Searching

Selasa, 24 Juni 2008

blue jean


blue jean edisi berbahasa Indonesia pertama kali diterbitkan oleh PT Gramedia Pustaka Utama pada tahun 2003. Versi berbahasa Inggris memiliki judul “blue jean; What Young Women Are Thinking, Saying, and Doing” terbit di Amerika pada tahun 2001.
Semua artikel yang dimuat dalam buku ini telah diterbitkan dalam versi majalah (blue jean magazine) yang pertama kali didirikan oleh Sherry Handel pada tahun 1995. Ide utama yang melatar belakangi terbitnya blue jean magazine adalah untuk menyediakan media bagi para remaja untuk menyuarakan apa yang mereka pikirkan, katakan, dan lakukan, lepas dari cara berpikir orang-orang dewasa yang mendoktrin mereka berdasarkan apa yang dibutuhkan oleh para kaum kapitalis, lewat iklan, advertorial, maupun tulisan-tulisan. Itu sebabnya blue jean magazine bebas iklan dari produk-produk kecantikan dan glamor yang terbukti banyak ‘menyiksa’ para remaja.
Meskipun dengan cepat mendapatkan tempat di hati para remaja di seluruh dunia, blue jean magazine kesulitan keuangan karena tidak menerima iklan-iklan yang menyesatkan. Sherry Handel menyatakan diri bangkrut dan menutup blue jean magazine pada tahun 1999. Namun dengan semangat dan keyakinan bahwa “para gadis dan perempuan muda harus menciptakan media mereka sendiri” blue jean magazine kembali dalam bentuk digital yang bisa diakses di www.bluejeanonline.com/magazine.htm Penerbitan buku blue jean merupakan salah satu bentuk lain kembalinya media yang memberdayakan gadis-gadis remaja dan perempuan-perempuan muda untuk menulis dan menyunting majalah mereka sendiri.
blue jean yang kumiliki terdiri dari delapan bab, dimana masing-masing bab berisi lima artikel. Satu artikel yang paling menarik perhatianku ada di bab enam yang diberi judul CITRA TUBUH. Sedangkan artikel tersebut berjudul “Terpecah Belah Akibat Bias Gender” ditulis oleh Sarabeth Matilsky, 16 tahun, dari Highland Park, New Jersey. Dalam menulis artikel ini, Sarabeth terinspirasi oleh buku Mary Pipher yang berjudul “Reviving Ophelia: Saving the Selves of Adolescent Girls”. Orang tua Sarabeth membesarkannya dan saudara kandungnya tanpa stereotipe peran gender. Namun lingkungan yang masih memelihara stereotipe peran gender dengan kuat tentu saja tanpa sengaja mempengaruhi Sarabeth dan mulai bertanya-tanya. Misal: tatkala memberi hadiah, mobil-mobilan adalah pilihan untuk adik laki-lakinya, sedangkan untuk Sarabeth dan kakak perempuannya, boneka dan jepit rambut.
Ketika berusia belasan tahun, Sarabeth mulai melihat teman-teman sekolahnya yang meributkan penampilan mereka dengan mencemaskan tatanan rambut, riasan, perhiasan, dan berat tubuh mereka. Memperhatikan penampilan menjadi jauh lebih penting—padahal bagi Sarabeth hal tersebut jauh lebih dangkal dan tak berarti—jika dibandingkan dengan berpikir tentang perdamaian dunia atau lingkungan.
Meskipun berusaha keras untuk tidak ‘mengikuti arus’, tekanan-tekanan dari iklan-iklan di televisi, majalah, maupun billboard di jalanan terus menerus membombardirnya, sehingga tak pelak Sarabeth pun kadang-kadang berdiri di depan cermin, memandang refleksi tubuhnya di sana semberi bertanya pada diri sendiri, “Apakah aku terlalu gemuk?” Sedetik kemudian dia pun menjawab pertanyaannya sendiri, “Terlalu gemuk menurut standar siapa? Dan memangnya itu penting?”
Sarabeth mengakhiri tulisannya dengan pengakuan bahwa dirinya tetap saja terpecah belah atas bias gender yang ada dalam masyarakatnya. Sehingga tak salah jika dia berharap anak-anak perempuannya nanti akan menghadapi masyarakat yang tak lagi membebani perempuan-perempuan dengan hal-hal yang tidak penting itu.
PT56 20.36 230608

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Thanks for this review Na. I think I will look for the English edition for my daughters.

a.