sans ms;color: rgb(204, 0, 0);"><span style="font-family: comic sans ms;color: rgb(204, 0, 0);">I AM STILL DUMB-FOUNDED HERE.</span><br style="font-family: comic sans ms;color: rgb(204, 0, 0);"><br style="font-family: comic sans ms;color: rgb(204, 0, 0);"><span style="font-family: comic sans ms;color: rgb(204, 0, 0);">C-Net 21.09 060109</span><br style="font-family: comic sans ms;color: rgb(204, 0, 0);"><br style="font-family: comic sans ms;color: rgb(204, 0, 0);"> <!-- multiply:no_crosspost --><p class='multiply:no_crosspost'></p>Nana Podunggehttp://www.blogger.com/profile/14235543550591163972noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4072577910783793317.post-24451448157787095422008-06-24T18:56:00.000-07:002008-06-24T19:03:10.479-07:00Si Parasit Lajang<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiqnIV0GEeN1wZYvrtg1eU7wQA287LXkZQsB3N6Re5UjbWvwi1jb0N7GF7Sujw4L5hqRuLgy_5BPDsp5Fz25F8tdAu1Zz_ZHtgpSZ0gGcItTOWtwUhN3vmMZs213SfBrUBorp657VA0_ao/s1600-h/parasit.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiqnIV0GEeN1wZYvrtg1eU7wQA287LXkZQsB3N6Re5UjbWvwi1jb0N7GF7Sujw4L5hqRuLgy_5BPDsp5Fz25F8tdAu1Zz_ZHtgpSZ0gGcItTOWtwUhN3vmMZs213SfBrUBorp657VA0_ao/s320/parasit.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5215633698845732082" /></a><br /><span style="font-weight:bold;">SI PARASIT LAJANG</span> by <span style="font-style:italic;">Ayu Utami</span>, a feminist writer of Indonesia is one of my favorite books. I bought it in one book fair held in Yogyakarta on October 12, 2003. FYI, I always write the date and the place where I buy my books on the last page so that it is easy for me to check it next time. :) So, it is not coz I have a very great memory. LOL. How can I remember the time and the place where I buy all my books that until now comprise more than 700 titles? LOL.<br />I was still shaping myself to be a feminist at that time, after I bought a book entitled <span style="font-weight:bold;">STUDI ALQURAN KONTEMPORER</span> some months before that. This is the first book that opened my mind that there will always be new things in anything, including in interpreting Alquran, moreover in any other thing. When something is socially constructed, there will always be changes in re-viewing it. Naïve Nana was still very naïve at that time, and oftentimes saw social constructions as something created, as a “destiny”. A new Nana was born in 2003. LOL. “Do you feel happier with the new you?” a workmate asked me such a question some time ago. “Everything has risk and responsibility in this life. In one side, probably I am happier with the new me. However, in another side, I also easily become hurt when seeing the unfairness done to women, something that probably didn’t bother me in the past; such as a woman will always be the second in the family after the husband, sometimes even the third after the husband and the children. Aquarini illustrated in her book KAJIAN BUDAYA FEMINIS, “an ordinary woman is a woman who is willing to lose her old self, who always gives the first priority to the husband first, the children second, and herself the last, if she still has time to take care of herself.”<br />Many provoking ideas I got when reading Ayu Utami’s book. Therefore, I often promote the book to my workmates and friends. LOL. I also bought the book to two male friends of mine to show my gratitude to them. Well, two reasons behind it: I wanted to thank them for spending their special time for me, and making me very special. LOL. The second reason was that I wanted to provoke them too in viewing man-woman relationship when reading the book. Tricky of me, huh? LOL.<br />The book consists of 33 articles, not all about gender things. Some are about Ayu’s witty criticism on life (such as, why writers in Indonesia seldom include animals in the stories, does it show that Indonesian people don’t love animals? About urine therapy, etc), also her criticism on the national politics of Indonesia (e.g. why until now PKI (Indonesia Communist Party) is still considered as latent danger. After Soeharto diminished the party in 1966, the offspring of the party is still considered as danger, to enliven this Communist Party again so that they don’t get appropriate treatment from the nation. Indonesian people easily get provoked with this PKI term until now.<br />I also take two articles from the book to discuss in my SPEAKING class. I didn’t bother myself to translate the articles into English. I let my students read the articles in Bahasa Indonesia. However, of course, the discussion in the class was conducted in English.<br />Until now, I have read some articles in <span style="font-weight:bold;">SI PARASIT LAJANG</span> many times. I never find it a bore. :) Perhaps next time I will give an interpretation of one article and post it in my blog. :)<br />PT56 13.19 020806Nana Podunggehttp://www.blogger.com/profile/14235543550591163972noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-4072577910783793317.post-62147015755779771462008-06-24T18:22:00.000-07:002008-06-24T18:29:17.912-07:00Argenteuil<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgUDqPS_h0yw6WfwnSYSyY7OZJZsTAF72rt6B0uoIU5TAkTKWGCPooR6SgZghtOQynM-dHPWw5JAPnEYkqHgDK7MGi-4QFnxdtHAHahc-eKGPfYm54sQj7wlxV06VJjjsONAfO1dPipQx4/s1600-h/argenteuil.JPG"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgUDqPS_h0yw6WfwnSYSyY7OZJZsTAF72rt6B0uoIU5TAkTKWGCPooR6SgZghtOQynM-dHPWw5JAPnEYkqHgDK7MGi-4QFnxdtHAHahc-eKGPfYm54sQj7wlxV06VJjjsONAfO1dPipQx4/s320/argenteuil.JPG" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5215624802753477442" /></a><br /><span style="font-weight:bold;">ARGENTEUIL, Hidup Memisahkan Diri</span> merupakan salah satu seri “Cerita Kenangan” <span style="font-weight:bold;">Nh. Dini</span>, yang menceritakan tentang episode hidupnya mulai pertengahan tahun 1970-an. Mengapa Dini memakai istilah “Cerita Kenangan” untuk buku otobiografinya, Dini menjelaskannya pada bagian kelima buku ini. <br /><br /><blockquote>“Kukenal perkataan-perkataan memoir, recit, narration, biographie, autobiographie, dan souvernirs. Pada dasarnya semua itu berarti tulisan berisi cerita yang bersangkutan dengan riwayat atau kisah hidup, kebanakan dihasilkan oleh orang yang menjadi tokoh utama atau si ‘aku”. (halaman 82)”</blockquote><br /><br />Terilhami oleh <span style="font-weight:bold;">Marcel Pagnol</span> yang menggunakan istilah ‘souvernirs’ yang berarti kenang-kenangan tatkala menuliskan kisah hidupnya, Dini pun menyebut serial otobiografinya “<span style="font-weight:bold;">Seri Cerita Kenangan</span>”. Dengan sengaja dia membagi kisah hidupnya dalam beberapa periode, sehingga juga terbagi menjadi beberapa buku, sehingga untuk menyebutnya, kita perlu menggunakan kata “seri”. <br /><span style="font-weight:bold;">ARGENTEUIL</span> merupakan kisah lanjutan yang berjudul <span style="font-weight:bold;">LA GRANDE BORNE</span>. Kata ARGENTEUIL sendiri adalah nama sebuah kota kecil di tepian sungai Seine, kira-kira 10 km barat laut Paris. Setelah memutuskan untuk mengubah hidupnya secara drastis, untuk ‘menyembuhkan diri’ dari luka lama, ke sanalah Dini pindah, dan tidak mengikuti suaminya yang mendapatkan tugas sebagai Konsul Jenderal Prancis di Detroit, Amerika Serikat. Pada saat yang sama pula Dini dengan berani memutuskan untuk mengajukan gugatan cerai kepada suaminya. Meskipun berat pada awalnya, Dini menjadi mantap hatinya tatkala kedua buah hatinya, Lintang dan Padang, mendukungnya. Padang, si bungsu yang waktu itu masih berusia 8 tahun, berkata:<br /><br /><blockquote>“Tidak apa-apa, Maman,” ... “Dia mungkin papa yang baik; tapi sebagai laki-laki, sebagai suami, hemmmm, menyebalkan ya...”</blockquote><br /><br />Sedangkan Lintang yang berusia 15 tahun bahkan sudah bisa memberi usul yang sangat dewasa:<br /><br /><blockquote>“Hati-hati, Maman, kalau kamu yang meninggalkan rumah tangga, jangan-jangan kelak kamu disalahkan oleh Pengadilan. Papa itu lelaki yang pintar menggunakan suasana demi kepentingannya...”</blockquote><br /><br />Untuk menghidupi hidupnya sendiri, Dini bekerja sebagai ‘<span style="font-style:italic;">dame de compagnie</span>’ atau wanita pendamping bagi <span style="font-style:italic;">Monsieur</span> Willm, kakak Alice Willm, salah satu sahabat Dini. Monsieur Willm lah yang tinggal di ARGENTEUIL, di sebuah rumah berlantai empat yang pernah ditinggali oleh Karl Marx. Tugas seorang ‘dame de compagnie’ – yang dalam English disebut ‘governess’ adalah mengurus, merawat, dan menjadi teman berbincang.<br />Di awal-awal hidupnya di ARGENTEUIL inilah Dini mempersiapkan otobiografinya yang dia bagi menjadi beberapa episode. Setelah sang suami dan si bungsu Padang pindah ke Detroit, Dini memiliki banyak waktu luang yang bisa dia gunakan untuk menekuni kegemarannya menulis. Lintang sendiri tinggal di asrama, dan hanya ‘pulang’ setiap akhir pekan.<br />Di episode ARGENTEUIL inilah Dini mendengar kabar kematian kekasihnya, Maurice, alias Bagus., dari Angele, kakaknya. Di episode ini pula Dini berkesempatan untuk mengunjungi rumah pertanian tempat kekasihnya itu dilahirkan dan melihat dengan jelas ‘jejak-jejak’ yang ditinggalkan oleh Maurice sebagai bukti cintanya kepada Dini.<br />Bagaimanakah perasaan Dini tatkala pertama kali mendengar kabar kematian kekasihnya itu? Bagaimana pula perasaan Dini tatkala menginjakkan kakinya ke tanah kelahiran Cinta sejatinya?<br />PT56 14.25 220608Nana Podunggehttp://www.blogger.com/profile/14235543550591163972noreply@blogger.com5